18. Jadi....

5.9K 561 18
                                    


.
.
.
.
.
Tatapan Jeffrey sepenuh nya berubah pada Danish, terutama mengingat obrolan Danish dengan kedua orang tua nya. Ya, Jeffrey lah yang mendengar semuanya saat itu, Jeffrey akhirnya tau jika Danish berbeda dengan anggapan mereka dulu.

"Liat si bocil gak bang?" Jeffrey bertanya pada Savian saat tidak melihat kehadiran Danish di meja makan.

"Dia udah berangkat duluan, katanya dia mau ketemu bang Deni dulu." Jeffrey tidak lagi bertanya setelah mendengar jawaban Savian.

"Bang, lo sadar gak kalau itu bocil makin lama makin sibuk?" Pertanyaan Wiya membuat anggota yang lain menatap ke arah nya.

"Bang Deni bener-bener nyerahin semua ke Danish, sampai proses rekaman selesai." Gumaman Kenzo membuat mereka sadar dari lamunan masing-masing.

"Biarin aja, biar dia tau kalau selama ini kerjaan kita itu gak cuma main-main kayak dia." Jeffrey menatap Mada tajam, entah kenapa dia merasa kesal saat mendengar hal itu.

"Bang Kenzo, selama ini cuma lo yang bisa maksa itu bocil diem. Coba nanti lo paksa dia buat istirahat." Kenzo hanya mengangguk mengiyakan.

"Nanti gue coba."

Mereka semua berangkat ke asrama selesai sarapan, kali ini mereka akan berangkat sendiri karena Erhan masih harus mengurus sesuatu.

Mereka tidak melihat Danish di ruang latihan saat mereka datang, tapi mereka yakin jika pemuda itu masih berada di studio rekaman bersama Deni.

"Bang, latihan masih dua jam lagi kan?" Jeffrey menatap ke arah Savian, Yuvan juga Wiya yang mengangguk mengiyakan.

"Kenapa?" Jeffrey menggeleng pelan.

"Gue mau beli roti dulu di bawah, sebentar aja ya." Savian tersenyum dan mengangguk.

"Ya udah, langsung balik kesini kalau udah selesai."
.
.
.
.
.
Jeffrey bertemu Danish saat akan kembali ke ruang latihan, tapi pemuda mungil itu sepertinya tidak menyadari jika Jeffrey ada di belakang nya.

"Kalau jalan itu jangan ngelamun cil, nyusruk tau rasa lo." Danish berjingkat saat Jeffrey tiba-tiba bersuara.

"Lo gak ngagetin gue gak bisa ya bang? Kalau gue jantungan terus mati gimana?!" Jeffrey menggeleng heran, kenapa pikiran Danish sejauh itu sih.

"Gue dari tadi jalan di belakang lo emang lo gak tau?" Danish menggeleng dengan polos.

"Gue gak sadar kalau lo di belakang gue tuh bang." Jeffrey menghela nafas lelah, sungguh berbicara dengan Danish itu perlu kesabaran ekstra.

"Nih minum biar dingin otak lo." Danish mengerjap. Lagi-lagi Jeffrey memberikan minuman dingin untuknya.

"Cepet minum cil, bentar lagi kita latihan, tinggal sebentar lagi sebelum kita mulai rekaman terus syuting musik video." Danish hanya bisa mengangguk, terlalu malas berdebat. Apa lagi dengan Jeffrey, bisa-bisa tidak akan ada habis nya.

"Sabar dong bang! Rusuh amat perkara minum."

Latihan mereka di mulai sejak pukul sebelas siang hingga jam enam sore, full tanpa istirahat. Semua itu karena mereka ingin hasil yang baik untuk album mereka ini.

"Kalau lanjut rekaman kalian gak apa?" Tujuh dari delapan orang mengangguk saat Erhan bertanya. Erhan tentu khawatir tapi bagaimana lagi jika tanggal comeback mereka sudah di tentukan, jadi mereka harus cepat menyelesaikan semuanya.

"Kalau gitu cepat ke studio rekaman, terutama kamu Danish. Deni sudah menunggu disana." Danish hanya mengangguk dan mendahului yang lain keluar dari ruang latihan.

"Bang Erhan, gue tau tanggal rilis album kita udah keluar, tapi gue mau lo usahain kita bisa libur dua hari setelah rekaman ini." Erhan cukup terkejut saat mendengar ucapan Savian yang terdengar tegas.

"Sav, tapi kamu tau sendiri kalau perusahaan–" belum juga selesai, Savian sudah memotong ucapan Erhan.

"Gue gak peduli bang, lo harus dapetin libur. Bukan buat gue tapi buat Danish, anak itu udah dua minggu ini sama sekali gak masuk ke asrama tiap pulang, dia langsung ke studio nya dan gue yakin anak itu gak tidur." Erhan terdiam mendengar ucapan Savian.

"Gue setuju sama bang Sav bang, Danish perlu libur." Erhan akhirnya mengangguk saat Yuvan ikut berbicara. Dia harus benar-benar mengusahakan libur untuk anak-anak itu.

"Kalau gitu biar saya ijin dulu, sana kalian susul Danish ke studio."
.
.
.
.
.
Jeffrey tidak bisa tidur malam ini, terutama saat rekaman mereka tadi tidak berjalan lancar. Beberapa diantara mereka tidak bisa mencapai mada yang diinginkan oleh Danish maupun Deni.

"Hah!" Jeffrey memutuskan bangun dari ranjang nya, hal itu membuat Mada yang sekamar dengan nya mengernyit bingung, Ya Jeffrey memang pindah ke kamar Mada.

"Mau kemana lo Jeff?" Jeffrey menatap Mada sambil memakai jaketnya.

"Cari angin bang, sama beli martabak di depan absenmidi." Mada mengangguk. Kedua netranya melirik jam yang ada di meja nya, masih pukul sebelas, belum terlalu malam untuk mereka berada di luar.

"Ya udah hati-hati, langsung balik kalau udah selesai. Jangan lupa maskernya." Jeffrey mengangguk.

Jeffrey hanya butuh waktu dua puluh menit untuk mendapat martabak manis dan martabak telur yang diinginkannya. Jeffrey tidak membawa martabak itu masik kedalam rumah, melainkan langsung membawanya ke studio milik Danish.

Pemuda mungil itu tadi langsung ke studio tanpa masuk ke asrama saat pulang, padahal Deni meminta mereka semua istirahat agar rekaman mereka tiga hari lagi berlangsung lancar.

Cklek

Jeffrey tidak perlu mengetuk untuk masuk kedalam studio, karena sebenarnya dia mengetahui password pintu studio itu. Janesh memberitahunya dulu, dan Danish terlalu malas untuk mengganti hal itu.

"Danish." Jeffrey tersenyum tipis saat melihat pemuda yang di panggilnya itu berjingkat.

"Bang Jefy? Kok bisa masuk?" Jeffrey mengedikan bahu nya.

"Janesh dulu kasih tau gue pass nya." Danish mengangguk paham.

"Nih ada martabak manis sama martabak telur makan dulu." Danish mengernyit saat Jeffrey menyodorkan plastik berisi dua makanan kesukaan nya itu.

"Bang, lo gak lagi sakit kan? Mending lo istirahat deh." Jeffrey yang mendengar ucapan Danish seketika menatap kesal.

"Gue sehat, harus nya yang butuh istirahat itu lo." Jeffrey menghela nafas kasar saat Danish justru hanya menatapnya polos.

"Habis makan martabak ini gue mau lo istirahat bocil." Danish kembali mengernyit.

"Hah? Lo aja sana bang. Kerjaan gue masih banyak." Danish menggeleng sambil kembali menyuap martabak manis keju kedalam mulutnya, lalu kembali fokus pada komputer dihadapannya.

Sret

Jeffrey yang kehabisan kesabaran langsung mengangkat tubuh mungil Danish dan membawanya ke arah ranjang.

Bruk

Sret

"Tidur!" Danish mencoba melepaskan tubuhnya saat Jeffrey justru melilit tubuhnya menggunakan selimut.

"Bang lepasin!" Jeffrey tidak menghiraukan pekikan Danish, pemuda itu justru ikut merebahkan dirinya di samping Danish, menjaga agar pemuda mungil itu tidak bangkit dan meninggalkan ranjang.

"Bang ayolah, kerjaan gue belum selesai." Danish memasang wajah melas yang belum pernah dia perlihatkan pada anggota yang lain kecuali Kenzo. Meskipun sebenarnya jiwa Agra sedikit tidak rela harus bersikap manis.

"Lo gak sadar kalau wajah lo udah pucet? Istirahat!" Danish akhirnya memilih diam saat melihat wajah kesal Jeffrey, dia tau jika tidak baik membuat Jeffrey marah.

"Tidur gue temenin disini."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat sore...
Akrala kembali ...
Ada yang kangen? Sini acung jari yang kangen ...
Ah, soal apa yg aku bilang kamarin, tenang aja aku gak akan pindah lapak...
Dunia oren ini tetap jadi no 1 buat aku nulis ...
Tapi kayaknya nanti aku juga bakal coba up karya di dunia merah sama dunia biru deh ...
Mau lihat peminat juga...
Enak nya kali ini double atau gak ya?

Selamat membaca dan semoga suka ...

See ya....

–Moon–

Akrala (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang