90

951 156 86
                                    

Bagaimana caranya kau bisa membawa Mom pulang, Dad?" Tanya Azlen ketika sang ayah baru saja menutup pintu kamar utama. Ia sendiri terkejut saat tadi melihat ayahnya berjalan masuk ke dalam rumah sambil menggendong sang ibu yang tidak sadarkan diri.

"Tidak ada cara apapun, Nak. Dad hanya membawanya pulang," jawab Dave santai. Ia melangkah menuju ruang tamu sementara Azlen mengikutinya dari belakang.

"Melihat Mom tidak sadarkan diri seperti itu, kenapa aku berpikir kau sedang menculik Mom, Dad?"

Dave tertawa lalu duduk di sofa. Ia menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya mengisyaratkan Azlen untuk duduk di sana. "Ah, rupanya Azlen membaca dengan baik apapun yang Dad lakukan."

"Kau benar-benar menculik Mom, Dad?" Tanya Azlen tak percaya namun ia tetap patuh duduk di sebelah sang ayah. Maniknya menyorot penuh ingin tahu menunggu jawaban. Kedatangan sang ibu ke rumah hari ini benar-benar tidak ia duga sama sekali.

"Sebelum itu, kenapa kau tidak memberitahu Dad bahwa ingatan Mom sudah kembali?" Tanya Dave sambil menyentil pelan kening Azlen.

"Bagaimana Dad tahu?!" Tanya Azlen terkejut.

Dave mendengkus sambil memutar kedua bola matanya malas. "Kau masih terlalu kecil untuk menyembunyikan apapun dari Dad, Azlen."

"Bagaimana Dad tahu?" Azlen mengulangi pertanyaannya penuh ingin tahu. Padahal dia sudah berusaha untuk tidak memberitahu siapapun termasuk Azalea, tapi bagaimana ayahnya bisa tahu?! Apa sebenarnya yang sudah ia lewatkan?!

"Dad hanya memberi saran sedikit," Dave mengelus puncak kepala Azlen penuh sayang. "Lain kali jika Azlen ingin menyembunyikan sesuatu, Azlen harus melakukannya dengan semaksimal mungkin. Contoh, seharusnya Azlen jauh lebih bersedih ketimbang bersikap dan bermain seperti biasanya."

Azlen menghela napas berat sambil berpangku tangan. "Serba salah bertingkah di rumah ini, Dad," keluhnya. "Aku ingin berpura-pura bersedih, tapi Ale pasti akan ikut bersedih. Dan aku tidak mau Ale bersedih. So, what do you think, Dad? Apa yang akan Dad lakukan jika berada di posisiku?"

Dave terkekeh sambil mengangkat kedua bahu tak acuh. Ia sendiri juga tidak bisa menjawab pertanyaan yang Azlen berikan. "Kau sudah melakukan hal yang benar, Son," puji Dave tulus. "Apa Dad boleh tahu kenapa Mom meminta Azlen merahasiakan tentang ingatannya?"

"Mom tidak mengatakan alasannya, Dad," jawab Azlen jujur sambil menggeleng. "Dan Azlen tidak mau memaksa jika Mom tidak berkenan untuk mengatakannya," manik Azlen menyorot lurus ke arah sang ayah penuh tanda tanya. Ada sesuatu yang mengusiknya sedari tadi dan ia menginginkan sebuah jawaban. "Ada yang masih menjadi pertanyaan di sini. Apa Dad mengetahuinya hanya dari sikapku?"

"Tentu saja tidak," jawab Dave sambil menyandarkan tubuhnya. "Dad terlalu mengenal seperti apa ibu kalian."

"Seperti apa?"

Dave tertawa kecil dengan tangan terulur mencubit pipi Azlen gemas. "Semua tentang ibu kalian hanya Dad yang boleh mengetahuinya."

"Curang!" Sungut Azlen kesal. Tangan kecilnya mengelus kedua pipi meskipun tidak merasakan sakit. "Dad benar-benar tidak mau berbagi denganku? Dengan putramu sendiri?!"

Dave mengangguk yakin. "Dad tipikal pria pencemburu, Son," kekeh Dave senang. "Dan, ya. meskipun kau putraku."

Azlen berkedip beberapa kali sebelum mendengkus. Maniknya menyorot sinis pada sang ayah yang kini tertawa puas. "Pria menyebalkan!"

Gerutuan itu membuat Dave tertawa keras. Entah kenapa saat melihat raut kekesalan sang putra memberikan kesenangan tersendiri untuknya. "Menyebalkan adalah nama tengahku, Nak."

STAY WITH ME#4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang