.
.
.
.
.
Wiya menarik Yuvan menjauh saat Danish berdiri menghadap kaca, pemuda itu tidak habis pikir kenapa Yuvan menuruti permintaan Danish saat ini. Padahal biasanya Yuvan selalu menolak membiarkan Danish ikut berlatih malam hari seperti sekarang."Van, lo serius biarin dia ikut latihan?" Yuvan melirik sekilas kearah Danish yang masih diam dan mengangguk.
"Dia ada bener nya Wi, minggu depan jadwal kita udah banyak lagi dan juga persiapan comeback. Kalau sampai dia gak hafal koreo kita, bisa-bisa kita ikut di permaluin sama bang Bima." Wiya menghela nafas panjang, dia tidak bisa lagi mendebat karena Yuvan berkata benar. Entah kenapa Bima seperti tidak suka pada mereka, lebih tepatnya pada Danish.
"Ya udah lah, ayo latihan." Wiya kembali menghampiri Danish yang masih terdiam seperti saat mereka masuk.
"Heh bocah, lo mau tau koreo yang mana dulu?" Seharusnya Danish hanya tinggal menjawab, tapi pemuda itu justru menunjukan ponselnya.
"Gue tadi pagi liat semua video kalian, gue coba inget-inget koreo bagian gue dan sekarang gue mau kalian liat gue. Kasih tau seandainya gerakan gue ada yang salah." Wiya meyipit saat melihat jika yang di tunjukan Danish adalah live performance mereka di lagi Trims.
"Lo yakin mau ngapalin itu dulu? Gak mau yang lain dulu? Ombak gitu misalnya?" Danish menggeleng.
"Gue mau ini, dan kalian cukup liat aja!" Danish tanpa sadar menunjukan wajah kesalnya, yang berhasil membuat Wiya dan Yuvan tertegun.
"Tadi siang bang Ken gak mau meriksa gerakan gue, jadi kalian harus mau." Yuvan berdehem saat mendengar nada kesal Danish.
"Iya-iya udah sana mulai, Wiya puter musiknya."
.
.
.
.
.
Wiya dan Yuvan tidak menyangka jika gerakan Danish jauh lebih luwes di banding dulu, bahkan bisa di bilang sangat baik. Danish juga lebih ekspresif saat dance, berbeda dengan dulu yang bisa di bilang sangat kaku."Stop stop!" Wiya terpaksa mematikan musik saat Yuvan meminta Danish berhenti.
"Kenapa Van?" Yuvan menatap Wiya lekat.
"Udah selesai sampai sini, lo bocah balik ke rumah terus tidur. Kita gak mau di marahin bang Han kalau sampai lo sakit besok." Wiya akhirnya paham apa maksud Yuvan menghentikan Danish.
"Kenapa harus? Kalian aja masih disini." Yuvan menghela nafas panjang, dia tidak ingin kelepasan membentak Danish malam ini.
"Lo sekali-sekali nurut kalau di bilangin yang lebih tua gak bisa ya? Lo itu ntar ngerepotin kita kalau sampai tumbang lagi!" Danish terdiam, biasanya dia tidak akan merasakan sakit saat mendengar kalimat seperti itu, tapi kenapa sekarang berbeda? Dadanya sesak saat mendengar Wiya mengatakan itu, apa ini perasaan Danish yang asli?
"Sejak kapan gue ngerepotin kalian kalau tumbang? Biasanya kalian juga gak peduli." Wiya sontak terdiam saat Danish mengatakan itu.
"Udah ah, mau ke studio aja, pusing banget dengerin kalian ngoceh." Yuvan dan Wiya hanya saling pandang saat Danish keluar dari dance room mereka.
"Itu anak kenapa beda banget? Apa insomnia bisa bikin orang jadi beda?" Yuvan mengernyit mendengar ucapan Wiya.
"Insomnia apaan sih?" Wiya menghentak kaki nya kesal saat mendekati Yuvan.
"Ya Danish kan insomnia, dia lupa ingatan!" Yuvan menepuk dahinya pelan, kenapa teman nya ini jadi bego.
"Amnesia Wiyasa!! Ya gusti!" Wiya memiringkan kepalanya saat melihat Yuvan menahan kesal.
"Oh bukan insomnia ya? Udah ganti?" Yuvan menggelengkan kepalanya.
"Ck, terserah lo aja deh Wi, gue mau tidur aja."
.
.
.
.
.
Danish menatap lekat layar laptopnya dengan tatapan datar, dia sedang memantau komentar di postingan terakhir yang dia tinggalkan di akun milik Agra. Banyak yang mendukungnya karena memang novel plagiat itu sudah terbit, bahkan meskipun Vanka mendapat dukungan penuh dari orang tua mereka, mereka gak akan bisa menekan Agra."Nasib badan gue di sana gimana ya? Gue tiba-tiba penasaran." Danish segera berganti menatap ponselnya, mencoba mencari informasi dari sosial media milik Agra, tapi dia tidak menemukan apapun.
"Ck, apa yang gue harepin dari sosmed gue sih? Gue posting aja hampir gak pernah." Danish merebahkan dirinya di ranjang, memejamkan matanya dan mencoba tidur.
"Gue harus cari info soal badan gue, apa gue udah mati atau gimana? Nanti Alicia gimana? nangis dah tuh anak kalau gue mati." Sepertinya Danish perlu memeriksakan otaknya, bagaimana bisa dia sesantai itu saat membahas kematian dirinya sendiri.
"Gue gak bisa gerak bebas disini, gue gak mungkin ngehancurin hidup Danish ini. Dia udah baik banget mau kasih badan nya ke gue, masa gue jaga kehidupan dia aja gak bisa." Danish benar-benar di buat bingung saat ini.
Disisi lain dia ingin melakukan semua nya seperti Agra, tapi disisi lain dia harus bisa menjaga hidup Danish. Lagi pula Danish punya banyak penggemar, bisa habis dia kalau sampai mereka tau jika Danish yang asli juga sudah mati.
"Pusing gila!"
.
.
.
.
.
Di sisi dunia yang lain, lebih tepat nya di kota lain. Seorang gadis tengah termenung menatap fotonya bersama sang sahabat, sosok laki-laki yang sudah pergi dengan membawa luka nya."Lo jahat Gra, lo janji kalau lo mau bales mereka? Lo janji mau nuntut dia karena udah nyuri karya lo, tapi kenapa sekarang lo pergi?!" Gadis itu kembali terisak, isakan nya terdengar sangat pilu, bahkan membuat seorang pemuda yang diam di ambang pintu ikut kembali merasakan sakit.
"Alicia, jangan nangis lagi, kasian Agra." Bukan nya berhenti tangis gadis itu justru semakin kencang.
"Gimana gue gak nangis? Malam itu dia meluk gue sambil ngadu Ka, dia terluka. Lagi-lagi keluarga nya belain kembaran gak tau diri itu padahal dia salah! Gue liat dia putus asa, tapi dia janji buat bales semua itu, dia janji kalau dia bakal nuntut pencuri itu, bukan pergi gini!" Saka, pemuda itu memeluk tubuh Alicia erat, beberapa kali tangannya menepuk punggung sang gadis.
Saka tau gimana terlukanya Alicia, mereka yang menemukan sosok sang sahabat tidak sadarkan diri di kamar kost nya. Meskipun sempat di bawa ke rumah sakit dan mendapat perawatan tapi sahabat mereka akhirnya memilih pergi. Pergi dengan membawa semua sakit hati dan putus asanya.
"Ini gak adil Ka? Bahkan mereka nuduh kita bohong waktu kita kasih mereka kabar, keluarga macam apa itu!!" Saka mengepalkan tangannya erat.
"Udah jangan nangis, kalau lo terus nangisin Agra kayak gini, kita gak bakal bisa balesin rasa sakit hati Agra. Cuma kita yang tau kalau Agra adalah penulis asli dari novel Rasi Bintang. Kita yang punya semua buktinya, jadi cuma kita yang bisa cari keadilan buat Agra." Alicia menghapus air matanya saat mendengar itu.
Benar, hanya mereka yang bisa mencari keadilan untuk sahabat nya. Mereka akan membuat Agra tersenyum saat melihat keluarganya menyesal.
"Semua barang Agra ada di gue, ayo kita lakuin itu Ka. Ayo balas rasa sakit Agra selama ini!"
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat malam
Akrala double up...
Kemalaman ya?
Maaf, soalnya aku juga baru aja senggang...Selamat membaca dan semoga suka...
See ya...
-Moon-
![](https://img.wattpad.com/cover/344281339-288-k841690.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Akrala (Sudah Terbit)
Fiksi PenggemarAgra tidak tau apa yang terjadi sebenarnya, dia hanya pergi tidur setelah meminum obat tidur miliknya. Memutuskan melupakan sejenak masalah plagiat yang dilakukan oleh adik kembarnya sendiri. Tapi saat membuka mata, bukan kamar kost nya yang di liha...