88. Percobaan

2K 245 11
                                    


.
.
.
.
.
Seorang pemuda tampak sibuk di depan laptopnya untuk melakukan sesuatu, sedangkan di sebelahnya ada seorang gadis yang sedang mencoba menahan emosinya.

Kedua nya sedang melihat sebuah video rekaman cctv yang sebelumnya sudah di serahkan Danish pada  mereka, dan sesuai janji mereka, mereka akan melihat video itu setelah kasus plagiat selesai.

"Sandi sialan!" Saka menggeram marah saat melihat dengan jelas isi video itu.

"Tapi selama ini dia kelihatan baik ke Agra, kenapa dia tega ngelakuin itu? Apa hubungan dia sama Vanka?" Saka menggeleng saat Alicia merancau di samping nya.

"Akhirnya gue paham maksud Danish kalau ini bakal bikin kita hancur." Saka mengepalkan tangannya, dia marah pada dirinya sendiri karena tidak menyadari itu sejak awal.

"Kita harus laporin ini ke polisi, lo mau ikut gue gak Lis?" Alicia menahan tangan Saka yang sudah akan beranjak.

"Kenapa?" Alicia menatap lekat pada sang sahabat dekat nya itu sebelum mengeluarkan sebuah senyum mematikan.

"Kita akan laporin itu, tapi gak sekarang Ka. Gue mau main-main dulu sama si brengsek itu." Alis Saka mengernyit saat mendengar ucapan Alicia.

"Maksud lo?"

"Sandi itu model Ka, sedikit banyak dia pasti punya fans dan di kenal banyak orang. Tapi gimana kalau kita sebar dulu rekaman cctv itu? Blur wajah Agra sama wajah Sandi, biarin semua orang tau kalau Vanka yang baru saja terkena kasus plagiat, harus kembali terseret kasus." Saka terdiam mendengar ide Alicia, namun bukannya menolak Saka justru menyetujuinya.

"Kita bakal bikin mereka berdua tau akibatnya, oh jangan lupa masalah cafe punya Danish Ka, saat melaporkan hal itu laporkan juga sekalian." Saka hanya mengangguk, tangannya sudah dengan cepat bekerja dengan laptopnya.

"Cafe itu bakal balik ke tangan Danish, cafe itu salah satu alasan Agra senyum dulu."
.
.
.
.
.
Danish memilih mengurung diri di studio sepulang dari pengadilan, ucapan dan tamparan Tari padanya tadi cukup membuat jiwa nya kembali patah.

Sebegitu tidak berharganya dirinya di mata kedua orang tuanya, bahkan mereka enggan menyebut namanya.

"Sebenarnya Agra anak bunda atau bukan sih? Kenapa sejak dulu kalian gak pernah peduli?" Agra tertawa miris, bahkan meskipun dia menang di kasus ini namun dia akan selalu kalah di mata kedua orang tuanya.

"Kalian selalu membela Vanka, meskipun tau jika apa yang Vanka lakukan salah kalian tetap membelanya."

"Sedangkan Agra? Jangan kan membela, kalian bahkan tidak segan langsung menuduh jika ada yang menyebut nama Agra dalam masalah." Agra mengepalkan tangannya erat.

"Agra tidak minta apapun ke kalian, Agra cuma mau kalian melihat Agra sebagai anak kalian, memperlakukan Agra seperti kalian memperlakukan Vanka."

"Permintaan Agra terlalu berat ya buat bunda sama ayah? Bahkan sampai raga Agra sudah terkubur hampir setahun pun kalian sama sekali tidak peduli." Lagi-lagi Danish tertawa miris mengingat bagaimana hidupnya dulu.

Danish terdiam cukup lama dalam lamunannya, kepalanya terlalu berisik untuk dia berpikir jernih saat ini.

Srak

Danish dengan cepat membuka laci meja paling bawah, tangannya meraih satu botol obat penenang yang masih utuh, karena memang selama ini tidak pernah dia minum, Danish hanya meminum obat tidur selama ini.

"Danish maafin gue, karena sepertinya gue gak sekuat itu buat bertahan disini. Tapi gue udah nepatin janji gue buat bikin anggota Akrala sama keluarga lo sayang ke lo." Danish membuka tutup botol obat dan segera menuangkan beberapa butir obat ke tangannya, tanpa ragu pemuda itu langsung meminumnya.

"Bang Jefy, maafin gue."

Mata Danish tertutup perlahan, tubuhnya terasa ringan namun jantung nya berdetak sangat kencang hingga rasanya akan meledak. Danish menggenggam botol obat itu erat untuk meredakan rasa sakit yang dia rasakan, sebelum akhirnya tangannya melemas karena kehilangan kesadaran.

Cklek

"Danish?" Jeffrey masuk tepat setelah Danish kehilangan kesadarannya, Mada juga setia mengikuti di belakang pemuda itu.

"Kenapa tidur di kursi sih? Kan enak di kasur?" Mada bergumam saat melihat tubuh mungil Danish terpejam di kursi kerja nya.

"Biar gue pindahin bang." Mada hanya mengangguk saat Jeffrey mulai mengangkat tubuh Danish.

Tak

Sebuah botol obat jatuh tepat saat Jeffrey mengangkat tubuh Danish, hal itu jelas menarik perhatian Mada dan Jeffrey.

"Jeff, ini?" Mata Jeffrey membulat setelah melihat obat apa yang ada di tangan Mada.

Dengan cepat Jeffrey meletakkan tubuh Danish di atas lantai, menepuk pipi pemuda itu beberapa kali berharap jika perkiraannya salah.

"Danish... Danish buka mata lo! Danish!"

"Danish please jangan buat kita takut!"

"Danish!"

Sret

"Kita harus cepet ke rumah sakit bang! Lo tolong ambil dompet gue sama kasih tau yang lain, gue bakal langsung bawa Danish ke mobil." Mada langsung beranjak tanpa menjawab karena dia tau yang mereka butuhkan saat ini adalah tindakan mereka.

"Danish kenapa?"

Jeffrey segera membawa Danish ke mobilnya, tanpa menjawab pertanyaan Kenzo yang ikut berlari ke arah mobilnya.

"Bang Kenzo, lo ikut gue, jangan lupa kabarin bang Han sama bang Firly, suruh mereka nyusul ke rumah sakit!"
.
.
.
.
.
"Lihat apa bang?" Sandi mendekati sang manager yang sedang fokus pada layar ponsel nya, yang membuat Sandi penasaran adalah ekspresi serius sang manager.

"Lihat ini, dia bukannya temen deket mu itu ya? Yang kemarin di laporin Danish ke polisi karena kasus plagiat novel nya?" Sandi akhir nya ikut melihat pada layar ponsel managernya.

"Gila gak? Dia baru aja di vonis hukuman penjara satu tahun tapi terus video ini beredar, bisa-bisa dia ikut diadili lagi. Ini percobaan pembunuhan, kamu jangan deket-deket dia lagi mulai sekarang San, saya gak mau kamu ikut keseret."

Deg

Sandi tidak bisa berkata-kata, dia cukup terkejut melihat video yang merupakan rekaman cctv itu, adalah rekaman di kamar yang sangat di kenalnya.

"Jaga pergaulan San, jangan sampai kayak dia. Gila dia malah diem aja waktu lihat pembunuhan kayak gitu." Sandi tidak bisa menyembunyikan gemetar di tangannya, dia ketakutan saat ini, meskipun wajah korban dan pelaku di blur.

"I-iya bang, kalau gitu aku mau tidur ya, aku ngantuk." Sandi dengan cepat pergi ke kamar nya yang ada di apartemen sang manager, dia memang akan tidur di tempat sang manager jika ada pekerjaan secara beruntun di jakarta.

"Sialan! Kenapa bisa ada rekaman cctv itu?!"

Berbeda dengan apa yang di rasakan Sandi, saat ini keadaan Danish benar-benar membuat anggota Akrala terkejut dan khawatir, terutama saat Mada mengatakan jika Danish melakukan percobaan bunuh diri.

"Sebenarnya Danish kenapa?" Jeffrey mengepalkan tangannya erat mendengar pertanyaan Yuvan.

"Apa karena yang terjadi di pengadilan tadi?" Semua yang ada disana terdiam, memikirkan kemungkinan yang membuat Danish mereka melakukan hal nekat ini.

"Sudah-sudah yang penting mulai sekarang jangan pernah lepas pengawasan kalian dari Danish, ini yang kedua kali nya dia melakukan hal ini, jadi tidak menutup kemungkinan dia akan melakukannya lagi nanti." Semua anggota Akrala menunduk mendengar ucapan Firly.

Mereka beruntung karena Jeffrey dan Mada menemukan Danish di saat yang tepat, karena jika mereka terlambat sedikit saja mereka akan kehilangan leader mungil mereka itu.

"Sekarang jaga Danish, jangan tanya dulu alasannya lebih dulu, biarin dia tenang dulu."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat siang
Double up ya...
Danish gimana ya nanti?
Enak nya Sandi diapain?

Selamat membaca dan semoga suka

See ya

–Moon–

Akrala (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang