78

912 155 119
                                    

Azlen mengetuk pintu kamar sang adik dengan tidak sabar. "Ale, buka pintunya! Aku membawa kabar gembira untukmu!" Ujarnya sambil terus mengetuk pintu kamar Azalea yang masih tertutup rapat.

Tidak ada jawaban dari dalam sana membuat Azlen tidak menyerah. Ia terus saja mengetuk pintu kamar agar sang adik segera keluar.

"Ale? Aku serius! Kau pasti tidak akan menyesal jika membuka pintu ini untukku!"

Hanya butuh beberapa detik sebelum pintu kamar terbuka dan Azalea tampak mengintip dari balik pintu. Wajahnya tampak sembab dengan mata sedikit bengkak. "Jangan menggangguku, Azlen."

"Ale habis menangis?" Tanya Azlen perhatian. Tangan kecilnya terulur menyentuh kepala sang adik. "Boleh aku masuk sebentar? Aku yakin setelah ini kau pasti akan turun ke bawah bersamaku."

Sebenarnya Azalea sedang tidak ingin di ganggu siapapun termasuk Azlen. Tapi ucapan Azlen tadi membuatnya bimbang. Dengan berat hati, ia akhirnya memilih untuk membuka lebar pintu kamarnya mempersilahkan Azlen masuk.

"Katakan saja dengan cepat, Azlen," ucap Azalea dengan suara serak lalu berjalan menuju tempat tidurnya yang tampak berantakan.

"Ale ingin bertemu Mom?"

Pertanyaan itu membuat langkah kaki Azalea terhenti seketika. Manik itu menoleh menatap Azlen bingung. "Tentu saja Ale ingin bertemu Mom. Kenapa Azlen harus menanyakan sesuatu yang sudah Azlen tahu jawabannya?"

"Maksudku sekarang."

Manik Azalea membola. Seketika raut wajahnya berubah cerah seperti mentari pagi. Ia dengan cepat mendekati Azlen yang sedang tersenyum ke arahnya. "Sungguh?" Tanyanya tak percaya. "Kita akan bertemu Mom sekarang?!"

Azlen mengangguk sebagai jawaban. Reaksi yang Azalea berikan adalah hal yang sudah Azlen prediksi sebelumnya. "Tapi sebelum itu aku mau Ale berjanji satu hal dulu padaku."

"Apa?"

"Ale, apa kau tahu alasan kenapa Dad belum bisa membawa kita bertemu dengan Mom?" Tanya Azlen yang di jawab gelengan kepala dari sang adik. "Itu karena Mom sedang bermasalah dengan ingatannya."

"Apa maksudnya, Azlen?" Tanya Azalea bingung.

"Mom kehilangan ingatannya, Ale," jawab Azlen yang membuat Azalea terdiam. "Mom melupakan Dad, dia melupakan semua yang berhubungan dengan Dad."

"Termasuk melupakan kita?" Tanya Azalea dengan manik berkaca-kaca.

Azlen mengangguk dengan berat hati. Ia meraih kedua tangan Azalea lalu menggenggamnya erat. "Ale, mungkin ucapanku ini akan terdengar egois bagimu. Tapi menurutku, meskipun Mom tidak mengingat kita, kita masih bisa membuat ingatan Mom kembali. Kehilangan memori masih bisa di sembuhkan. Aku pernah melihatnya di drama televisi," Azlen berusaha meyakinkan sang adik yang masih terdiam.

"Lalu apa yang mau Azlen minta dariku?"

"Bersikaplah seperti orang asing di depan Mom," ucap Azlen yang membuat air mata Azalea mengalir. "Aku tahu itu menyakitkan Ale. Tapi setidaknya kita bisa bertemu langsung dengan Mom. Kita masih bisa berbicara dengan Mom, tidak seperti sebelumnya yang hanya bisa memandang Mom lewat foto. Kau bisa melakukannya?"

Ucapan Azlen benar. Ini menyakitkan. Sungguh menyakitkan menjadi asing untuk seseorang yang selama ini ia tunggu kehadirannya.

"Ale bisa melakukannya?" Tanya Azlen mengulangi ucapannya.

Azalea menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan keras. "Aku akan berusaha, Azlen."

"Kalau begitu ikut turun bersamaku. Mom sedang di bawah sekarang."

STAY WITH ME#4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang