Pagi ini Dave terbangun dengan rasa mual yang hebat. Ia segera berlari ke arah kamar mandi lalu mulai mengeluarkan semua isi perutnya. Pria itu tampak berpikir, apa sebenarnya yang ia makan kemarin malam hingga membuatnya muntah hebat seperti ini di pagi hari.
Dave merasa tubuhnya begitu tak bertenaga sehabis mengeluarkan semua isi perutnya. Pria itu terduduk di atas kloset dengan satu tangan menutup mulut. Ia ingin kembali muntah tapi tidak bisa mengeluarkan apa-apa.
"Dave? Kau baik-baik saja?" Tanya Sherry yang berdiri di depan pintu sambil berjalan mendekat. Ia menatap Dave dengan tatapan cemas. Sherry terbangun dari tidurnya karena mendengar suara berisik dari arah kamar mandi. Wanita itu mengulurkan tangannya menyentuh kening Dave yang berkeringat untuk memastikan apa pria itu kembali demam. Tapi suhu tubuh Dave terasa sama seperti suhu tubuhnya. "Kau baik-baik saja?" Tanya Sherry mengulang pertanyaannya.
"Entahlah. Perutku mual sekali," jawab Dave dengan nada lemah. Ia memandang wajah cemas sang istri lalu memaksa untuk tersenyum. "Sepertinya aku salah makan kemarin."
"Aku akan memanggil dokter," ucap Sherry seketika berbalik namun di tahan oleh Dave.
"Tidak perlu memanggil dokter, Ma Cherie. Aku memiliki obat paling mujarab-ku sendiri," Dave menarik tangan Sherry kembali ke kamar. Mendudukkan wanita itu di tepi ranjang kemudian ia berbaring di atas pangkuan Sherry sambil memejamkan mata. "Seperti ini sudah jauh lebih baik," dan Dave benar-benar tidak berbohong mengenai itu. Rasa mual yang tadi masih sempat ia rasakan perlahan menghilang. Entah karena tidak ada lagi yang bisa di keluarkan dari perutnya atau memang pangkuan Sherry memberikan rasa nyaman yang begitu menghangatkan.
"Benarkah?" Tanya Sherry tak yakin. Apa pangkuannya memang se-mujarab itu?
"Hmm," jawab Dave masih terus memejamkan mata. "Apalagi jika di tambah dengan elusan di rambutku, mungkin akan jauh lebih baik lagi."
Mau tidak mau Sherry mengulum senyum. Pria ini walaupun dalam keadaan sakit seperti ini selalu bisa memberikannya kata-kata yang bisa membuat tersenyum. Sherry menurut, ia mengusap rambut Dave membuat pria itu mengulas senyum manis.
"Aku tidak tahu kenapa bisa memuntahkan semua isi perutku seperti itu," keluh Dave seperti anak kecil yang sedang mengadu kepada ibunya. "Dan aku benar-benar lupa apa yang ku makan tadi malam sehingga membuatku sakit perut pagi ini."
"Kau benar-benar tidak mau memanggil dokter untuk datang memeriksa?" Tanya Sherry memastikan. "Wajahmu terlihat pucat."
"Apa kau sedang mengkhawatirkanku, Ma Cherie?"
Sherry mendengkus. "Pertanyaan bodoh macam apa itu, Dave Jhonson?" Tanya Sherry. "Apa aku tidak boleh mengkhawatirkan suamiku sendiri?"
"Aku tidak akan melarangnya," kekeh Dave. "Aku senang kau memiliki perasaan seperti itu padaku, Ma Cherie."
Aku selalu memiliki perasaan itu, Dave. Tapi aku tidak pernah selalu bisa menunjukkannya secara langsung padamu, ucap Sherry dalam hati. Ya memang seperti itu lah kenyataannya. Menikah dengan pria berbahaya seperti Dave selalu membuatnya cemas. Terlebih ia sedikit tahu seperti apa sikap Dave kepada orang lain yang suka seenaknya tanpa memikirkan konsekuensi.
"Ma Cherie?"
"Hmm."
"Apa kau ingin berbelanja?"
Alis Sherry terangkat naik. Berbelanja? "Kenapa tiba-tiba ingin berbelanja?"
Dave membuka mata sambil menatap lurus ke arah manik Sherry. "Kita jarang berbelanja berdua. Aku juga ingin seperti para pria di luar sana yang terlihat senang menemani istri mereka berbelanja."
Mungkin hanya sebagian pria yang merasa senang menemani wanita berbelanja. Kebanyakan dari mereka memilih untuk melakukan kegiatan lain ketimbang menemani saat berbelanja. Dan sepertinya Dave Jhonson masuk dalam kategori pertama. "Baiklah kita pergi nanti."
***Sherry benar-benar tidak habis pikir bahwa berbelanja dengan Dave akan semerepotkan ini. Pria itu persis seperti wanita saat sedang berbelanja. Berkeliling tanpa membeli apapun. Dan jika membeli, Dave pasti meminta sesuatu yang tidak ada.
