Gyana dari tadi sibuk mondar mandir, dengan roti miki mos nya yang gak dia lepas-lepas. Terus aja dia peluk dengan penuh kasih sayang.
Sambil menunggu Baba sarapan, anak bayi baru bisa jalan ini, muter-muter diseputaran Baba tentunya, sambil sibuk memeluk roti miki mos. "Baba! Mamam!" Katanya sambil nuding Babanya dengan telunjuk bujelnya. Gyan yang lagi asik suap lontong sayur yang tentu aja beli, nunduk dan tersenyum. "Iya, Papa makan dulu, ya?" Kata Gyan dan Gyana gak beranjak pergi "Mamam!" Katanya lagi dan Gyan mengulang jawaban "Iya, Papa makan." Dan Gyana masih juga gak beranjak pergi, menatap Gyan dengan mata yang mengerjap-ngerjap.
Gyan kembali menyuap makanan dan Gyana masih disitu aja. Aku hanya ketawa, sambil memasukan beberapa bungkus snack ke dalam diaper backpack Gyana. Kami mau ke dokter, sehabis Gyan sarapan dan bersih-bersih badan. Gyana masih mendongak dan menatap Papanya, dengan mulut mengecap-ngecap. Si Baba masih gak ngertiin juga.
Sabar ya Gyana, laki-laki memang begitu. Suka enggak peka. "Baba Mamam." Gitu aja terus ini berdua. Kayaknya kalau Mama gak pernah jadi wasit, ya bakalan begini terus sampai Gyana ulang tahun.
Eh iya, ngomongin Gyana ulang tahun, aku belum hubungi Mbak Zara untuk konsep kue ulang tahun Gyana. Iya, aku dan Gyan padahal udah sok ideal, ulang tahun pertama gak usah di apa-apain, anaknya juga gak bakalan ngerti. Tapi, setiap ketemu keluarga dan mereka 'eeeee...ada yang mau ulang tahuun.' Lalu aku jadi luluh lantak.
Rencananya, antara di coffeecoustic atau dirumah orang tuaku aja rayainnya.
Kenapa gak di rumah mertua? Naah naah naaah...udah pada mau julid kan kalau udah begini? Begini, rumah orang tuaku, lebih besar dari pada rumah mertuaku. Bukan karena lebih kaya, tapi memang mertuaku, benar-benar merancang rumah untuk ditinggali hanya bertiga. Kamar tamu aja kecil banget. Karena, pas bangun rumah itu, Gyan memproyeksikan dirinya akan selalu ada disitu nemenin Mamanya.
Gyan sempat punya pikiran, enggak mau nikah dan jadi ninggalin Mamanya, karena merasa kasihan sama Mamanya. Gendispun begitu. Dan sekarang Gyan khawatir, Gendis masih seperti itu.
Tapi, katanya, pikirannya Gyan berubah, sejak lihat Mas Andra menikah dan masih bisa memperhatikan orang tua bahkan mertua. Gyan dulu takut, kalau punya istri dan istrinya gak sayang Mamanya, nanti Gyan dipaksa pergi dari Mamanya.
Gyan dulu, memegang prinsip mendingan gak nikah dari pada ninggalin Mamanya sendirian. Cukup Papanya yang meninggalkan Mama, tapi Gyan jangan.
Semuanya berubah, seiring Gyan belajar lebih banyak lagi tentang agama. Alhamdulillahnya, waktu Gyan memutuskan untuk naksir aku, Gyan pas lagi mengobati pikirannya untuk gak menikah itu. Dia sadar, pernikahan yang baik dan sehat, gak akan membuat dia jadi harus 'meninggalkan' orang tua.
Secara fisik mungkin memang mau enggak mau. Tapi, secara emosi dan moril, Insha Allah kalau di bina dengan baik, enggak akan.
Untung aku gak jadi kayak Nana waktu sama Abram, dicintai tanpa ada niatan di nikahi. Ahahahaha si Om Ganteng itu kemana ya? Sok sibuk. Tapi, sejak menikah kami memang menjaga jarak banget sih. Malah Gyan yang suka kontakan sama Abram, masalah bagi-bagi proyek. Abram suka ada teman-teman dari kalangan old money nya yang nanya arsitek yang bagus dan Abram bakalan langsung oper ke Gyan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Baby Crib Journey
RomantikKhusus buat yang masih mau lihat lanjutan OLAGYAN dan ekor-ekornya. find out yourself inside. Ini hanya kumpulan extra parts dari OLAGYAN jadi bisa update kapan aja, bisa juga berhenti kapan aja. so enjoooy