.
.
.
.
.
Danish berdiam di studio pribadinya setelah pulang dari perusahaan, hanya ada dirinya di asrama saat ini. Yuvan dan Mada sedang pergi berkencan, begitu pula Kenzo dan Ersya, Savian dan Wiya sedang berbelanja kebutuhan dapur mereka, sedangkan Jeffrey tadi pamit untuk membeli martabak pada Danish.Danish bersyukur karena mempunyai anggota Akrala, duo manager juga keluarga Mahesa yang akan mendukung nya, jangan lupa ada Saka, Alicia juga Riziend yang akan selalu mendukung nya.
Namun mendengar ucapan yang dikatakan Erhan tadi pagi membuat jiwa nya menangis, sebagai Agra dia juga ingin di bela oleh orang tua nya, dia ingin dianggap meskipun saat ini raga nya sudah terkubur di dalam tanah.
Danish meneteskan air matanya tanpa sadar, mengingat bagaimana dia akan bertemu kedua orang tua asli nya besok saja sudah membuat hatinya sakit, apa lagi saat melihat mereka membela Vanka.
Grep
"Ada apa cil?" Danish sebelumnya terkejut dan sudah akan memberontak saat merasakan pelukan dari arah belakang, namun begitu mendengar suara lembut Jeffrey, justru membuat tangis nya semakin kencang.
"Hei, ada apa?" Jeffrey melepaskan pelukannya dan beralih menangkup pipi Danish.
"Aku takut bang... aku takut bakal liat ayah sama bunda membela Vanka." Jeffrey menatap lembut wajah manis Danish yang basah oleh air mata.
"Bohong kalau aku bilang aku gak peduli, karena nyatanya aku masih berharap mereka akan menganggap ku anak bang. Aku masih berharap kalau mereka akan mencari ku dan mengucap maaf karena selalu membela Vanka." Jeffrey mengusap lembut jejak air mata yang masih mengalir di pipi Danish dengan ibu jari nya.
"Tapi kalau inget apa yang di bilang bang Erhan tadi, rasanya aku kembali disadarkan oleh kenyataan. Ayah sama Bunda akan terus membela Vanka apapun yang terjadi, aku kecewa bang. Tamparan bunda dan bentakan ayah hari itu bahkan masih aku ingat jelas bagaimana rasanya bang, padahal aku hanya ingin membuat Vanka berhenti." Danish menunduk setelah mengatakan semua isi hatinya.
"Danish, dengerin aku. Kamu boleh kecewa, kamu boleh marah ke mereka, kamu bebas melakukan itu. Kamu gak perlu takut akan apapun, karena sekarang kamu punya kami, anak-anak Akrala, bang Erhan, bang Firly, papa ku, bang Altha juga mama sama papa kamu. Kamu sekarang bukan lagi Agra, kamu Danish, putra bungsu sekaligus pewaris tahta keluarga Mahesa, kamu jauh lebih tinggi di banding Vanka saat ini."
"Mama papa kamu yang sekarang sangat menyayangi kamu, kamu bisa andalkan mereka, mereka tidak akan keberatan. Vanka tidak akan bisa berkutik lagi saat ini, dia pasti akan dapat hukuman yang setimpal, paham Danish?" Danish mengangguk setelah mendengar ucapan panjang Jeffrey.
"Kamu akan menang dalam kasus ini, kami semua akan pastikan hal itu. Jangan lupa jika Saka dan Alicia juga akan melaporkan tentang percobaan pembunuhan dan pencurian pada Vanka, bahkan uang milik ayah nya tidak akan bisa membuat nya lolos dari hukum."
.
.
.
.
.
"Bang Jefy, gue minta peluk boleh?" Jeffrey langsung membuka tangan nya setelah mendengar permintaan Danish.Grep
"Bang Jefy, kepala gue sakit." Jeffrey hanya mengangguk dan langsung mengelus kepala pemuda di pelukannya itu.
"Udah gue bilang, lo gak perlu takut cil. Kita bakal nemenin lo besok, gak usah tegang nanti lo panik lagi kayak tadi sore." Danish memejamkan matanya, mendengarkan ucapan Jeffrey dengan seksama.
"Danish kenapa?" Danish hanya diam saat Kenzo ikut mengelus kepalanya.
"Dia takut mikirin sidang besok bang." Kenzo tersenyum saat mendengar Jeffrey menjawab nya.
"Ajak duduk di sofa Jeff, biar lebih tenang." Jeffrey mengangguk dan menuntun Danish untuk duduk di sofa ruang tengah.
"Habis ini makan dulu ya Dan, bang Sav lagi bikinin lo sup ayam brokoli." Danish menatap Ersya yang baru saja keluar dari dapur dan mengangguk.
"Maaf ya bang, gue malah ngerepotin kalian setelah balik kesini."
Sret
Danish mendongak saat lagi-lagi ada yang mengelus kepalanya.
"Kita lebih milih lo repotin dari pada harus jauh dari lo, jadi jangan sungkan buat ngerepotin kita." Danish merengut saat mendengar ucapan Mada.
"Nih, gue bawain roti kopi, tapi dimakan nanti kalau lo udah makan nasi." Kedua netra Danish langsung berbinar saat menerima kantung plastik berisi empat bungkus roti kopi dari Mada.
"Thanks bang Dabi!" Mada tersenyum dan duduk si sebelah Yuvan yang sudah lebih dulu duduk disana.
"Saka sama Alicia bakal dateng kan cil?" Danish mengangguk saat Jeffrey bertanya.
"Dateng, mereka udah kasih kabar kalau mereka akan datang. Tapi bang–" Danish menggantung ucapannya dan menatap satu persatu anggota Akrala yang ada di ruang tengah itu lekat.
"Kenapa?"
"Ada apa cil?"
"Hm?"
"Gue mungkin bakal buka luka gue lama gue besok, kalian gak bakal ninggalin gue kan? Kalian bakal tetep ada disana dan ngedukung gue kan?" Yuvan yang melihat ketakutan dan kekhawatiran di netra hitam Danish langsung mengangguk.
"Iya, kami bakal selalu ada di belakang lo. Lo gak perlu khawatirin hal itu, kami akan selalu mendukung apa pun yang kamu lakukan." Danish menunduk setelah mendengar ucapan Yuvan.
"Sudah sudah, Danish jangan mikir yang aneh-aneh dulu soal besok, ingat kata bang Firly, tenang dan semua pasti baik-baik aja." Semua yang ada di ruang tengah menoleh pada Savian yang baru saja keluar dari dapur dengan membawa mangkuk berisi sup dan sepiring nasi untuk Danish.
"Jangan sampai lo panik sendiri kayak tadi sore Dan, sekarang ayo makan. Kalian juga sana makan, gue mau nasi yang gue masak malam ini habis!" Mendengar ucapan Savian yang lain langsung beranjak ke arah dapur, akan sangat berbahaya jika mereka mengabaikan ucapan sang tertua.
"Makasih bang Vian." Savian tersenyum dan mengusak kepala Danish.
"Sama-sama, ayo makan habis itu minum obat nya. Tidur lebih cepat supaya kamu bisa bangun dalam keadaan seger besok pagi."
.
.
.
.
.
Selain pada Jeffrey dan Mada, Danish biasa bercerita pada Savian saat mereka akan tidur, ah lebih tepatnya Danish akan merancaukan segala hal yang menggangguk pikirannya dan Savian akan diam mendengarkan.Seperti malam ini, Savian menemani Danish yang sedang berbaring di lantai dengan tubuh terbungkus selimut, setengah tubuh pemuda itu bahkan sudah berada di kolong ranjang.
"Mereka gak akan cari pengacara biasa buat belain Vanka bang, mereka akan melakukan segala cara agar putri kesayangan mereka itu bebas."
"Gue gak akan kalah kan bang? Bang Sapta pasti bisa bikin gue menangkan bang?"
"Bang Vian, gue takut sama mereka. Mereka bahkan bisa ngebuat putra sulung nya terbuang gara-gara Vanka."
"Bang Vian gue takut."
Sret
Danish hanya diam saat Savian menarik tubuhnya dan langsung memeluk nya, sang tertua selalu melakukan itu jika Danish mulai merancau dengan mata sayu karena mengantuk.
"Semua bakal baik-baik aja, mereka gak akan bisa nyentuh lo selagi masih ada kita. Jangan lupa kalau keluarga lo pasti gak akan biarin hal itu terjadi."
"Maafin gue bang maaf." Savian sebenarnya bingung saat Danish mulai meneteskan air matanya.
"Danish."
"Maafin gue bang, maaf kalau gue." Savian akhirnya memilih menepuk pelan punggung Danish dan membiarkan Danish tetap menangis.
"Nangis aja malam ini, gak papa. Besok lo udah harus kuat lagi, jangan tundukin kepala lo di hadapan mereka yang harus lo lawan. Lo punya banyak dukungan, ada keluarga lo yang gak akan biarin lo jatuh lagi."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat pagi
Kejutan minggu pagi ya...
Akrala up nih
Santai-santai dulu sebelum beberapa chapter kedepan agak berat...
Aku up sekarang karena Akrala minggu depan libur up ya...Selamat membaca dan semoga suka
See ya
–Moon–
![](https://img.wattpad.com/cover/344281339-288-k841690.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Akrala (Sudah Terbit)
FanfictionAgra tidak tau apa yang terjadi sebenarnya, dia hanya pergi tidur setelah meminum obat tidur miliknya. Memutuskan melupakan sejenak masalah plagiat yang dilakukan oleh adik kembarnya sendiri. Tapi saat membuka mata, bukan kamar kost nya yang di liha...