44. Sifat asli Agra

3.6K 378 11
                                    


.
.
.
.
.
Asrama Akrala benar-benar terlihat sepi, tidak ada gerutuan manja Danis seperti biasanya. Pemuda itu hanya diam di dalam kamar sambil sibuk dengan ponselnya, Danish hanya akan bersuara saat di tanya.

Danish tidak pergi ke studio meskipun sudah di izin kan oleh Savian, pemuda dua puluh tahun itu mengatakan jika dia sedang tidak ada ide untuk menyelesaikan lagu nya.

"Danish." Pemuda mungil itu menoleh pada Savian yang memanggilnya.

"Ayo makan dulu, gak laper emang?" Danish menggeleng.

"Belum laper bang, nanti aja ya?" Savian menghela nafas.

"Udah jam makan siang loh ini, dari pagi lo belum makan. Mau gue panggilin bang Firly?" Danish langsung menggeleng dan bangkit perlahan.

"Jangan bang Firly." Savian tersenyum saat ancamannya berhasil membuat Danish keluar dari kamar.

"Sebenernya lo itu kenapa? Bahkan sampe makan pun lo harus diancem dulu." Savian hanya bisa menggerutu saat ini, dia tidak bisa bertanya langsung pada Danish.

Saat Savian menyusul Danish keluar, bisa dia lihat semua anggota Akrala sudah ada di ruang keluarga. Mereka sengaja memesan ayam dan akan memakannya di ruang keluarga, bahkan Mada yang baru saja sembuh pun ada disana.

"Dan, ayo buka mulut lo." Danish hanya menurut saat Mada mengarahkan ayam kepadanya.

"Danish, mau main gitar gak? Pake gitar gue." Danish hanya menatap Ersya tanpa minat, tidak ada binar cerita di matanya seperti sebelum-sebelumnya.

"Bang Yaya punya gitar?" Ersya mengangguk.

"Sebentar gue ambilin." Ersya beranjak ke kamarnya, dia benar-benar mengambil gitar nya.

"Nih, gue pingin liat liat lo main gitar." Danish menerima gitar itu, memetik senarnya beberapa kali sebelum mulai memainkan sebuah melodi.

Semua anggota Akrala terkejut, karena sangat jelas mereka tau jika Danish tidak bisa bermain alat musik. Tapi saat ini Danish memainkan gitar dihadapan mereka semua, memang hanya melodi acak, tapi terdengar sangat indah di telinga mereka.

"Buka mulut lo." Lagi-lagi Mada menyuapinya dengan ayam, karena Danish jadi berhenti makan karena gitar.

"Apa perlu kita mainin alat musik di acara jumpa fans selanjutnya?" Ucapan Kenzo berhasil mendapat anggukan dari yang lain.

"Ide bagus, nanti biar gue yang bilang ke bang Han."
.
.
.
.
.
Danish hanya fokus pada ponselnya sejak mereka selesai makan, meskipun terlihat beberapa kali pemuda itu memperhatikan yang lain tapi hal itu tidak berlangsung lama.

"Cil, mau ikut keluar gak?" Wiya yang baru saja keluar dari kamar nya bersama Ersya langsung menghampiri Danish yang sedang duduk di sofa.

"Gak bang." Wiya mengernyit, biasanya Danish akan selalu semangat saat di ajak keluar.

"Yakin? Kita mau jalan-jalan nih." Danish tetap menggeleng.

"Gue mager bang." Wiya akhirnya menghela nafas panjang.

"Ya udah, lo baik-baik di rumah ya, ada Jeff kok di rumah." Danish hanya mengangguk.

"Ya udah kita pergi dulu ya, nanti kita bawain rotikopi."

Danish memejamkan matanya saat lagi-lagi ingatan nya berputar soal video yang dia lihat seminggu lalu, hatinya kembali sakit dan rasanya dia ingin berteriak marah.

"Cil, kenapa?" Danish membuka matanya saat merasakan sentuhan tangan di pipinya.

"Bang Jefy." Jeffrey tersenyum tipis dan duduk di sofa yang sama dengan Danish.

"Iya, kenapa nangis?" Danish menunduk dengan tangan yang terkepal, dia bahkan menangis tanpa sadar tadi.

"Kalian gak bakal khianatin gue kan bang? Kalian gak bakal kayak bang San kan?" Jeffrey bisa melihat luka karena kecewa di netra hitam Danish. Jeffrey tau pasti rasanya sangat sakit saat di khianati oleh orang yang sangat dia percaya.

"Gak akan, kalau pun mereka khinatin lo, gue bakal ada disisi lo. Gue udah janji sama lo kan?" Danish kembali meneteskan air matanya. Kadang dia marah kenapa sifat nya yang suka over thinking ikut terbawa, padahal seharusnya biarkan saja Agra yang seperti itu, bukan Danish.

"Aku takut bang, aku takut kalau nantinya kalian bakal jadi kayak bang San. Baik ke aku, bahkan sering bilang kalau aku udah kayak adeknya, tapi kenapa ... kenapa dia malah ngehancurin hidup ku bang?"

Grep

Jeffrey memeluk Danish yang kembali menangis, terisak pelan namun terdengar menyakitkan.

"Aku sudah anggap dia kakak sendiri bang, dia kasih aku perhatian dan kasih sayang yang gak pernah aku dapet dari keluarga ku, tapi kenapa bang San tega? Aku salah apa ke dia? Kenapa aku di bunuh?" Jeffrey memejamkan matanya, rancauan Danish saat ini benar-benar membuatnya sakit dan marah.

"Danish, kita bakal bikin mereka dapet hukuman setimpal. Aku bakal bantuin kamu buat dapet keadilan, aku gak akan biarin mereka hidup bebas." Jeffrey bergumam pelan, dia akan benar-benar melakukan hal itu nanti.

"Udah jangan nangis, nanti lo sesek lagi kayak waktu itu." Danish menggeleng.

"Air matanya gak bisa berhenti bang." Danish melepaskan pelukan Jeffrey dan berusaha menghapus air matanya yang terus mengalir dengan tangan bahkan lengan baju nya.

"Jangan di usap keras gitu, nanti perih." Danish hanya terdiam saat Jeffrey menahan tangannya yang akan kembali mengusap air matanya. Jeffrey meraih tisu yang ada di meja dan mulai mengusap mata Danish pelan.

Perlakuan lembut Jeffrey membuat Danish membeku, selama ini bahkan tidak ada yang pernah memperlakukannya selembut Jeffrey.

Cup

Cup

Danish terkejut saat Jeffrey mengecup kedua kelopak matanya, hal itu berhasil membuat Danish terpaku dengan wajah yang memerah, entah karena tangis atau karena perlakuan Jeffrey barusan.

"B-bang Jefy." Jeffrey tersenyum lembut saat Danish memanggilnya, dan sialnya tatapan dan senyum Jeffrey membuat Jeffrey terlihat lebih tampan dimata Danish.

"Hm?"

"J-ja-jangan cium-cium." Jeffrey tertawa pelan saat menyadari jika Danish tersipu malu, pipi dan telinga nya memerah sempurna.

"Iya, maaf ya. Kan biar air matanya berhenti." Danish mengerjap saat Jeffrey mengatakan hal itu.

"Kan bisa di usap bang."

"Kelamaan, kalau gitu kan langsung berhenti air matanya." Danish langsung merengut kesal.

"Tapi jangan gitu bang, nanti aku jantungan!" Jeffrey kembali tertawa saat mendengar ucapan Danish.

"Ya gak mungkin dong cil."

"Mungkin! Bang Jefy gak tau aja kalau tadi jantung gue langsung dug dug kenceng banget gitu!" Kali ini giliran Jeffrey yang terpaku, ucapan Danish barusan seolah menjelaskan jika pemuda itu juga menyukai nya.

"Aku gak mau meninggal dua kali bang! Aku belum dapetin hak cipta karya ku!" Jeffrey tertawa saat mendengar gerutuan Danish. Bagaimana bisa dia berpikir akan meninggal dua kali.

"Iya iya maaf, besok-besok berarti gue harus ijin dulu gitu?" Danish mengangguk tanpa sadar, namun langsung melotot saat sadar akan tindakannya.

"Gak ada lain kali bang!" Jeffrey benar-benar di buat tertawa dan heran dengan sifat polos nya Danish yang keterlaluan itu.

"Kayaknya lo gak boleh deket-deket Ersya sama Kenzo deh cil, nanti otak polos lo ilang."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat siang
Aku up karena gabut, meskipun sebenernya kondisi lagi gak bisa buat up...
Yang dapet spoileran  mohon maaf ya, tapi begitulah aku, suka kasih spoiler....

Selamat membaca dan semoga suka ya...

See ya...

–Moon–

Akrala (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang