74

941 165 61
                                    

"Dimana Tuan Putri?" Tanya Dave lalu duduk di sebelah Azlen yang tampak sibuk melukis sesuatu dengan menggunakan pensil kecil. Dave melirik sekilas lalu mengulas senyum manis saat melihat apa yang sedang anak ini kerjakan. Azlen sedang melukis wajah ibunya.

"Sedang bermain petak umpet bersama Mika, Brian, Circle, Astaroth dan juga David," jawab Azlen singkat tanpa menoleh. Ia saat ini sedang mewarnai rambut sang ibu dengan pensil warna.

"Tidak mau bergabung bersama mereka?"

"No, Dad. Itu permainan anak-anak."

Seketika Dave tertegun mendengar jawaban sang putra. Bukankah kah kau juga masih anak-anak? Tanyanya geli dalam hati. Well, dibandingkan dengan Azalea. Azlen memang lebih dari mampu berpikir lebih dewasa dari anak-anak seusianya.

"Jarang sekali melihatmu berada di rumah pada jam segini, Dad," Azlen melirik sang ayah yang duduk di sebelahnya sebelum kembali fokus mewarnai. Tidak heran ia menanyakan hal itu. Karena selama ini sang ayah selalu berangkat kerja begitu pagi dan pulang larut malam.

Dave tersenyum kecil. Ada nada sindiran dalam suara sang putra namun ia abaikan. "Mau ikut dengan Dad?"

"Kemana?"

"Melihat seseorang."

Azlen meletakkan pensil warna di atas kertas. Dadanya berdegup ketika memikirkan sesuatu yang sepertinya menyenangkan. "Kalau begitu ayo kita pergi sebelum Ale menyadarinya dan ingin ikut serta."
***

Suasana bandara tampak ramai siang ini dengan orang yang berlalu lalang. Dave dan juga Azlen sedang duduk di kursi tunggu sambil memperhatikan setiap manusia yang lewat.

Bandara adalah tempat dimana kebahagiaan dan juga tangis bercampur menjadi satu. Tempat luka dan tawa untuk bertemu. Bandara selalu menjadi tempat menjalin rindu yang terpisah jarak dan juga waktu.

"Dad, sebenarnya kita mau menjemput siapa?" Tanya Azlen sambil memainkan rubik di tangannya dengan lincah. Sesekali ia akan meminta sang ayah untuk mengacak-acak benda itu dan ia dengan cepat akan menyusun kembali warnanya.

Azlen tidak menyangka bahwa sang ayah akan membawanya ke tempat ini.

"Sebenarnya kita tidak sedang menjemput siapapun, seperti yang tadi Dad katakan. Dad hanya ingin melihat seseorang."

"Siapa?" Tanya Azlen dengan wajah penasaran. Sedetik kemudian tatapan matanya penuh binar ketika memikirkan sebuah kemungkinan yang mendebarkan. "Apa Mom, Dad?"

Dave mengangguk pelan. Ia mengusap rambut Azlen dengan sayang. "Tapi saat ini kita hanya bisa melihatnya dari jauh saja. Tidak apa-apa, kan?"

"No problem, Dad. Asal Azlen bisa melihat Mommy secara langsung," ucapnya riang sambil memperhatikan sekeliling mencari sosok wanita yang selama ini ia rindukan.

Dave melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Sebentar lagi. Dan benar saja. Tak lama setelah itu dari kejauhan, Dave melihat sosok itu.

Sosok wanita yang selama lima tahun ini begitu ia rindukan. Sherry berjalan sambil mendorong keranjang besar berisi beberapa koper. Seperti biasanya, wanita itu tidak pernah membawa pengawal walaupun Adamson Yu selalu menyediakan pengawal untuk menjaganya.

"Itu Mom, Dad," ucap Azlen pelan menatap lurus sosok yang selama ini hanya bisa ia lihat lewat foto dan lukisan yang begitu banyak terpajang di rumah. Kali ini ia melihatnya secara langsung namun tidak bisa menyapa bahkan memeluknya. Maniknya terus saja memperhatikan sang ibu yang berjalan dengan anggun. "Mommy sangat cantik."

Dave mengulas senyum menyetujui ucapan sang putra. Maniknya juga tidak berpaling sedikitpun mengikuti kemana Sherry melangkahkan kakinya. Ingin sekali rasanya Dave menarik wanita itu ke dalam pelukan.

STAY WITH ME#4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang