09. Aneh!

8K 711 8
                                        


.
.
.
.
.
Untuk pertama kali nya setelah satu minggu Agra ada di tubuh Danish, dia ikut latihan. Memang bukan latihan rutin, saat ini mereka hanya melakukan pemanasan.

Danish hanya diam sambil menatap Wiya, Yuvan dan Mada yang tengah berlatih, sedangkan yang lain sedang berbicara dengan Erhan.

"Danish." Danish menoleh saat mendengar panggilan dari Kenzo.

"Kenapa?"

"Lo yakin mau ikut latihan? Gak mau istirahat aja?" Danish mengernyit tidak suka saat mendengar ucapan Kenzo.

"Gue udah disini bang, ya pasti gue ikut latihan." Kenzo ingin menentang Danish tapi anak itu jauh lebih dulu bangkit dan mendekati Wiya, hal itu jelas membuat Kenzo merengut.

"Bang Wiya, ayo ajarin gue." Wiya menaikan sebelah alisnya saat Danish mendekatinya.

"Udah lo hapalin emang?" Danish mengangguk.

"Udah." Wiya menatap Yuvan, Savian dan Mada.

"Kalau gitu ayo sekalian latihan aja." Semua mengangguk mendengar ucapan Savian.

"Awas kalau lo mengacau di latihan kali ini!" Danish melirik Ersya yang baru saja mengatakan hal itu.

"Iyain deh, terserah lo aja deh bang yaya."
.
.
.
.
.
"Danish bisa ikut saya sebentar." Danish yang baru saja menyelesaikan latihannya langsung menoleh, sedikit heran kenapa Erhan tiba-tiba ingin dia ikut.

"Kemana bang?" Bukan Danish yang bertanya tapi Savian.

"Tim produksi mau ketemu sama Danish." Jawaban Erhan jelas membuat mereka semua terkejut. Kenapa pihak produksi ingin bertemu Danish? Padahal selama ini mereka bahkan sering tidak melibatkan Danish dalam hal produksi.

"Gue ikut bang!" Erhan menggeleng saat melihat Kenzo ikut bangkit.

"Gak usah, kamu disini aja. Saya pastikan Danish akan kembali dengan selamat." Erhan segera mengajak Danish pergi, sedangkan pemuda itu hanya menurut dan berjalan dalam diam.

"Danish, kamu takut?" Danish menggeleng.

"Kenapa saya harus takut? Apa mereka dulu sering memarahi atau memaki saya?" Erhan menggeleng. Karena nyatanya pihak produksi lebih memilih menjauhi Danish dan tidak berhubungan dengan pemuda itu kecuali saat rekaman, di banding menyakiti fisik dan mental pemuda itu.

"Apa pun hasil dari pembicaraan mu dengan mereka nanti, jangan sungkan beritahu saya saat kamu butuh bantuan." Danish hanya mengangguk. Dia hanya akan berbicara bukan pergi perang, kenapa manager nya terlihat begitu takut.

"Bang Han, saya ini cuma sekedar berbicara bukan berperang. Saya akan baik-baik, tenang saja." Erhan menghela nafas. Jika ini Danish yang dulu, sudah pasti dia akan menolak permintaan pihak produksi untuk berbicara.

Menurut Erhan, Danish yang sekarang sering terlihat aneh di matanya. Meskipun sebenarnya perubahannya ke arah positif.

"Saya tau Dan, pokoknya kalau kamu butuh bantuan kamu bisa cari saya."
.
.
.
.
.
"Kamu harus ikut berpartisipasi dalam album ini, paling tidak ada satu atau dua lagu yang kamu tulis."

Kata-kata dari pihak produksi tadi benar-benar membuat Danish kepikiran, belum lagi pertanyaan sang manager yang terlihat khawatir.

"Bang Han, gue gak papa dan baik-baik aja." Jujur saja Danish itu gampang kesal dengan orang yang menanyakan hal secara berulang.

"Terus mereka bilang apa ke kamu Danish?" Danish memejamkan matanya, beruntung saat ini mereka sudah sampai di asrama Akrala.

"Bang, please! Biarin gue mikirin hal itu dulu!"

Brak

Erhan menatap punggung Danish yang menjauh dengan khawatir, bukan karena apa, tapi semua itu murni karena Erhan melihat wajah murung Danish sejak keluar dari ruang rapat.

Erhan tidak tau apa yang di bicarakan pihak produksi pada Danish, tapi Erhan yakin jika itu menyangkut soal album Akrala berikutnya.

"Hah...kamu berubah terlalu banyak Dan, apa perlakuan mereka ngebuat kamu seperti ini? Kamu yang sekarang semakin susah di dekati, meskipun kamu terlihat lebih ekspresif."

Danish melewati ruang keluarga begitu saja, padahal disana tengah berkumpul anggota yang lain. Danish benar-benar kesal saat ini, dan itu membuat yang lain bingung, bahkan Kenzo terlihat khawatir.

"Danish!" Kenzo baru saja akan menyusul Danish sebelum suara Erhan menghentikannya.

"Biarkan Danish sendiri dulu Ken." Kenzo dan yang lain bergegas menatap kearah Erhan.

"Bang Han, apa yang tim produksi katakan pada Danish?" Erhan hanya menggeleng.

"Saya juga belum tau, Danish belum mengatakan apapun sejak keluar dari ruang rapat." Ucapan Erhan jelas membuat Kenzo semakin khawatir, bukan hanya Kenzo namun ada satu orang lagi yang menatap khawatir pada arah pergi nya Danish.

"Mereka gak habis ngelakuin kekerasan ke Danish kan bang?" Erhan menatap ke arah Yuvan saat pemuda tinggi itu bertanya pelan.

"Sepertinya tidak, lagi pula selama ini tim produksi tidak pernah melakukan hal yang menyakiti fisik Danish."

"Saya pamit, saya akan ke perusahaan dan menanyakan itu pada tim produksi."
.
.
.
.
.
Danish mengusap wajahnya kasar, bukan dia tidak ingin berpartisipasi pada album baru mereka, tapi masalahnya dia bingung harus membuat lagu yang seperti apa.

"Anak ini gak bisa main musik, aneh gak kalau dia tiba-tiba bisa nyiptain lagu?" Danish jelas bingung saat ini, dia bimbang.

Danish akhirnya berdecak saat sudah memutuskan, dia akan tetap membuat lagu untuk Akrala. Lagi pula sekarang tubuh Danish adalah miliknya, milik Agra.

"Gue harap mereka semua gak kaget sama hasilnya, gue harus mulai bertindak supaya mereka gak bisa lagi ngerendahin Danish!"

Jemari mungil Danish mulai aktif pada Synthesizer milik nya, sepertinya nanti dia harus mencari info dimana keluarga Danish asli berada. Dia ingin mengetahui letak makam Janesh dan berterima kasih pada kembaran Danish itu, karena alat-alat milik Janesh sangat lengkap dan Agra bahagia akan itu.

"Baru kali ini gue bahagia kayak gini, bahkan rasanya kayak waktu gue mulai nulis cerita pertama gue."

Satu jam, dua jam, bahkan hampir lima jam Danish berkutat dengan musik yang dia kerjakan. Pemuda itu bahkan tidak peduli jika dia tidak tidur lagi malam ini.

Beberapa kali Danish terlihat mengernyit saat tidak menemukan nada yang cocok sesuai dengan keinginannya, Danish juga beberapa kali menggumamkan nada-nada tersebut.

Sret

"Capek." Danish menyandarkan punggung nya pada kursi, setelah lima jam berkutat dengan musik, akhirnya Danish berhasil membuat satu musik yang sesuai dengan keinginan nya.

"Hoam...mager balik ke kamar, tidur sini aja deh." Danish menyimpan semua pekerjaan nya, niatnya ingin tidur tapi ternyata dia tetap membawa laptop nya ke atas kasur.

Jemari Danish dengan lincah berganti menekan keyboard laptopnya, pemuda itu tidak ingin benar-benar berhenti dari hobi nya di kehidupan lama, itulah kenapa saat ini Danish tengah menulis apa pun yang ada di pikirannya.

Deg

Danish menghentikan jemarinya, perlahan tangan pemuda itu meraba dadanya, lebih tepatnya tempat dimana jantung nya berada.

"Danish, gue berterima kasih sama lo, karena udah biarin gue ngerasain semua ini. Jadi gue siap kalau lo kasih semua ingatan lo ke gue, lebih cepat lebih baik, biar gue gak ngerusak hidup lo dan bikin mereka tau kalau Danish yang sekarang gak akan bisa mereka remehkan."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat malam
Ada yang nungguin Akrala?
Akrala lagi ngebut ya?
Gpp deh biar cepet selesai dan ganti book baru...

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya...

–Moon–

Akrala (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang