33

958 213 54
                                    

Akhirnya ia kembali pulang juga.

Sherry menatap senang pada hamparan awan putih di bawah sana. Setiap kali pergi menggunakan transportasi udara, hal yang paling ia kagumi adalah pemandangan indah yang selalu bisa di nikmati. Ya walaupun tidak banyak pemandangan indah yang bisa ia lihat jika langit sedang tidak baik-baik saja.

Tapi untuk kali ini pemandangan putih biru yang terlihat dari sini sungguh memanjakan mata.

Perjalanan bulan madu yang jauh lebih singkat dari yang di rencanakan ini memberikan sedikit kesan di hati Sherry. Ia bahagia bisa mengelilingi beberapa negara yang tidak mungkin bisa ia kunjungi jika tidak bersama dengan Dave Jhonson.

Dave bukan hanya memberikannya sebuah kenyamanan tapi pria ini juga memberikannya sebuah harapan.

Harapan yang menakutkan.

Yaitu sebuah rasa. Sherry benar-benar tidak tahu kapan rasa ini bertahta di hatinya. Rasa itu muncul begitu saja tanpa bisa ia cegah.

Namun memikirkan kembali kenyataan awal kenapa mereka menikah membuat Sherry mengubur perasaannya dalam-dalam.

Ia tidak ingin terluka oleh perasaannya sendiri terlebih ada beberapa hal yang Dave sembunyikan darinya, terutama mengenai Claire.

"Kau melamunkan apa, Ma Cherie?" Tanya Dave yang sejak mereka duduk sudah menyandarkan kepala di bahu Sherry.

"Aku hanya mengagumi pemandangan dari sini," jawab Sherry sambil memperhatikan semua yang berada di dekatnya. "Kenapa para pria disini terlihat lelah seperti itu?" Tanya Sherry dengan suara pelan, hampir seperti bisikan. Ia melihat ke arah Raka Abimayu, Joshua Alexander dan juga Lucas Geonandes sedang terbaring dengan wajah kusut.

Dave terkekeh kecil dengan mata terpejam. "Mereka sibuk semalaman meminta maaf pada para istri mereka yang sedang merajuk."

"Merajuk kenapa?"

"Hal biasa. Para suami sedang protes dengan segala sifat yang di miliki oleh wanita."

Alis Sherry terangkat naik. "Pantas saja tadi aku melihat hal yang tidak biasanya dari Arell, Al dan juga Freya."

"Wanita yang sedang marah itu menakutkan, ya?"

"Tentu saja. Jadi jangan pernah membuat seorang wanita marah, Dave."

"Apa aku pernah membuatmu marah, Ma Cherie?"

Sherry mendengkus. "Apa kau perlu menanyakan sesuatu yang kau sendiri tahu jawabannya, Dave?" Tanya Sherry dengan nada sarkas.

Dave tertawa kecil. "Aku hanya bertanya, siapa tahu aku tidak pernah membuatmu marah."

Keduanya diam. Sherry kembali mengalihkan pandangannya pada hamparan putih di luar sana.

"Maaf mengganggu. Bisa kita berbicara sebentar, Tuan?"

Dave membuka matanya menatap Brian yang sedang berdiri dengan wajah gugup. Alisnya terangkat heran.

Apa sedang terjadi sesuatu?

Dave menegakkan tubuh lalu berdiri di ikuti Raka, Lucas dan Josh. Meninggalkan Sherry yang masih asyik menatap pemandangan indah di luar sana.

Hanya sebentar sebelum Dave kembali lalu menyandarkan kepalanya di bahu Sherry.

"Ada apa?" Tanya Sherry pelan. Ia melirik ke arah Raka, Lucas dan juga Josh yang tampak terburu-buru menghampiri ruangan dimana para istri mereka berada. "Kenapa mereka terlihat panik, Dave?"

Dave diam tak menjawab. Ia perlu waktu sebentar untuk meredam emosi yang mulai membakar hatinya.

"Dave?" Panggil Sherry saat ia tidak mendapatkan jawaban sama sekali dari pria ini. Ada apa sebenarnya? Kenapa raut wajah semua sahabat Dave tampak tidak baik-baik saja? "Ada apa?"

Dave menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan keras. Ia mengulang hal itu berkali-kali berharap amarah yang membakarnya mereda. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya sedang marah."

"Dengan siapa?" Tanya Sherry penasaran. Dave tidak mungkin marah tanpa alasan yang jelas bukan?

"Lupakan saja," Dave menarik diri lalu menatap Sherry. "Aku selalu melihat kau sangat menyukai pemandangan di luar sana. Apa kau mau melihatnya lebih jelas?"

Alis Sherry terangkat naik. "Apa maksudnya? Aku sudah melihat pemandangan di luar sana dengan sangat jelas."

"Mau mencoba sky diving bersamaku?"

Ajakan itu membuat Sherry terdiam cukup lama. "Tapi aku belum pernah sama sekali melakukannya, Dave."

"Kau bisa melakukannya bersamaku, Ma Cherie," jawab Dave datar sambil melirik arloji yang ia kenakan sebelum mendekati Sherry lalu mencium kening wanita itu lembut. "Tidak perlu mencemaskan apapun. Yang perlu kau ingat adalah aku tidak akan pernah membuatmu atau membiarkanmu terluka, Sherry."

Sherry terdiam. Jarang sekali Dave memanggilnya langsung seperti itu. Ia mencoba membaca apa sebenarnya yang Dave sembunyikan tapi kemudian ia mengangguk setuju.

Dave sebenarnya tahu wanita di depannya ini masih ingin menanyakan sesuatu. Tapi saat melihat Sherry mengangguk setuju membuatnya tersenyum lega.

Satu tangan Dave terangkat untuk mengelus puncak kepala Sherry sebelum berdiri dan pergi menemui yang lainnya.
***

"Kalian sudah memberitahu istri kalian masing-masing?" Tanya Dave datar tanpa ekspresi. Ia memijit pangkal hidungnya yang mulai terasa nyeri memikirkan semua yang terjadi saat ini.

"Sudah," jawab Lucas tak kalah datarnya. Pria itu menghela napas berat sambil menjambak rambutnya keras. "Aku pasti akan membunuh siapapun yang telah berani melakukan ini pada kita."

Sementara itu Mikayla, Brian, Astaroth dan juga Circle berdiri sejajar dengan kepala tertunduk dalam tidak berani menatap Dave yang sedang duduk di hadapan mereka. Mereka tampak merasa bersalah karena terjadi hal seperti ini padahal mereka selalu mengawasi semuanya.

"Usahakan mendarat tidak terlalu jauh dari daratan," jawab Raka lelah. Ia tahu hal seperti ini akan terus terjadi selama mereka masih hidup. Untuk itu lah ia amat sangat bersyukur Arell mau mengerti dengan keadaan genting seperti ini. Raka mengalihkan pandangannya pada empat bawahan Dave, maniknya menyorot tajam. "Aku pasti akan mengubur kalian hidup-hidup jika sampai terjadi sesuatu pada anakku yang belum lahir akibat kelalaian kalian."

"Musuh seperti apa yang dengan berani menantang dan mengganggu kita lagi dan lagi seperti ini?" Tanya Josh dingin. "Untuk ke depannya langsung bunuh saja siapapun yang mengganggu."

Dave menghela napas berat. Maniknya menyorot lurus ke arah Brian, Mikayla, Astaroth dan juga Circle bergantian. "Aku selalu mempercayai bahwa kalian semua bisa ku andalkan. Tapi kenapa kalian selalu saja mengecewakanku lagi dan lagi?"

Keempatnya seketika berlutut masih dengan wajah tertunduk dalam. Mereka tidak ada yang berani bersuara. Bungkam dalam rasa ngeri akibat tatapan menusuk yang di berikan tuan mereka.

Dave berdiri. Kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celana panjang lalu menatap ke empatnya bergantian. "Pastikan tidak ada yang terluka atau aku akan ikut mengubur kalian hidup-hidup," ucapnya sambil berlalu.
***

AUTHOR YAKIN BANGET INI PASTI PADA NGAMUK DENGAN BILANG KOK DIKIT AMAT THOR😂🙏  MAAF YA MINNA.. AUTHOR BENAR2 SIBUK KARENA AKHIR TAHUN KERJAAN NUMPUK.. PENGEN UP DI UNDUR TAPI GK ENAK .. JADI CUMA SEGINI DULU YANG BISA AUTHOR UP..

TANGGAL 9 TAHUN DEPAN AUTHOR UP DUA BAB SEKALIGUS DEH SEBAGAI PERMINTAAN MAAF 🙏😘🤗

DRAMA 365 HARI BENTAR LAGI BAKALAN USAI NIH.. SEMOGA APAPUN YANG KITA INGINKAN YANG TIDAK BISA TERWUJUD TAHUN INI SEGERA TERWUJUDKAN DI TAHUN DEPAN YA DEAR. AAMIIN 😘🤗

SEE YOU 😘😘😘❤️😘😘😘💋💖

STAY WITH ME#4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang