39. Mada tau

3.9K 408 7
                                    


.
.
.
.
.
Danish tidak benar-benar fokus pada film yang di putar, padahal dia sendiri yang memilih film harry potter itu tadi. Tapi ternyata yang fokus pada film nya justru Yuvan dan Wiya, sedangkan Danish kembali berkutat dengan ponselnya.

"Lo lagi ngapain sih?" Danish hanya melirik ke arah Mada yang ada di sebelahnya.

"Nulis ini." Danish menunjukan draft dari cerita yang sedang dia ketik.

"Apa itu?" Mada jelas penasaran saat melihat ponsel Danish tadi.

"Rahasia, nanti juga bang Dabi tau." Mada mengangguk, dia tidak akan memaksa jika Danish tidak ingin mengatakannya.

"Bang Yasa." Wiya yang semula fokus pada film langsung menoleh pada Danish.

"Kenapa cil? Mau minta peluk lo?" Danish langsung menggeleng heboh.

"Gak, enak aja! Gak jadi manggil, batal-batal!" Seruan panik Danish jelas membuat semua yang ada disana tertawa.

"Kenapa sih lo kalau meluk gue gak mau?" Danish mengedikan bahunya.

"Lo kalau meluk pake cium-cium, gue gak suka bang Yasa." Wiya merengut saat Danish mengatakan hal itu.

"Berarti kalau gak pake cium pipi lo boleh dong gue peluk?" Danish mengangguk acuh.

"Oke kalau gitu gue gak bakal pake cium-cium, jadi lo gak boleh nolak kalau gue peluk."

"Lah itu novel hasil plagiat ternyata?" Ucapan pelan Yuvan berhasil membuat perhatian mereka semua terfokus pada pemuda tinggi itu.

"Kenapa Van?" Yuvan menunjukkan ponselnya pada Mada.

"Liat novel yang gue beli bulan lalu, ternyata hasil plagiat. Mana gue suka ceritanya lagi." Yuvan menggerutu, hal itu membuat Wiya, Danish dan Jeffrey penasaran.

Deg

Ketiganya mematung saat tau novel apa yang dimaksud Yuvan. Jeffrey dan Wiya langsung menoleh pada Danish yang masih mematung.

"Bang, nanti kalau udah selesai tolong matiin ya, gue ngantuk." Yuvan mengangguk, tanpa tau jika sebenarnya itu hanya alasan Danish untuk pergi dari hadapan mereka.

"Gue mau ikut tidur sama Danish lah." Wiya segera menyusul Danish yang sudah berbaring di atas kasur yang ada di ruangan sebelah, sedangkan Jeffrey menghela nafas panjang hingga membuat Yuvan dan Mada menoleh.

"Kenapa Jeff?" Jeffrey menggeleng.

"Gak papa bang, nih gue balikin hape lo. Lo tau gak bang, gue kenal author asli dari novel itu."
.
.
.
.
.
Wiya menghampiri Danish dan segera berbaring di sebelah pemuda mungil itu, Wiya tau jika Danish pasti sedih masalah novel itu, apa lagi saat mendengar Yuvan menyukai novel itu.

"Cil."

Grep

Wiya sebenarnya terkejut saat Danish tiba-tiba berbalik dan memeluk tubuh nya, Wiya tersenyum tipis.

"Gue tau lo sedih, seharusnya lo tadi bilang langsung ke Yuvan." Danish menggeleng pelan.

"Gue gak bisa bang, gak bisa sekarang." Wiya menepuk-nepuk pundak Danish pelan.

"Lo mau hak cipta novel itu kan cil? Mau gue yang urus itu?" Danish mendongak dan menatap ke arah Wiya lekat.

"Gak bang, biar gue urus itu. Tapi nanti kalau gue butuh bantuan lo, gue bisa minta tolong ke lo kan bang?" Wiya mengangguk mantap.

"Bisa, kapan pun lo perlu bantuan, lo bisa bilang ke gue." Danish tersenyum manis mendengar ucapan Wiya, hatinya tiba-tiba saja tenang saat ini.

"Bang Yasa, kenapa dulu lo benci sama gue?" Wiya di buat tidak bisa berkata-kata saat Danish menanyakan itu.

"Gue gak pernah benci sama lo cil, gue cuma gak siap harus ngeliat wajah lo yang mirip sama Janesh, maafin gue ya?" Danish mengangguk dan kembali memeluk Wiya, menyandarkan kepalanya pada dada pemuda itu.

Wiya tentu saja senang, jarang-jarang Danish mau seperti ini padanya, ya kecuali waktu sakit kemarin.

"Bang Yasa, jangan berubah lagi. Soalnya lo jelek kayak beruang marsha kalau kayak gitu." Wiya merengut tapi tangannya tidak berhenti mengelus punggung Danish.

"Kenapa lo suka banget nyamain kita sama beruang sih? Lo mau melihara anak beruang?" Wiya tidak mendengar jawaban dari Danish, dan saat Wiya lihat, pemuda mungil itu sudah terlelap.

"Gue gak bakal ninggalin lo lagi Dan, itu janji gue."
.
.
.
.
.
Mada menemui Jeffrey di dapur asrama seperti permintaannya tadi, karena Mada tau tidak mungkin mereka berbicara di studio dan mengganggu tidur Danish dan Wiya.

"Apa yang mau lo tanyain bang?" Jeffrey mengantuk sejujurnya, tapi Mada memaksa nya untuk bertemu di dapur, padahal kan bisa di kamar mereka.

"Lo tau sesuatu soal novel itu kan?" Jeffrey memandang Mada bingung.

"Novel apa? Lo tau sendiri gue gak pernah baca novel." Mada menghela nafas panjang, Jeffrey bisa sangat menyebalkan saat mengantuk.

"Novel yang di tunjukin Yuvan tadi, ekspresi kalian bertiga berubah waktu tau novel yang dimaksud Yuvan." Jeffrey menghela nafas kasar saat menyadari kemana arah pembicaraan mereka.

"Kan tadi gue bilang, gue tau siapa penulis asli dari novel itu. Bang Wiya juga tau." Mada menatap lekat pada Jeffrey, saat pemuda itu mengatakan hal tersebut.

"Danish?" Kini Jeffrey yang terkejut mendengar nama Danish di sebut oleh Mada.

"Gimana lo?" Mada tersenyum tipis.

"Ekspresi sedih Danish waktu denger kalau Yuvan suka novel itu sebenernya udah bisa di tebak, apa lagi lo cuma bilang kalau Wiya tau tapi lo gak sebut Danish sama sekali." Jeffrey mengangguk kecil.

"Iya, Danish. Tapi lo tunggu dia ngomong sendiri ke kalian aja bang, anak itu lagi usaha supaya dapat hak cipta dari karya nya. Kita cukup lihat dan bantuin kalau dia memang minta bantuan." Mada mengangguk setuju, karena bagaimana pun itu hak Danish.

"Ya udah kalau gitu sana lo balik ke studio, gue juga mau tidur." Jeffrey mengangguk.

"Iya gue balik, sebelum duo mesum itu mulai lagi." Mada tertawa mendengar gerutuan Jeffrey tentang Kenzo juga Ersya.

"Ya nanti lo coba sendiri lah kalau udah punya pacar." Jeffrey menggeleng.

"Gak bakal, gue cuma mau ngelakuin itu pas udah nikah!"
.
.
.
.
.
Jeffrey menatap lekat Danish yang tidur di sebelah Wiya, beruntung kali ini Wiya cukup normal posisi tidur nya, jika tidak, sudah di pastikan jika Danish akan ketindihan.

Jeffrey meraih ponsel Danish, membuka aplikasi novel online. Melihat akun Agra yang berisi banyak sekali draf cerita, Danish memang mengatakan ingin kembali aktif dengan akun itu. Tujuannya tentu saja mengintimidasi Vanka karena sudah banyak orang tau tentang plagiat tersebut.

Jeffrey harus mengakui jika Danish masih terlihat sama, entah karena sifat Agra yang sama dengan Danish, atau Agra sedang mencoba menjadi Danish agar tidak ada yang curiga.

Sejak tau soal Agra, Jeffrey sudah sering mencari informasi tentang jiwa yang sekarang ada di raga Danish itu. Tidak banyak yang dia temukan kecuali hal-hal yang memang di ceritakan oleh Agra sendiri waktu itu.

"Gue udah janji bakal bantuin lo, siapa pun lo, dan dari mana lo berasal. Yang gue tau sekarang lo Danish, orang yang berhasil bikin jantung gue berdebar kencang."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat pagi
Udah hari sabtu...
Mau double atau triple?
Aku lagi punya banyak draft nih...
Jangan lupa buat yg mau join grup wa, silakan langsung dm ke ReineRenz ya...

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya...

–Moon–

Akrala (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang