49. Game

4K 348 11
                                        


.
.
.
.
.
Danish merengut kesal, setelah kemarin dia harus syuting penuh takut, sekarang pemuda mungil itu sama sekali tidak mau lepas dari Mada.

Beruntung nya mereka sedang libur dan di beri waktu bebas selama seminggu oleh perusahaan, dan tentu saja itu karena permintaan Jeffrey.

"Cil, sini ikutan main." Danish langsung menggeleng saat Wiya memanggilnya, pemuda mungil itu memilih tidur berbantal paha Mada dari pada bermain bersama Wiya.

"Cil, ayo lah. Dari kemarin sama Mada mulu." Danish bukannya menjawab justru membalik posisinya dan menyembunyikan wajahnya di perut Mada.

"Lagi gak mau sama bang Yasa, bang Yasa ngeselin." Wiya melongo pelan saat mendengar seruan pelan Danish.

"Udah-udah, biarin Danish istirahat aja Wi, sana lo main lagi." Wiya merengut tapi tetap melanjutkan permainan nya dengan Kenzo.

"Bang gue pingin minum deh, ayo minum nanti." Savian, Jeffrey dan Mada langsung mendelik saat mendengar ucapan Ersya.

"Nah ayo, gue juga pingin!"

"Boleh deh, lagian kita libur ini." Savian yang mendengar persetujuan Wiya dan Yuvan akhirnya mengangguk. Tidak ada salahnya mereka berpesta sebentar.

"Ya udah, nanti siapin aja semuanya. Tapi inget pastiin asrama udah kekunci semua, gue gak mau kalian rusuh di luar." Wiya, Ersya, Yuvan bahkan Mada dan Jeffrey mengangguk mengiyakan.

"Nanti kita beli cemilan dulu bang, kita selingi main game biar seru."
.
.
.
.
.
Danish bingung saat Jeffrey maupun Mada mengingatkan nya untuk pergi ke studio saat yang lain mulai pesta nanti, setaunya mereka hanya akan minum nanti, lalu pesta seperti apa yang dimaksud Jeffrey dan Mada.

"Danish nanti ikutan minum?" Danish langsung menggeleng, dia belum pernah minum alkohol dan tidak ingin mencobanya juga.

"Bagus cil, lo jangan ikut minum. Nanti lo minum cola aja." Wiya merangkul Danish tiba-tiba dan itu membuat Danish langsung menghindar.

"Gue gak cium-cium loh cil!" Danish menggeleng.

"Gak percaya bang, lo kemarin bilang gitu, ujung nya juga cium-cium!" Wiya tertawa pelan saat mendengar gerutuan Danish.

"Oh iya Dan, gue kemarin liat akun lo. Lo publish cerita baru?" Danish mengangguk saat Yuvan menatap nya.

"Iya bang, bang Yuyu baca?" Yuvan mengangguk.

"Lo punya banyak pembaca, mereka pasti gak terima waktu tau karya dari author kesayangan mereka di plagiat." Danish tertawa dan mengangguk.

"Di cafe temen gue yang di bandung, bahkan jadi tempat kumpul mereka yang mau bakar novel itu bang." Ucapan Danish benar-benar membuat anggota Akrala terkejut, ya kecuali Jeffrey.

"Lo udah buat laporan, tapi sampai sekarang gsk ada kelanjutan?" Danish menggeleng, sebenarnya agak susah jika dia tetap bersembunyi. Mengingat jika Vanka adalah anak kesayangan sang ayah, yang merupakan pewaris keluarga Mahendra.

"Susah kayaknya bang, yang plagiat anak orang kaya, kesayangan lagi." Semua mata jelas melihat kekecewaan di mata Danish.

"Tapi aneh nya kenapa novel itu masih ada di pasaran ya? Biasanya penerbit bakal stop kalau ada rumor itu plagiat, apa lagi ini semua sudah ada bukti nya." Gumaman Yuvan membuat Wiya menatap ke arah mereka. Memang diantara anggota Akrala yang lain hanya Yuvan yang suka membaca novel-novel.

"Karena pihak dari yang mengaku penulis itu memberikan keterangan palsu ke penerbit." Danish menatap Wiya bingung.

"Maksudnya bang?"

"Anak itu dan keluarga nya maksa penerbit buat tetap produksi novel itu, lawan lo orang berada cil, keluarga Mahendra." Danish terkejut saat Wiya menyebut nama keluarganya, bahkan bukan hanya Danish, karena nyatanya yang lain juga ikut terkejut.

"Lo tau dari mana kalau lawan gue anak kesayangan keluarga Mahendra bang?" Wiya tersenyum sendu.

"Gue udah bilang dari awal kan cil, lo kalau perlu bantuan bilang ke gue. Gue udah bikin novel itu berhenti di produksi, bahkan pihak penerbit sudah tau kenyataannya, tinggal lo yang nyerahin semua bukti nya." Danish menatap tidak percaya pada Wiya, karena setahunya pihak yang menerbitkan novel itu adalah penerbit yang cukup besar.

"Lo gak perlu khawatirin apapun mulai sekarang, lo pingin dia dapet balasan kan?" Danish mengangguk tanpa sadar.

"Kalau gitu kamu juga gak akan diem aja, kita bakal pastiin dia dapet balasan untuk itu." Danish masih bingung soal itu.

"Tapi bang, gimana lo bisa tau soal itu?"

"Gue keponakan kesayangan dari pemilik penerbit itu."
.
.
.
.
.
"Kita sambil main truth or dare!" Seruan Wiya mendapat persetujuan dari yang lain, sedangkan Danish hanya bisa menatap mereka.

"Gue gak mau ikut bang." Semua mata menatap ke arah Danish, dan menggeleng.

"Harus ikut cil!" Danish tetap menggeleng.

"Gak mau bang Yaya, gak boleh maksa." Wiya menggeleng, sepertinya Wiya tetap ingin Danish ikut.

"Gue maksa cil, atau lo mau gue cium disini?!" Danish mendelik dan segera menempel pada Mada.

"Gak usah aneh-aneh bang Yaya!"

Danish akhirnya terpaksa ikut, padahal dia tidak ingin. Pemuda mungil itu takut akan akan membongkar segalanya.

Sret

Danish merengut saat ujung botol mengarah padanya.

"Danish truth or dare?" Danish menatap sekeliling nya.

"Truth." Helaan nafas kecewa terdengar dari beberapa anggota Akrala.

"Yah.."

"Gue yang nanya." Ersya mengajukan diri untuk menanyakan sesuatu pada Danish.

"Danish, sekarang lo lagi suka sama seseorang atau gak?" Danish menghela nafas saat pertanyaan Ersya seperti itu.

"Iya." Jawaban Danish membuat semua anggota Akrala terdiam.

"Siapa?" Danish menggeleng saat Wiya bertanya.

"Satu pertanyaan bang."

Permainan mereka berlanjut, dari yang awalnya berjalan normal, hingga semakin tidak normal.

Ersya yang selalu memilih Dare bahkan sudah tidak memakai atasannya karena dare yang di berikan Yuvan.

"Udahan aja main nya, kita lanjut minum. Danish ayo gue temenin ke studio." Danish hanya menurut saat Mada menarik tangannya dan membawanya ke studio.

"Kalian kalau mau pesta, jangan sampai Danish tau. Meskipun dia tau apa itu sex, apa itu friend with benefit tapi dia sama sekali gak pernah ngelihat atau ngelakuin itu secara langsung, jadi jangan ngerusak otak polosnya." Jeffrey berpindah ke atas sofa setelah mengatakan itu.

"Thanks udah ngingetin Jeff, lo gak mau ikutan?" Jeffrey menggeleng saat Yuvan mengatakan itu.

"Gak bang, makasih. Gue masih mau pegang prinsip gue." Yuvan mengangguk sebelum kembali menuang minumannya.

Yuvan, Savian dan Wiya masih terlihat normal, berbeda dengan Ersya yang sudah berpindah ke atas pangkuan Kenzo.

"Kita pesta Ken, gak usah jaim!" Wiya memanasi Kenzo yang terlihat menjaga kewarasannya saat melihat tubuh Ersya.

Cup

Wiya terdiam saat Yuvan tiba-tiba mencium bibir nya, gerakan pemuda tinggi itu terlalu cepat hingga Wiya sedikit terkejut.

"Mmnnhh...." Wiya melenguh saat bibir bawahnya di lumat oleh Yuvan.

"Mmnhgghh..." Kenzo yang melihat itu tidak ingin kalah, dia juga beralih melumat bibir Ersya pelan.

"Jangan lupa kalau habis pesta beresin, gue gak mau beresin sendiri."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat sore
Double up nih ya...
Mau ingetin aja ya, di chapter depan mungkin agak berbahaya...
Jadi buat yg masih di bawah umur silakan skip chapter depan ya..

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya...

–Moon–

Akrala (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang