02. Bagaimana mungkin?

10K 788 9
                                    


.
.
.
.
.
Agra mengerjapkan matanya beberapa kali, lehernya terasa sangat sakit karena dia tertidur dalam posisi duduk. Pemuda itu bahkan mengerang saat merasakan kepalanya sangat pusing.

"Argh... Sialan, leher gue sakit." Agra memijat pelan leher belakang nya, bermaksud meringankan rasa kaku dan sakit yang dia rasakan.

"Eh? Tunggu, gue semalem kan tidur di kasur, kenapa bisa duduk di kursi?" Agra membuka matanya dan segera menegakkan tubuhnya, kedua netra hitamnya memandang sekeliling nya dengan bingung.

"Gue ada dimana anjir?!" Agra benar-benar bingung saat ini.

Semalam dia tertidur di kamarnya setelah meminum obat nya, dia juga sudah menghapus semua karya nya dan meninggalkan pesan di wall akun nya, mengatakan alasan kenapa dia menghapus semua karya nya dan menutup akun nya, Agra juga menjelaskan bahwa dia tidak pernah menerbitkan karya nya dalam bentuk fisik.

Namun pagi ini dia terbangun dengan posisi duduk di sebuah kursi yang menghadap langsung ke layar komputer, jangan lupakan ada alat musik di sekeliling nya. Jelas saja itu bukan kamarnya, di kamarnya hanya ada sebuah gitar, itupun sebenarnya sudah tidak layak pakai karena sudah sering kali rusak.

"Gue ada dimana sialan? Studio siapa ini?" Agra menyadari jika dia ada di studio, lebih tepatnya sebuah kamar yang merangkap menjadi studio pribadi.

"Kayaknya gue harus cuci muka dulu." Ditengah kebingungan nya Agra memutuskan masuk ke kamar mandi, memilih membasuh wajahnya agar paling tidak ingatannya kembali waras.

Deg

"W-wajah siapa ini?" Agra meraba wajahnya, memastikan bahwa wajah yang terpantul di kaca adalah miliknya. Bahkan Agra mencubit tangannya saat mengetahui jika jari-hari miliknya berubah menjadi mungil.

"Shit!" Agra mengumpat saat merasakan sakit dari lengannya.

Brak

Agra dengan cepat keluar dari kamar mandi, tujuannya adalah meja dan nakas yang ada di sana. Pemuda itu ingin mencari tau apa yang terjadi.

"Dompet?"

Sret

Deg

Agra mematung saat menemukan kartu pengenal bahkan surat ijin mengemudi yang ada di dalam dompet itu, bukan namanya, tapi foto yang tertera adalah wajah yang dia lihat di kamar mandi tadi.

"Ugh." Agra mengerang saat beberapa ingatan masuk kedalam otaknya, ingatan tentang pemilik wajah yang dia lihat tadi, atau lebih tepatnya ingatan dari pemilik tubuh yang saat ini dia tempati.

"Transmigrasi jiwa?"

Bruk

Agra bergumam lirih, dia tidak percaya jika dia mengalami transmigrasi jiwa, dan jiwanya justru masuk kedalam pemuda manis ini.

"Ya tuhan, badan bagus dan wajah ganteng gue!" Agra memeriksa tubuh yang sekarang sudah dia tempati dengan teliti, bahkan pemuda itu sudah berdiri di depan kaca.

"Tapi gak papa deh, dia cukup ganteng, meskipun kebanyakan manisnya."

"Lo kalau mau gue ada di tubuh lo, tolong kasih gue ingatan lo Danish, jangan cuma sekedar lo kasih tau nama lo doang." Agra bergumam lirih setelah tenang, mencoba menerima apa yang telah dia alami saat ini.

"Tapi kayaknya gue pernah lihat wajah ini ya? Apa sebelumnya gue emang pernah ketemu dia?"

Drrttt

Drrtt

Drrrtt

Belum juga menemukan jawaban dari pertanyaan nya, Agra sudah di kejutkan oleh getaran dari ponsel milik Danish asli yang ada di meja.

Akrala (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang