.
.
.
.
.
Wiya hanya diam saat Savian mendekap tubuhnya, dia masih ingin menghajar Sandi yang entah sudah pergi atau belum dari asrama mereka, namun Savian sama sekali tidak mengijinkan hal itu."Danish gimana? Hubungi bang Firly aja." Yuvan menepuk pundak Savian yang terlihat panik.
"Kita udah hubungi bang Firly bang, bang Firly masih di perjalan sekalian nganter Jeffrey balik." Savian mengangguk paham.
"Kalau bang Firly dateng nanti panggil gue ya." Yuvan hanya mengangguk, pemuda itu tidak lagi bertanya pada Savian terutama saat melihat Wiya yang ada di dekapan sang tertua.
"Iya bang, nanti gue panggil. Abang perlu nenangin emosi pacar lo itu." Savian mengangguk dan segera membawa Wiya keluar kamar nya dan pergi ke kamar Wiya dan Ersya.
"Bang Sav, harusnya abang biarin gue hajar Sandi tadi!" Savian menggeleng.
"Kalau lo ngehajar dia, dia bisa aja ngelaporin lo atas tindak kekerasan Wi, tapi kalau gini kita yang bisa laporin dia ke polisi. Jangan lupa ada cctv di depan pintu." Mendengar ucapan lembut Savian membuat Wiya terdiam, ucapan Savian benar, dengan begini Sandi yang akan terkena masalah.
"Makasih udah nahan gue bang, gue gak kepikiran sampai kesana." Savian tersenyum lembut.
"Udah tenang kan?" Wiya mengangguk.
"Kalau udah tenang, baru lo boleh lihat Danish sebelum dia sadar." Wiya kembali mengangguk.
"Makasih banyak bang Sav."
Sret
"Sama-sama, kalau gitu gue mau masak makan siang dulu." Wiya terpaku saat mendapat usakan dari Savian, sebenarnya bukan hal baru tapi kali ini rasanya berbeda.
Deg
Deg
Deg
"Gue kenapa?" Wiya menyentuh dadanya, jantung nya berdebar kencang setelah mendapat perlakuan seperti itu dari Savian. Wiya segera menggelengkan kepalanya saat pikirannya penuh oleh Savian.
"Bang Sav, gue bantuin masak nya!"
.
.
.
.
.
Jeffrey mengepalkan tangannya saat tau jika Danish pingsan karena perbuatan Sandi, pemuda itu semakin menjadi karena di biarkan.Jika saja bukan karena janjinya pada Danish untuk tidak ikut campur, tentu saja Jeffrey sudah akan mendatangi Sandi dan menghajar pemuda itu, kalau perlu Jeffrey akan mengacak-acak agency model tempat bernaung Sandi.
"Jeff, jagain Danish disini ya." Jeffrey hanya mengangguk saat Yuvan menarik tangan Mada untuk keluar dari kamar Danish.
"Apa yang lagi lo rencanain cil? Kenapa lo gak ngebales bajingan itu?" Jeffrey mengelus kepala Danish pelan, dia tau jika Danish pasti merencanakan sesuatu untuk membalas Sandi.
"Eungh." Jeffrey langsung menggenggam tangan Danish saat mendengar lenguhan pelan pemuda mungil itu.
"Danish." Danish mengerjap pelan beberapa kali setelah membuka matanya, kepalanya terasa sangat pusing saat ini.
"Danish, bisa denger gue?" Danish menoleh dan mengangguk kecil.
"Bang Jefy." Jeffrey tersenyum.
"Iya, kenapa? Masih pusing?" Danish mengangguk kecil.
"Bang Jefy, gue minta peluk bisa? Pingin peluk abang." Jeffrey tanpa banyak kata langsung ikut merebahkan diri di kasur Danish, memeluk pemuda mungil yang sudah menyembunyikan wajah nya di ceruk leher nya.
"Cil, lo pasti ngerencanain sesuatu buat si bajingan itu kan?" Jeffrey bisa merasakan anggukan pelan dari Danish.
"Ada cctv di depan pintu, kalau aku melawan semua pasti akan membela Sandi yang sok polos itu bang, tapi kalau ada bukti dia gak akan bisa mengelak." Jeffrey tersenyum kecil, kenapa Danish makin kesini semakin pintar memikirkan segala sesuatu yang selalu menjadi kelemahan mereka.
"Cctv? Terus apa hubungannya? Lo mau buktiin hal itu ke yang lain?" Danish mendongak sedikit demi menatap wajah tampan Jeffrey.
"Hukuman paling berat untuk publik figure itu sanksi sosial bang, aku mau bikin Sandi dapat itu dulu sebelum akhirnya mendekam di penjara bersama Vanka."
.
.
.
.
.
"Bang Savian." Savian terkejut saat Wiya menatap ke arah nya begitu dia keluar dari kamar mandi."Kenapa?" Wiya menggigit bibir bawahnya saat Savian bertanya, kenapa tiba-tiba dia tidak bisa memberitahukan alasannya menunggu Savian sejak tadi.
"Hei, kenapa?" Wiya menggeleng kecil saat Savian mendekatinya.
"Gak jadi bang, gue lupa mau bilang apa." Savian hanya mengangguk, dia tau ada yang ingin di katakan oleh Wiya tapi kekasihnya itu ragu.
Keduanya terdiam sembari fokus pada ponsel masing-masing, meskipun beberapa kali Wiya sempat mencuri pandang pada Savian yang sedang duduk di lantai kamar.
"Wiya." Wiya yang mendengar panggilan Savian langsung menoleh.
"Kenapa bang?"
"Gue besok ada pemotretan sama Danish, lo mau ikut gak?" Wiya mengernyit.
"Pemotretan? Sama si bangsat itu juga?" Savian menangguk sebagai jawaban.
"Gue boleh ikut?" Savian kembali mengangguk.
"Iya, nanti lo bisa nunggu sama Mada disana." Wiya terdiam sebentar sebelum mengangguk.
"Kalau gitu gue mau ikut!"
"Tapi bang, Danish nanti gimana kalau ada gue disana?" Savian terdiam mendengar pertanyaan Wiya.
"Selama lo gak terlalu deket sama dia, Danish pasti baik-baik aja." Wiya menghela nafas panjang mendengar jawaban Savian.
"Gue pingin minta maaf ke Danish tapi belum bisa bang, gue gak bisa ngobrol sama dia. Gue bego kan bang? Gue bilang gue suka sama dia tapi yang gue lakuin justru nyakitin dia."
Sret
Wiya terpaku saat Savian lagi-lagi mengelus kepalanya.
"Iya lo memang salah, gue gak akan pernah ngebenerin segala tindakan lo itu. Tapi setiap manusia selalu punya hak untuk mendapat kesempatan kedua, dan gue yakin suatu saat nanti Danish pasti bakal maafin dan kasih hal itu ke lo, asal lo gak ngulangin lagi." Wiya mengangguk kecil, pemuda itu bangkit dari posisinya da nturun dari kasur.
Grep
"Wiya?" Savian terkejut saat Wiya tiba-tiba duduk di pangkuan nya, pemuda mungil itu menyembunyikan wajah nya pada pundak lebar milik Savian.
"Maaf...maafin gue bang...maaf gue ngerusak semuanya." Savian menghela nafas saat mendengar isakan pelan Wiya.
"Udah gue maafin, udah jangan nangis lagi." Wiya masih terisak kecil namun Savian tidak bisa melihat wajah pemuda itu, karena Wiya menyembunyikan wajahnya.
"Ssttt...udah jangan nangis lagi, nanti kalau Ersya tiba-tiba masuk di kira gue yang bikin lo nangis." Wiya memberi gelengan kecil, dan Savian bisa merasakan hal itu.
"Ersya gak akan masuk, dia lagi keluar sama Kenzo. Mereka pacaran mulu sih!" Savian terkekeh mendengar suara Wiya yang terdengar kesal.
"Ya mereka kan dari dulu memang gitu Wi, atau lo mau juga?" Wiya langsung menatap Savian saat mendengar hal itu.
"Mau apa bang?" Wajah bingung Wiya selalu saja sukses membuat Savian gemas.
"Jalan, pacaran kayak mereka." Wiya langsung memalingkan wajahnya setelah mengetahui maksud ucapan Savian.
"A-apaan sih bang?!" Wiya kembali menyembunyikan wajahnya pada pundak Savian.
Jika dulu Wiya bahkan bisa tertawa keras dan menikmati segala hal yang dilakukan Savian padanya, saat ini pemuda mungil itu justru malu saat mendengar hal itu langsung dari Savian.
"Gak usah malu Wi, gue bahkan udah liat semuanya."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat pagi...
Akrala up lagi nih...
Ada yang nungguin gak?
Enak nya Sandi diapain sih?Selamat membaca dan semoga suka...
See ya...
–Moon–
KAMU SEDANG MEMBACA
Akrala (Sudah Terbit)
FanfictionAgra tidak tau apa yang terjadi sebenarnya, dia hanya pergi tidur setelah meminum obat tidur miliknya. Memutuskan melupakan sejenak masalah plagiat yang dilakukan oleh adik kembarnya sendiri. Tapi saat membuka mata, bukan kamar kost nya yang di liha...