Gue dan Ola sukses turun dari mobil, sambil gendong bayi bulat ini yang nangis putus-putus. Pas ngelewatin ambulance yang parkir, dia diam dulu dan menatap takjub, sambil nunjuk-nunjuk. Roti miki mos, masih aja setia dia pelukin, sampai bentukannya udah penyok begitu. Tapi yaudah, selama dia berfungsi untuk menjadi pelipur laranya Gyana, iyain aja dulu.
"Enggak apa-apa kok ke dokter. Dokter itu baik, dokternya mau bantu Gyana sembuhin batuk pileknya Gyana." Kata gue sambil mengusap lembut kepala Gyana. Kunciran air mancurnya, masih berjuang untuk berdiri setengah tegak, karena jumlah rambut gak seimbang dengan berat pita. Gyana masih sesenggukan, sambil nemplok pasrah di gendongan gue "huuu..huuu..huuu..." Masih terus nangis, sementara Ola lagi ke bagian admission untuk mendaftarkan kehadiran Gyana.
Gue duduk di kursi tunggu dan Ola nengok ke belakang, waktu pegawai administrasi beranjak dari kursinya, kayaknya ambil entah apa gitu sebagai proses pendaftaran. Ola tadinya senyum manis, tapi mendadak cemberut manyun, waktu gue bantu ambilkan botol susu yang menggelending, dari stroller yang ada di sebelah gue.
Jangan bilang, Ola gede mau ikutan ngambek kayak Ola kecil? Apa salah dan dosa seorang Mas Gyan ini, Sayangku?
Ola habis menatap gue bengis, sekarang dia harus balik badan lagi, karena petugas administrasinya sudah kembali dan kasih Ola selembar kertas entah apa.
Mbak-mbak yang kayaknya seumuran gue ini, yang gue bantu ambilkan botol susu anaknya, mengucapkan terima kasih lalu menyimpan botol susu itu. Gue sendiri, kembali memeluk Gyana yang duduknya letoy banget di pangkuan gue. Mendadak lemah tak berdaya, bayi tukang gelindingan gue ini. Noleh kanan dan kiri, mengamati sekeliling "Mamam." Katanya dan gue menunduk "Gyana lapar? Mau makan? Papa ambilkan cemilan?" Tentu bukan si roti miki mos, cemilan yang gue tawarkan ke dia. Bisa terjadi huru hara, kalau gue lagi-lagi berani mencoba, minta dia cuwil si roti miki mos ini.
"Mamam." Katanya lagi. sambil posisi duduknya masi nglensreh gak jelas gini, di pangkuan gue. Mendadak dia uget-uget seperti mau turun dan akhirnya gue turunin. Gyana berusaha menyesuaikan keseimbangan, dengan masih pegangan sama lutut gue. Gyana kalau jalan nyeker dan pakai sepatu, kayak butuh penyesuaian dulu.
Berhubung ini tempat umum, gak mungkin gue biarkan dia nyeker. Apalagi, OOTD ini sudah yang aturan Mamanya. Bisa ngereog Ola, kalau sampai OOTD rancangannya, berani gue berantakin dengan biarin Gyana nyekerwati di tempat umum. Walau anaknya, memang doyanannya nyekerwatian.
Gyana jalan tertatih-tatih, yang ternyata ke arah baby stroller didepan Mbak-Mbak yang tadi dotnya jatuh. "Mamam!" Pekik Gyana ke arah bayi yang jauh lebih kecil dari dia, yang lagi asik ngempeng. Mbak yang kayanya Ibunya itu, cuman senyum aja sambil kembali asik memainkan hp sambil ngobrol sama seorang baby sitter yang duduk di sampingnya.
"Gyana." Panggil gue bermaksud manggil Gyana lagi, tapi dicuekin sama bayi sok gede ini. Gyana kalau dipanggil, masih kadang nengok, kadang enggak. Sempat khawatir apakah ini gejala dari suatu hal? Tapi, sempat ngobrol sama Nana, kata dia sih masih wajar. Kecuali benar-benar enggak noleh, seperti Uma waktu usia satu tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Baby Crib Journey
RomanceKhusus buat yang masih mau lihat lanjutan OLAGYAN dan ekor-ekornya. find out yourself inside. Ini hanya kumpulan extra parts dari OLAGYAN jadi bisa update kapan aja, bisa juga berhenti kapan aja. so enjoooy