05. Ingatan

8.1K 669 17
                                    


.
.
.
.
.
"Danish mulai sekarang akan menggantikan posisi Janesh."

"Debut kalian sudah dekat, dan posisi Janesh tidak boleh kosong."

"Lo gak bisa main alat musik?"

"Sialan, kenapa lo gak bisa sebaik Janesh!"

"Jangan jadi pengacau disini!"

"Pelajari itu, lo harus hafal dalam waktu seminggu, karena debut kita seminggu lagi!"

"Bisa gak sih lo gak ngelakuin kesalahan waktu latihan!"

"Sialan, harusnya waktu itu lo kecelakaan bukannya Janesh!"

"Ck, lo gak bakal bisa sebaik Janesh!"

"Danish bangsat! Harusnya lo itu diem aja dan gak usah banyak tingkah. Tingkah lo itu bikin kita semua repot!"

"Pantes aja lo gak dianggep, karena lo gak sebaik Janesh!"

Danish membuka matanya seketika saat mengalami mimpi buruk, ah atau lebih tepatnya ingatan dari pemilik asli tubuh nya sekarang.

"Ck, sialan." Danish memejamkan matanya, sejak memutuskan menerima takdir jika saat ini dia adalah Danish, Agra tidak ingin lagi menyebut dirinya Agra. Dia adalah Danish, Danish yang baru.

"Ingatan itu benar-benar menyakitkan." Danish merubah posisi nya menjadi duduk bersila di atas ranjang, jangan lupakan matanya yang masih terpejam untuk menghilangkan rasa sakit di kepalanya.

Cklek

Danish tidak membuka matanya saat mendengar pintu kamar terbuka, dia tau jika itu bukan Erhan sudah pasti Savian, karena dari ingatan yang dia terima dia sekamar dengan Savian.

"Kalau sudah bangun cepat ke depan, bang Erhan sama yang lain udah nunggu disana." Danish menghela nafas saat mendengar suara Savian. Tidak bisakah laki-laki itu berbicara sedikit lembut? Kenapa nada suara nya terdengar menyebalkan untuk Danish.

"Iya." Savian mengernyit saat Danish hanya menjawabnya dengan satu kata. Padahal biasanya pemuda dua puluh tahun itu akan menjawabnya dengan panjang hingga membuat Savian jengah.

"Cepatlah." Danish terpaksa bangun dari ranjang nya, dia juga ingin melihat bagaimana member Akrala yang lain.

Dia ingat jika Akrala adalah grup baru yang debut sekitar tiga tahun lalu, anggotanya delapan orang. Tapi sayang dirinya yang dulu tidak pernah mendengar secara langsung lagu-lagi Akrala, karena dia tidak ingin merasa iri.

Dulu saat masih di raga lamanya, dia sangat suka musik, tapi dilarang melakukan itu oleh kedua orang tuanya, karena siapa? Tentu saja karena adik kembarnya yang selalu merengek tidak suka saat dia bermain alat musik.

Danish beranjak dan melangkah ke ruang keluarga, dimana dia melihat Erhan dan tujuh anggota Akrala sedang duduk di sofa.

"Danish kemari." Danish melangkah mendekat saat Erhan memanggilnya. Pemuda mungil itu memutuskan ikut duduk di sofa yang masih kosong.

'Hm, jadi ini Akrala. Mereka memang tampan tapi sayang perlakuan mereka pada Danish sebelas dua belas dengan setan!'

Danish tanpa sadar menatap lekat wajah-wajah anggota Akrala, memindai mereka seolah tengah mencoba mengenali bagaimana sifat mereka.

"Danish." Danish tersentak kaget saat Erhan menepuk pundaknya.

"Danish, lo baik-baik aja?" Danish menoleh saat mendengar suara lembut Kenzo, hal itu membuat Danish mengangguk kecil.

"Gue baik." Kenzo tersenyum manis mendengar jawaban Danish.

"Nah, Danish. Sesuai janji saya tadi siang, saya akan mengenalkan kamu lagi pada mereka." Danish hanya mengangguk.

Akrala (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang