71

746 151 57
                                    

Butuh pengendalian diri yang kuat untuk bisa melewati jalan yang menoreh luka di setiap langkah. Kesakitan yang ia terima melebihi ambang batas yang sanggup ia hadapi.

Dunianya hancur sudah, berserakan tepat di bawah kakinya. Sherry tak lagi mengharapkan apapun. Harapan hanya akan menimbulkan luka baru yang sama menyakitkan.

Ia bahkan tidak bisa lagi untuk menangis. Air matanya seakan mengering setelah beberapa jam yang lalu ia meratap kepergian anak yang berada di dalam kandungannya.

Sherry terluka begitu dalam. Rasa sakit menghancurkan seluruh hatinya. Dan pemberi luka itu adalah pria yang ia anggap sebagai dunianya dulu.

Kenapa? Kenapa semuanya harus berakhir menyedihkan seperti ini? Apa sebenarnya salah yang sudah ia lakukan hingga menerima balasan teramat menyedihkan seperti ini?

Pintu kamar yang Sherry tempati di ketuk pelan lalu terbuka memperlihatkan pria tua yang ia temui saat membuka mata datang bersama beberapa orang yang tidak ia kenali.

"Apa kau sudah merasa lebih tenang, Nak?" Tanyanya perhatian. Ia sudah cukup lama berdiri di depan pintu untuk menunggu, mendengar jerit kesakitan yang juga melukai perasaannya.

Sherry menggangguk pelan. "Terima kasih sudah memberikanku waktu untuk menangisi kepergian bayi-bayiku, Tuan," ucapnya dengan suara serak yang terdengar mengerikan bahkan di telinganya sendiri.

Pria tua itu menganggukkan kepalanya mengerti. Dengan langkah tegap meskipun di bantu tongkat, ia berjalan mendekat lalu duduk di sofa yang terdapat di kamar itu. "Aku mengerti rasa sakitnya, Sherry. Aku juga mengalaminya saat kehilangan istri dan juga putri kesayanganku dulu."

Sherry diam. Ia sendiri tidak tahu harus mengatakan apa dalam situasi seperti ini. Sherry menatap pria tua itu lalu beralih memandang tiga orang pria yang tadi ikut masuk.

"Ah, aku benar-benar bodoh. Bagaimana mungkin aku lupa memperkenalkan diri," Pria tua itu terkekeh sambil menepuk keningnya pelan. "Namaku Adamson Yu. Kau bisa memanggilku Kakek jika berkenan. Jika tidak aku tidak akan memaksanya. Dan semua yang berada di sini adalah anak-anakku. Perkenalkan diri kalian."

Seorang pria dengan setelan jas lengkap berdiri lalu tersenyum hangat. "Aku Charles Yu. Putra tertua di keluarga ini, Sherry," ucapnya memperkenalkan diri. Ia ingin sekali memeluk Sherry namun mengurungkan niat karena ia takut wanita itu tidak akan nyaman.

Pria di sebelah Charles ikut berdiri untuk memperkenalkan diri. "Aku putra kedua. Namaku Lison Yu," seorang pria yang juga mengenakan setelan jas mahal memperkenalkan diri. Meskipun ia tidak tersenyum tapi wajah dinginnya tidak memberikan kesan menakutkan di mata Sherry.

"Dan aku anak bungsu di rumah ini. Namaku Moses Yu, karena usiaku masih terbilang muda. Tolong jangan panggil aku Paman. Kau bisa memanggilku Moses saja," ucap seorang pria yang mengenakan pakaian santai dengan riang. Senyuman yang menawan di kombinasikan dengan wajahnya yang tampan sungguh sebuah kesatuan yang sempurna.

Sherry sebenarnya ingin membalas sapaan hangat semua orang yang berada di ruangan ini namun entah kenapa tidak ada keinginan sama sekali untuk melakukannya. "Maaf, tapi aku benar-benar tidak tahu harus bersikap seperti apa sekarang," ucapnya pelan.

"Kami mengerti, Sherry," jawab Charles. "Kau sudah melalui banyak hal. Maaf karena kami baru bisa menemukanmu sekarang."

Adamson berdiri. Ia melangkah mendekat ke arah ranjang bersama dengan seseorang pelayan yang baru saja masuk sambil membawa sebuah album foto berukuran besar. Adamson lalu duduk di sisi ranjang sambil memangku album foto. "Kau mungkin masih belum bisa memahami apa yang terjadi saat ini, Sherry. Tapi kau benar-benar cucu perempuanku. Kau anak dari putriku yang berharga."

STAY WITH ME#4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang