75

1K 182 97
                                    

"Apa kau tahu siapa yang coba ku lupakan?"

Moses menatap Sherry yang bersandar sambil menopang wajah dengan telapak tangan. Pria itu menghela napas panjang. "Kenapa menanyakan hal itu?"

Sherry terdiam cukup lama. Entahlah, ia sendiri tidak tahu sebenarnya apa yang telah ia lupakan. Kadang hatinya merasakan nyeri luar biasa ketika merindukan seseorang tapi tidak tahu pada siapa rindu itu tertuju. "Aku hanya merasa bahwa aku melupakan sesuatu tapi aku tidak tahu apa yang ku lupakan, atau lebih tepatnya siapa," jawab Sherry pelan lalu menoleh memandang Moses yang juga tengah menatapnya. "Hati dan pikiran ini sama-sama milikku, tapi keduanya selalu bertindak berlawanan."

Moses menatap Sherry. Apa ia harus mengatakan semuanya?

Jujur, dari hati Moses yang paling dalam, ia tidak mau keponakannya harus berakhir menyedihkan seperti ini. Bagi Moses, ingatan adalah sesuatu yang berharga dan tidak boleh di rusak sama sekali. Karena hal itu pula, hanya dia satu-satunya anggota keluarga Yu yang menolak semua yang di inginkan sang ayah. Ia tidak setuju Sherry melupakan ingatannya. Dan ia juga tidak setuju tentang kedua bayi malang itu yang bahkan keberadaannya tidak pernah Sherry ketahui.

Tapi, bagaimana pun ia menolak, ia tidak bisa membantah keinginan dari Adamson.

"Kau tidak sedang melupakan apapun, Sherry," jawab Moses akhirnya dengan nada lelah. Ia ingin sekali mengungkapkan semuanya namun lagi-lagi menahan diri.

"Benarkah?"

"Hmm," Moses memalingkan wajahnya menatap pemandangan di luar. Ia menghindari tatap menuntut yang Sherry berikan.

Sherry tahu ada sesuatu yang saat ini di sembunyikan Moses darinya tapi memilih untuk diam saja.

"Moses?"

"Hmm."

"Kau sudah menyiapkan hadiah?"

Moses menoleh lalu tersenyum kecil. Bersyukur jika pembicaraan mereka sudah beralih menjadi topik yang menyenangkan. "Tentu saja sudah. Bagaimana denganmu? Kau pasti belum menyiapkan hadiah bukan?"

Sherry mengangguk mengiyakan. "Temani aku membeli hadiah."

"Sebenarnya kepulanganmu saja sudah menjadi hadiah untuk kami semua, Sherry."

Sherry tahu itu. Selama ini dirinya selalu di manja oleh semua orang di keluarga Yu. Apapun akan mereka berikan untuk membahagiakannya. Tapi meskipun begitu, kadang ada rasa kosong yang membingungkan di dalam hatinya. Ia menginginkan sesuatu tapi tidak tahu apa itu. "Seperti biasanya, ulang tahun Kakek pasti akan sangat meriah, bukan?"

"Tentu saja," jawab Moses. "Aku tahu kau tidak begitu suka berada di keramaian, kau bisa pulang setelah acara potong kue."

Sherry ingin sekali melakukan itu tapi akan sangat tidak sopan, bukan? Karena yang hadir nanti bukan hanya keluarga, tapi seluruh orang penting di negara ini. "Bolehkah seperti itu?"

"Siapa yang bisa menentang keinginan Tuan Putri keluarga Yu?" Tanya Moses menggoda sambil tersenyum lebar.

Mau tak mau, Sherry tersenyum kecil mendengar nada sarkas dari Moses.

"Kau tahu, Sherry? Kau jauh lebih cantik jika tersenyum seperti itu."

"Aku sering tersenyum, Moses."

"Ya, kau memang sering tersenyum. Tapi aku bisa melihat itu bukan senyuman, bagiku itu hanya sekedar sapaan kecil," ucap Moses dengan nada serius.

Sherry tak menjawab. Ia hanya memalingkan wajahnya menatap pemandangan di luar jendela. Moses selalu benar, adik bungsu sang ibu satu ini memang selalu bisa memahami dirinya. "Moses, apa kau tahu? Kadang kita di minta untuk berpura-pura tersenyum untuk menutupi sesuatu."

STAY WITH ME#4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang