80. Jeffrey marah

2K 222 8
                                    


.
.
.
.
.
Savian mengernyit saat menemukan Sandi ada di depan pintu asramanya, dia tidak ingin membuka pintu namun Wiya sudah lebih dulu membuka pintu tersebut.

"Pagi kak Wiya." Wiya membalas senyum ramah pada Sandi.

"Pagi, ada apa pagi-pagi sudah kesini?" Sandi tersenyum polos, namun sepertinya itu tidak mempan terhadap Wiya.

"Saya mau ketemu kak Savian." Wiya mengernyit saat mendengar ucapan Sandi.

"Masuk aja, bang Sav lagi nyiapin sarapan buat Danish." Wiya mempersilahkan Sandi masuk, meskipun dia tidak menyukai kehadiran pemuda itu.

"Pagi-pagi udah main kesini, gak ada kerjaan lo?" Ersya yang biasanya santai entah kenapa tiba-tiba berubah ketus saat melihat kehadiran Sandi.

"Lo ngapain kesini pagi-pagi? Kurang kerjaan lo?" Bukan hanya Ersya, tapi Mada juga ikut berucap ketus pada Sandi yang sudah memasang wajah melas.

"Aku kan mau ketemu kak Savian, aku udh janjian kok." Wiya mengernyit sebentar sebelum akhirnya berdecih, dia memang belum jatuh hati pada sang tertua di Akrala, tapi dia tidak pernah suka jika miliknya di dekati orang lain yang dia tidak kenal.

Ya, Savian sekarang adalah miliknya dan hanya anggota Akrala juga staff mereka yang boleh berdekatan dengan pemuda tinggi itu, ah tentu saja dengan Riziend.

"Loh, ada tamu. Apa gak kurang pagi?" Jeffrey yang baru saja kembali dari studio bersama Danish langsung menyindir Sandi yang sudah ada di studio mereka.

"Hai Jeff, apa kabar?" Jeffrey memasang wajah datar saat Sandi menyapanya.

"Kita gak sedekat itu buat nanyain kabar." Danish yang ada di sebelah Jeffrey berusaha menahan tawanya, apa lagi saat melihat perubahan ekspresi Sandi saat ini.

"Danish, sini sarapan dulu." Danish menoleh dan segera mendekati Savian yang masih ada di dapur.

Sret

"Lo mau kemana?" Ersya menahan tangan Sandi yang akan pergi ke dapur.

"Ke kak Savian."

"Lo tamu, dan kita gak bolehin lo masuk ke asrama kita lebih dalam. Tau sopan santun kan? Kalau gak terima, silakan keluar."
.
.
.
.
.
Kehadiran Sandi di asrama Akrala sebenarnya cukup membuat anggota Akrala kesal, bagaimana tidak sejak tadi Sandi terus saja mencoba mengambil perhatian Savian dan terus saja menghina dan menjatuhkan Danish.

"Kak Savian, kakak suka makanan apa?"

"Kak Savian, lusa ada jadwal gak?"

"Kak Savian aku mau ajak kakak ke bandung, kakak kapan free?"

"Kak Savian, aku juga mau dong di masakin kakak."

"Danish kok gitu sih?"

"Danish ngerepotin yang lain dong."

"Danish dari kemarin kenapa manja sih?"

"Danish gak boleh pilih-pilih makanan."

"Danish..."

"Danish..."

Brak!

Semua anggota Akrala yang ada di ruang tengah terkejut melihat Jeffrey menggebrak meja makan, ucapan Sandi juga seketika berhenti.

"Lo bisa diem gak?" Jeffrey menatap tajam pada Sandi yang menunduk.

"J-Jeff marah sama aku." Sandi bergumam lirih, namun dia tidak sadar jika saat ini anggota Akrala sama sekali tidak mempedulikannya.

"M-maaf Jeff." Jeffrey menghela nafas panjang, berterima kasih lah pada Danish yang sudah membuatnya menurunkan emosi.

"Lebih baik lo pulang! Kehadiran lo disini itu gak guna, lagi pula kerjaan lo cuma menghina makanan dan menjatuhkan orang lain." Jeffrey tanpa banyak kata langsung menarik Sandi agar keluar dari asrama mereka.

"Sekarang lo pulang dan gak usah balik lagi!"
.
.
.
.
.
Marahnya Jeffrey adalah hal yang di hindari anggota Akrala, bahkan CEO perusahaan mereka saja tidak pernah ingin berhadapan dengan amarah Jeffrey.

Namun kali ini Jeffrey sudah benar-benar marah, bahkan dia yang menyeret Sandi untuk keluar dari asrama mereka. Bukan salah Jeffrey, semua adalah akibat ucapan Sandi sendiri.

"Itu anak kenapa sih? Gue ngeri liat nya." Yuvan yang memang sejak Sandi datang tidak mengeluarkan suara akhirnya membuka suara.

"Dia juga gitu kalau di lokasi pemotretan?" Savian menatap Kenzo dan mengangguk.

"Ya gak jauh beda, cuma akhir-akhir ini memang makin menjadi. Apa lagi waktu ada Danish, kesannya dia cari masalah dan akhirnya yang disalahkan Danish."

"Itu kenapa gue benci sama Sandi!" Setelah mengatakan itu Danish berlalu pergi, hal itu membuat semua anggota menatap sendu punggung sempit leader mereka itu.

"Kayaknya gue harus ikut kalau kalian ada pemotretan deh bang, tapi kalau gue pas gak ada jadwal." Savian tersenyum mendengar ucapan Mada.

"Jeff mau kemana?" Jeffrey yang sudah berbalik langsung berhenti melangkah.

"Nyamperin Danish."

Tatapan anggota Akrala tidak lepas dari punggung Jeffrey, bukan rahasia lagi jika Jeffrey menyukai Danish, dan bukan rahasia lagi jika hanya Jeffrey yang tidak pernah di tolak oleh Danish.

"Jeffrey marah karena Sandi menghina Danish."

"Lagi pula itu anak kayak kurang waras bang, udah ke sini pagi-pagi, gangguin orang sarapan, menghina masakan Mada, ngerecokin abang terus ngatain Danish lagi!"
.
.
.
.
.
"Jangan marah-marah, lo kayak beruang marsha kalau lagi marah bang."

Grep

Danish tau jika Jeffrey pasti akan menyusulnya, maka dari itu Danish tidak terkejut saat Jeffrey tiba-tiba memeluk tubuhnya.

"Gue marah waktu lo di hina, gue gak suka denger penghinaan buat lo!" Danish tersenyum tipis.

"Gak papa bang, udah biasa gue di gituin." Jeffrey mengeratkan pelukannya pada Danish.

"Sorry, dulu gue juga termasuk salah satu orang yang goresin luka buat lo." Danish menggeleng.

"Buat Danish iya, tapi buat gue gak bang. Lo orang yang paling baik buat gue setelah Saka sama Alicia." Jeffrey tersenyum, dia memang menyukai Danish, ah bukan yang dia sukai itu ada jiwa Agra yang sekarang mengisi raga Danish.

"Lo gak mau laporin mereka sekalian Gra? Mereka juga harus dapat ganjaran." Danish tersenyum licik.

"Ngelaporin mereka berdua itu bukan bagian gue bang, tapi bagian Saka. Dia yang akan ngelaporin Sandi sama Vanka, sedangkan tugas gue adalah ngurus soal novel juga cafe." Jeffrey mengernyit.

"Cafe? Cafe lo yang di minta Vanka itu?" Danish mengangguk.

"Semua surat asli nya masih atas nama Agra bang, dan bulan lalu gue udah minta tolong ke Saka buat balik nama atas nama Danish. Seolah memang sejak awal cafe itu punya Danish, jadi Vanka akan terlihat mengambil hak orang lain." Jeffrey menepuk kepala Danish dua kali sambil tersenyum.

"Licik ya, tapi gak apa, gue tetep bakal dukung lo. Apapun yang lo lakuin asal lo seneng dan ngebahayain lo." Danish menatap lekat pada Jeffrey, dia akan menanyakan alasan Jeffrey selalu membelanya selama ini.

"Bang Jefy, kenapa lo sampai segitunya sama gue?" Jeffrey menaikan sebelah alisnya.

"Karena gue suka sama lo, lagi pula lo gak salah. Mereka yang salah, karena bagaimana pun mereka berdua melakukan plagiat dan percobaan pembunuhan." Danish mengerjap, cukup terkejut mendengar jawaban Jeffrey.

"Mereka harus di hukum agar gak ngelakuin itu lagi."

"Bang Jefy, lo suka gue?" Jeffrey mengangguk enteng, namun mampu membuat Danish menunduk. Danish berpikir jika yang disukai Jeffrey adalah Danish dan bukan dirinya, sedangkan dia ingin di sukai sebagai Agra.

"Iya, gue suka lo Agra."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat sore
Akrala up nih...
Ada yang nungguin gak?
Hari ini aku double up ya, mau?
Karena aku belum sempat nulis lagi...

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya...

–Moon–

Akrala (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang