.
.
.
.
.
Savian mengumpulkan semua member Akrala di ruang keluarga mereka pulang dari rumah sakit, mau bagaimana pun mereka juga harus tau kondisi Danish."Kenapa bang?"
"Iya tumben ngumpulin kita malem-malem gini." Savian menatap Ersya dan Mada yang baru saja membuka suara.
"Gue mau ngomong sesuatu yang penting sama kalian semua." Savian akhirnya memulai tujuannya.
"Soal apa bang?"
"Soal Danish." Savian bisa melihat tatapan tidak suka dari Ersya, Mada juga Jeffrey.
"Bikin ulah apa lagi dia kali ini? Apa dia pura-pura pingsan tadi?" Ucapan Ersya mendapat gelengan dari Savian.
"Danish benar-benar pingsan, dan kami semua menyaksikan bagaimana dokter menangani nya tadi."
"Terus kenapa bang Sav ngumpulin kita disini?" Savian menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengatakan kebenarannya.
"Danish amnesia, gak permanen jadi bisa sewaktu-waktu dia ingat." Ersya menatap tidak tidak percaya pada Savian, begitu pula Mada dan Jeffrey.
"Lo yakin dia gak lagi pura-pura bang?" Savian menggeleng.
"Dokter Bayu yang memberitahu, setelah memeriksa kondisi Danish." Mada mengusap wajahnya kasar.
"Dia gak amnesia aja suka bikin kita kerepotan sama tingkah nya, apa lagi sekarang!" Mada langsung berlalu pergi setelah mengatakan itu.
"Berdoa aja semoga Akrala gak hancur gara-gara itu bocah ya bang." Savian memejamkan matanya, dia sendiri takut kalau nanti nya Danish akan mengacaukan jadwal mereka.
"Gak usah nyalahin Danish, kalau nyatanya kalian sendiri yang narik anak itu buat masuk kesini, ngisi posisi leader yang seharusnya di isi sama Janesh." Semua mata langsung tertuju pada Kenzo yang sejak awal diam.
"Apa?" Ersya berdecak tidak suka saat mendengar Kenzo kembali membela Danish.
"Gak usah belain dia lah bang, tau sendiri bocah itu nyusain!" Kenzo tersenyum miring saat mendengar ucapan Jeffrey.
"Iya gue akuin semua tingkah dia hasilnya menyusahkan kita, tapi apa kalian tau kenapa dia kayak gitu? Kalian pernah mikir gak kenapa dia ngelakuin semua itu?" Semua terdiam saat mendengar ucapan panjang Kenzo.
"Tapi dia gak kayak Janesh, harusnya kan dia bisa contoh Janesh!" Kenzo langsung melirik tidak suka pada Mada saat kembali mendengar Danish di bandingkan dengan Janesh.
"Janesh ya?" Kenzo bergumam lirih, Janesh memang memilik tempat spesial di hati mereka semua.
"Mada, kenapa lo gak bisa kayak bang Bara? Lo bisa contoh bang Bara kan?" Mada langsung menatap tajam pada Kenzo yang baru saja berucap seperti itu.
"Gue beda sama abang gue sialan! Gak usah nyama-nyamain gue sama dia!" Kenzo tertawa kecil saat mendengar Mada marah.
"Nah itu, gak enak kan rasanya di bandingin. Itu yang selama ini dirasain Danish waktu kalian semua bandingin dia sama Janesh."
Deg
Keenam pemuda lainnya terdiam setelah Kenzo mengatakan itu, namun tetap saja ego mereka masih lebih tinggi.
"Tapi mereka kembar Ken!"
"Kembar gak berarti semua hal harus sama Yaya, inget dia bukan Janesh yang udah belajar musik sejak kecil, dia bukan Janesh yang bahkan udah join di perusahaan sebelum kita. Dia Danish, anak yang bahkan kita gak tau gimana kehidupannya, kecuali dari cerita Janesh. Kita yang maksa dia buat datang kesini, maksa dia buat ngisi dan gantiin posisi Janesh. Tanpa kalian semua mikir kehidupannya sebelumnya kayak gimana?"
.
.
.
.
.
"Maafkan saya Dan, saya gak tau kalau Bima sering ngelakuin itu ke kamu." Erhan terus bergumam maaf sambil mengelus kepala Danish yang tertidur."Sudah saya bilang, kalau ada apa-apa langsung bilang atau cerita ke saya, kenapa kamu pendem sendiri." Erhan merasa sangat bersalah pada Danish, karena dia turut andil dalam memaksa Danish ada di Akrala.
"Kamu memang bukan Janesh, tapi kamu sangat mirip sama dia. Mungkin itu yang ngebuat mereka belum bisa nerima kamu, sekali lagi maafkan saya."
Erhan menjaga Danish sendirian, meskipun sebelumnya Kenzo memaksa untuk ikut menginap di rumah sakit, tapi Erhan melarang nya. Akan sangat bahaya jika ada orang yang mengenali mereka.
Erhan memilih memaksa Kenzo pulang bersama Savian, Wiya dan Yuvan, karena dia tau Kenzo akan meluapkan kekesalannya pada mereka, lagi pula Danish besok sudah boleh pulang, ah lebih tepatnya memaksa pulang.
"Bertahan ya Dan, mereka pasti bakal nerima kamu dan ngeliat kamu sebagai Danish, bukan pengganti Janesh."
Suasana kamar dimana Danish di rawat hampir sama dengan suasana kamar milik Danish di asrama.
Sepi.
Savian menatap sekeliling nya, melihat ranjang milik Danish yang jarang di tempati pemiliknya, karena Danish lebih suka tidur di lantai dengan beralas selimut atau menghabiskan waktu malam nya di studio pribadi yang sebelum nya juga milik Janesh.
Savian tidak memahami Danish sebaik dia memahami Janesh, atau mungkin Savian memang tidak mengerti apapun soal Danish.
"Ck, kenapa gue jadi mikirin dia." Savian mengacak rambutnya, dia bingung dengan perasaannya sendiri.
"Dah lah mending gue tidur, paling besok gue udah pusing sama tingkah bocah itu."
.
.
.
.
.
"Danish, ingat istirahat bukan main game!" Danish hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara, lagi pula sekarang tubuh Danish berisi jiwa Agra, pemuda yang tidak suka bermain game."Ini kamar mu dan Savian, kalian tinggal di satu rumah ini." Danish hanya mengangguk, dia kan sudah melihat rumah ini kemarin.
"Di belakang ada bangunan yang menjadi studio pribadi mu juga milik Mada dan ruang latihan dance milik Wiya dan Yuvan." Lagi-lagi Danish hanya mengangguk. Hal itu sebenarnya membuat Erhan merasa aneh, tapi dia tau jika Danish pasti merasa asing.
"Nanti malam saya akan kemari bersama yang lain, saya akan mengenalkan mereka kembali pada mu." Erhan hanya bisa menghela nafas panjang saat Danish hanya menatapnya.
"Sudah sana istirahat, saya harus mengurus sesuatu di perusahaan." Danish hanya menatap punggung Erhan hingga meninggalkan rumah ini.
"Lo pasti asing di rumah ini ya?" Danish bergumam lirih, meskipun tidak ada orang di rumah saat ini.
"Ini kasur lo ya, tapi sayang gak pernah lo tiduri." Danish kembali bergumam sambil duduk di atas kasur yang berlapis bedcover warna abu-abu, untung tidak ada yang berubah dan semua masih sesuai ingatan Danish asli.
"Ini kesempatan kan? Gue bakal bikin lo berubah dimata mereka Danish, mereka bakal liat Danish yang baru, yang akhirnya nanti gak akan bisa mereka remehin lagi."
"Hah, mending sekarang gue tidur, gue harus siapin tenaga buat bales mereka dan menghadapi kejamnya dunia buat anak semanis Danish." Danish memutuskan berbaring di ranjang dan meringkuk dalam selimut. Tubuh nya masih lemas jika dia boleh jujur, tapi dia terlalu malas berada di rumah sakit.
Dulu saat masih jadi Agra, dia terlalu sering berhubungan dengan rumah sakit dan itu membuat dia malas sekarang. Dia hanya perlu berharap jika tubuh Danish ini tidak selemah tubuh nya dulu.
"Ayo istirahat, sebelum jiwa introvert dan mageran gue merontah karena ngikutin jadwal mereka!"
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat siang...
Hari ini up meskipun bukan jadwalnya...
Spesial ultah San...Mau double up?
Selamat membaca dan semoga suka...See ya...
–Moon–
KAMU SEDANG MEMBACA
Akrala (Sudah Terbit)
FanfictionAgra tidak tau apa yang terjadi sebenarnya, dia hanya pergi tidur setelah meminum obat tidur miliknya. Memutuskan melupakan sejenak masalah plagiat yang dilakukan oleh adik kembarnya sendiri. Tapi saat membuka mata, bukan kamar kost nya yang di liha...