"Kau hanya ingin membuatku kesal, bukan?" Tanya Sherry jengkel. Saat ini mereka berdua sedang berbelanja keperluan dapur. Sherry sedang menimbang hendak membeli beberapa ikan segar tapi Dave menolak karena tidak suka dengan bau nya.
"Aku tidak menyukai ikan itu, Ma Cherie. Bau nya amis sekali."
"Tapi jika sudah menjadi masakan tidak akan berbau lagi, Dave!" ujar Sherry dengan nada jengkel. "Dan lagi sejak kapan kau tidak suka ikan?" Karena sejauh yang Sherry tahu Dave selalu memakan apapun hidangan yang di sajikan oleh koki rumah walaupun menu mereka ikan.
"Sejak saat ini aku tidak suka ikan!" jawab Dave dengan nada seperti anak kecil. "Kita beli yang lain saja, Ma Cherie."
Sherry menarik napas panjang. Mengingat lagi sebenarnya mereka berbelanja saat ini hanya untuk bersenang-senang saja. Karena semua kebutuhan dapur sudah tersedia lengkap di rumah. "Jadi kau ingin membeli apa?"
"Buah saja bagaimana?" Tanya Dave sambil melirik ke arah tempat buah-buahan berada. "Kita kesana," ajaknya sambil menarik tangan Sherry agar mengikutinya.
"Sepertinya strawberry itu terlihat enak," ucap Dave sambil menunjuk strawberry yang tersusun rapi di etalase.
"Beli saja."
"Tapi sepertinya anggur juga enak."
"Beli saja semuanya," jawab Sherry malas. Biasanya Dave yang akan selalu mengatakan itu jika ia ingin membeli sesuatu tapi bingung ingin membeli yang mana.
"Tapi aku hanya ingin salah satunya, tidak keduanya."
Tarik napas perlahan, keluarkan. Tarik napas lagi, hembuskan perlahan. Sherry mengulang kalimat itu dalam hati berkali-kali untuk menghilangkan rasa jengkel yang sepertinya sudah melewati batas maksimal. "Jangan menguji batas kesabaranku, Dave. Beli saja keduanya atau kita pergi dari sini sekarang juga."
"Baiklah kita beli anggur saja walaupun aku sebenarnya ingin sekali keduanya."
Sherry tak mengubris. Ia mengambil kedua buah yang tadi Dave sebut lalu menaruhnya di dalam troli belanja. "Mau membeli apa lagi?"
"Susu!" Jawab Dave semangat.
"Bukankah kah pernah mengatakan bahwa kau tidak terlalu suka susu?"
"Aku menyukainya sekarang, terlebih,,"ucap Dave sambil menatap ke arah dada Sherry dengan senyum lebar. "-yang itu."
Sherry mendengkus lalu berjalan ke arah tempat dimana tersusun banyak jenis susu. "Kau mau rasa apa?"
"Coklat terlihat lezat. Tapi vanila juga tampak enak. Sebaiknya aku minum yang mana, Ma Cherie?"
Lagi, Sherry mengulang kembali mantra yang tadi selalu ia gumamkan dalam hati. "Ada apa denganmu hari ini, Dave? Kenapa aku merasa kau hanya ingin membuatku marah?"
Dave berjalan mendekat lalu mengusap wajah Sherry lembut. "Aku hanya ingin menanyakan pendapatmu, Ma Cherie."
"Beli saja keduanya."
"Tapi aku hanya ingin salah satu dari mereka," jawab Dave tanpa rasa bersalah.
"Coklat."
"Tapi vanila juga terlihat enak."
"Kalau begitu vanila."
Dave tampak menimbang. "Sebaiknya beli coklat saja," putusnya sambil meraih beberapa susu coklat. "Ayo kita bayar."
Sherry menurut. Baru beberapa langkah mereka berjalan Dave berhenti membuat Sherry ikut berhenti. "Kenapa?"
"Sebaiknya kita membeli susu vanila juga."
Cukup sudah! Setelah menginjak kaki Dave sekuat tenaga Sherry berlalu pergi dengan muka merah menahan marah dan tangan terkepal kuat.
***MAAF YA MINNA, PART KALI INI SINGKAT. AUTHOR NYA LAGI SIBUK2 NGURUS KERJAAN SAMA BUAT KUE UNTUK PERSIAPAN LEBARAN.. UNTUK PART DEPAN AUTHOR KASIH DUA DEH SEBAGAI PERMINTAAN 😔
ABAIKAN TYPO YA KARENA AUTHOR GAK SEMPAT NGEDIT.
SEE YOU NEXT PART,, 😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
STAY WITH ME#4
RomanceSERIES KE EMPAT DARI POSESIF-CRAZY ❤️LUCAS GEONANDES (MINE) ❤️JOSHUA ALEXANDER (I FOUND YOU) ❤️RAKA ABIMAYU (PROMISE) ❤️DAVE JHONSON (STAY WITH ME) UPDATE SETIAP TANGGAL 9, 19, 29 YA DEAR 🤗😘