TOYA!

3.9K 402 100
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mama Dewi sudah tiga hari menginap dirumah akhirnya. Kemarin itu, selepas Mas Andra dan Gyan berangkat ke proyek, Gendis datang. Maksudnya mau menjemput, tapi Mama Dewi, kayaknya masih kepingin nginap. Aku tawarin Gendis sekalian menginap, diluar dugaan, dia menggeleng.

Sebagai kakak ipar, aku tahu dan sadar. Walau secara status kekeluargaan, aku memang sudah jadi bagian keluarga Ahmad, walau tanpa menyematkan nama Ahmad di belakang namaku. Tapi, secara pertalian, aku tetaplah sedikit berada diluar lingkaran mereka. Dalam artian, aku gak boleh ikut-ikutan tanpa diminta. Apapun itu.

Aku sendiri, juga gak mau, kalau mertua atau ipar-iparku, ikut-ikutan dalam urusan internal rumah tanggaku, tanpa diminta. Jadi, saling menjaga aja.

Tapi, diluar dugaan, Gendis malah curhat sama aku. Intinya 'Adek bingung, kalau harus ketemu Mas Gy. Mas Gy, kalau ketemu Adek, sekarang raut mukanya kayak mau marah-marahin Adek melulu.' Dan aku hanya bisa tersenyum, sambil mengusap lembut pundaknya.

Gyana sendiri, lagi asik dipangkuan tantenya, sambil mainan catch monster, yang sukses bikin anak batita ini, jerit-jerit kesal. Akhirnya mainan itu dia sepak dan sekarang dia melungker tidur, di pelukan tantenya.

Aku cuman bilang ke Gendis "Mas Gy pada dasarnya, khawatir aja, Dek. Wajar, kalau tahap awal kekhawatiran, pasti pikirannya meluas kemana-mana. Mungkin, Adek bisa pertimbangkan, untuk cerita jujur ke Mas Gy, sesiapnya Adek kapan. Jadi, semuanya jelas. Mbak tuh yakin, Adek lebih kenal Mas Gy dari pada Mbak. Mbak membersamai Mas Gy, belum ada separo perjalanan Adek membersamai Mas Gy."

Walau jujur, jauh didalam lubuk hatiku, aku sendiri, sepakat sama kekhawatiran Gyan. Pria dengan gelagat seperti Aufar, gak akan bisa menghargai Gendis secara utuh. Dari awal saja, dia sudah menginginkan Gendis, seakan setengah-setengah. Dan Gendis, berkesan terlalu nurut aja, diperlakukan setengah-setengah.

Tapi, aku memilih diam dan menjelaskan ke Gyan, kalau ada faktor lain, yang menyebabkan, Gendis rela dicintai setengah-setengah.

Yah, intinya gitu, lah. Gendis akhirnya pamitan pulang dan Mama Dewi, minta izin menginap di rumah kami, sampai hari ini. Tapi, Mama Dewi, minta jalan-jalan dulu ke Pasar Modern di daerah BSD.

"Dulu, Mama tuh sering dianter Mas Gy ke Pasar Modern BSD. Kalau Sabtu atau Minggu, Mas Gy lagi enggak ada kerjaan gitu." Ucapnya, yang berpotensi bikin aku merasa dituduh merampas anaknya. Tapi, apapun analisaku dikepala, sekarang, aku berusaha untuk tetap menyimpannya di kepala. Selama, gak ada tindak lanjut apa-apa, dari ucapan mertuaku.

Aku yang sedang duduk di sebelah Gyan, yang lagi konsetrasi mengemudikan mobil, menoleh ke Gyan dan menyentuh lengannya dengan lembut. Gyana, duduk di baby car seat di belakang, sambil sibuk dadah-dadahin bus-bus yang lewat. Kebanyakan bergaul sama Abyan, jadinya ngefans sama bus.

"Babaaaaay. Babaaaaay. Uuuuu.... babaaaaay." Ocehnya, entah sudah keberapa kali.

"Mas." Panggilku dan Gyan hanya menggumam. "Bingung ih. Mau kasih buah tangan apa ya, ke Zara? Kemarin, dia gak datang ke ulang tahun Gyana, tapi bonusannya banyak banget. Aku tuh jadi sungkan. Tapi, aku bingung, mau kasih orang kayak Zara tuh, apaan?,

Our Baby Crib JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang