Jadi..... setelah kehebohan Gyana gangguin Arsya makan, yang sejadi-jadinya heboh sampai Arsya antara makan dan pegangin Gyana? Jadi akhirnya aku tuh gak tega, lihat Arsya makan jadi keganggu. Walau Zara kelihatan ketawa-ketawa aja.
Aku sungkan sama Zara, karena takutnya dia ada bete-betenya, lihat anaknya udah lagi capek, mau makan, malah jadi baby sitting anak orang. Aku akhirnya beranjak berdiri dan mau mendekat ke Gyana dan Arsya "Gyana. Abang Arsya makan dulu, Gyana sama ...." Aku gak bisa menyelesaikan kalimatku.
Entah kenapa, hamil kali ini, aku benci banget sama bau daun bawang yang kena ke makanan panas. Makanan panas apapun. Mie instan, kuah sup, martabak telur pokoknya yang bikin aroma daun bawangnya tuh jadi naik.
Dan....
"Mmpphhh!" Aku membekap mulutku dan Arsya juga bengong lihatin aku, sambil posisinya ditiban Gyana dan mukanya lagi digrawukin sama batita yang kusinyalir lagi caper berat ini. "Tante kenapa..?" Aku gak sanggup jawab pertanyaan Arsya, karena aku langsung melesat ke pantry dan dengan gak sopannya, muntah disitu sejadi-jadinya.
"Eeeh. Olaa???" Suara Zara kedengaran dan aku mendengar langkah hentakan hak sepatu, yang berjalan cepat, mendekat ke arahku. Aku merasakan pijatan di pundakku.
"Yaampun. Muntahnya banyak banget? Kamu tadi belum makan, ya? Ayo muntahin aja enggak apa-apa. jangan ditahan." Ucapnya lembut sambil terus mengusap pundakku.
"Aku enggak..." Aku gak bisa melanjutkan karena aku memuntahkan lagi seisi perutku. Mau nangis rasanya, kalau mulai muntah modelan marathon gini. Walau gak setiap hari aku muntahnya begini gayanya. Tapi, kalau lagi kumat, rasanya kesiksa banget. Karena aku, seharian bakalan lemas.
"Abaang." Suara Zara mengalun lembut. Ini orang, aku curiga, gak bakalan bisa ngejerit gaya band rock, ala Nana kalau mulai ngereog lihat anak-anaknya. Duh, sempat-sempatnya aku julid.
"Coba, Abang tanya daddy, nomor telepon Om Gyan berapa?" Tanya Zara dan yang jawab bukan Arsya. "BABA???" Malah sibuntal yang jawab. "Iyaa. Baba ya?" Zara menjawab sambil tertawa dan mengusap lembut punggungku. "Lemes banget, La? Kuat jalan gak? Ke kantorku aja, ya? Disana ada sofa bed, bisa rebahan?" Ajaknya dan aku gak sanggup jawab apa-apa.
Aku berusaha menegakan badan dan ada suara "Aduh! Na! Ihh.. sebentar dong, Na!" Dan waktu aku nengok ke Arsya. Gyana lagi berusaha rebut hp dari tangan Arsya dengan muka geregetan. "Gyana!" Arsya menatap Gyana berusaha memperingatkan. Tapi Gyana malah cengingisan nyebelin.
"Gyana, gendong Mama yuk?" Ajakku dan Gyana nengok ke aku sambil masih ketawa-ketawa dan pegangan baju Arsya. Bau-bau enggak mau dilepas. Posesif amat sama anak orang, Nak? Babamu tahu? Bisa atraksi kuda lumping dia. Anak gadis kesayangan Baba, berani naksir lelaki lain selain Baba.
Ingat, Gyana. Kata Baba. Sampai usia 21 tahun, hanya Baba lelaki yang boleh bersarang di hatimu. Setelah 21 tahun? Itu gimana mood Baba katanya.
"No!" Jawab Gyana sok galak. Alisnya nyureng dan dengan manisnya, menyandarkan pipi di dada Arsya. Astagfirullah aladzim, anaknya Gyan. Agresif bener sama lelaki? Harus aku tatar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Baby Crib Journey
RomanceKhusus buat yang masih mau lihat lanjutan OLAGYAN dan ekor-ekornya. find out yourself inside. Ini hanya kumpulan extra parts dari OLAGYAN jadi bisa update kapan aja, bisa juga berhenti kapan aja. so enjoooy