CERITA IBU!

4.6K 480 100
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nurut sama apa kata Gyan, kalau perjalanan jadi Ibu itu harusnya aku nikmatin sendiri aja. Bukannya gak mau berbagi. Tapi nikmatin sendiri dalam artian tuh, mau enak mau enggak, ya aku aja yang rasain, gak usah perduli omongan orang lain. Yang penting aku terus belajar dan belajar, karena memang setiap harinya selalu hari baru kalau sudah punya anak.

Mengamati setiap milestone nya Gyana, bahkan sekecil apapun itu. Sesimple Gyana yang tadinya team rebahan, terus mulai miring-miring tapi belum bisa menggelinding sendiri jadi harus kita yang tengkurepin. Yang kayak ginian aja tuh, kalau dinikmati sendiri rasanya indah banget.

Karena benar kata Gyan, kalau nurutin apa kata orang? Rasanya sumpek banget. Telinga sakit, otak stress dan bawaannya jadi ragu-ragu ambil langkah.

Aku jelas curhat sana sini soal gimana caranya mengasuh bayi. Tapi, aku memilih tempat curhat yang tepat.

Nah ini dia, menikmati sendiri bukan berarti aku terus gak berbagi apa-apa sama orang lain. Aku sekarang di fase belajar, nantinya aku akan ada di fase ngajarin. Nah pas nanti aku berada di fase ngajarin itulah, aku harus belajar lebih bijak ngomongnya.

Sebisa mungkin, yang aku salurkan ke orang lain itu ilmu, bukan luka batin. Karena nyatanya memang 1001 kisah menjadi ibu, yang gak bisa kita sama-samain dengan orang lain.

Aku memang dari awal sudah direncanakan melahirkan sesar. Sempat merasa rendah diri, kayak cemen banget jadi perempuan, gak berani lahiran normal. Tapi Gyan bilang, 'gak beraninya kamu kan bukan karena takut sakit, tapi gak beraninya kamu dalam artian gak mau ambil risiko.'

Dokter sendiri sudah melakukan pemeriksaan dan secara enggak langsung menjelaskan risiko persalinan normal dan sesar, yang sudah disesuaikan dengan kondisi kesehatanku. Apalagi, semakin dekat persalinan aku jadi lumayan sering kambuh walau gak sampai sesak yang berat.

Atas pertimbangan itu dan dokter mengembalikan keputusan kepada kami berdua, Gyan membujuk aku supaya sesar aja. Bukan karena Gyan gimana-gimana, tapi Gyan hanya berusaha bertindak logis. Walau risiko itu masih bakalan tetap ada? Setidaknya kami sudah mengupayakan.

Kalau semuanya baik-baik saja, ya siapa sih yang gak mau melahirkan normal? Lebih murah, lebih cepat pulih.

Aku percaya kok, everything comes with a reason. Kalaupun ada seorang ibu yang memutuskan melahirkan sesar karena ketakutan membayangkan dirinya melahirkan normal? I cannot judge. Karena kan kita enggak tahu, setakut apa dia sampai benar-benar ingin menghindari? Kondisi mental orang gak sama, kalau kata Gyan.

Gyan banyak banget belajar dari prahara rumah tangga kami kemarin. Jadi, Gyan concern banget sama kondisiku. Tanpa bermaksud lebay, tapi menurut Gyan, stabilitas kondisiku tuh, bakalan berpengaruh besar kemana-mana didalam rumah tangga.

Termasuk yah sekarang ini, disaat aku sudah resmi gunting pita, masuk ke gerbang peribuan.

Tapi, omongan itu kan gak bisa dihindari ya? Bahkan sesimple ada aja yang nanya sampai detail banget, kenapa sesar bukannya normal? Yah mau gimana lagi? Memang kita hidup di lingkungan yang.... mau ngucap selamat doang terus titik aja tuh..... susah Mbaknyaaah!

Our Baby Crib JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang