71. Asrama

2.3K 279 17
                                    


.
.
.
.
.
Absen nya Danish dari kegiatan Akrala selama tiga bulan ini ternyata membuat para anggota menjadi lebih diam, bahkan di asrama sekalipun.

Wiya adalah orang yang perubahannya paling terlihat, pemuda itu bahkan sama sekali tidak tertawa kencang saat di atas panggung atau di belakang panggung, pemuda itu hanya akan tersenyum kecil.

Banyak Riziend yang mengkhawatirkan Wiya, pemuda yang mereka tau selalu terlihat ceria itu kini terlihat pendiam. Belum lagi ketidakhadiran sang leader mungil mereka yang dikabarkan tengah sakit dan sedang menjalani pemulihan untuk cedera yang dideritanya.

Savian adalah orang yang memperhatikan perubahan anggota Akrala, belum lagi dengan perang dingin yang masih di lakukan oleh Jeffrey dan Mada pada Wiya.

"Hari ini gue minta gak ada yang keluar dari asrama, semua stay di asrama." Anggota Akrala mengangguk saat mendengar seruan Savian.

"Iya bang, lagian gue mau tidur seharian, capek gue." Savian mengangguk mendengar jawaban Yuvan.

"Yang lain juga istirahat, hari ini kita dapat libur, gunain libur buat istirahat."

"Tapi tumben bang, di tengah jadwal padat gini kita dapet libur?" Savian mengedikan bahunya.

"Mungkin karena minggu depan kita bakal syuting di luar kota selama beberapa hari, jadi perusahaan mau kita istirahat." Ersya meletakan kepalanya keatas meja makan.

"Gue kangen Danish bang, dia belum mau ketemu kita ya?" Savian menggeleng, memang Erhan dan Firly sengaja meminta mereka tidak mengunjungi Danish karena permintaan Danish sendiri.

"Sabar ya, Danish masih berusaha buat sembuh dan balik sama kita lagi."

Srek

Savian, Ersya, Kenzo, Yuvan, Mada dan Jeffrey menatap kepergian Wiya dari ruang makan, mereka tau Wiya pasti kembali merasa bersalah.

"Danish trauma banget bang, pasti bakal susah kalau lihat Wiya ada di sekitarnya selama dua puluh empat jam." Savian tersenyum, dia paham. Namun bagaimana lagi, mereka akan tetap bertemu selama masih terikat kontrak dengan Akrala.

"Gue tau Van, itulah kenapa kita kasih Danish ruang buat nyiapin hati, perasaan dan menghalau segala rasa takutnya."
.
.
.
.
.
Savian menatap kamarnya dan Danish di asrama, kedua netra kembarnya jatuh pada lemari yang ada di sisi kiri kamar, tepat bersebelahan dengan tempat tidur Danish.

Cklek

Savian membuka lemari itu perlahan, pakaian, sepatu hingga barang pribadi milik Janesh masih ada disana, persis seperti saat Janesh menatap lemari itu di hati terakhirnya.

Savian beralih menatap sekeliling kamar, hingga netranya kembali jatuh pada dua koper yang tersusun rapi di bawah ranjang.

Sret

Savian menarik koper itu keluar, dari berat yang di rasakan Savian, pemuda itu tau jika koper ada isi nya.

"Hah, jadi selama ini lo nurutin gue buat gak nyentuh barang-barang Janesh? Bahkan pakaian lo masih lo taruh di dalam koper." Savian menghela nafas panjang sebelum kembali menutup koper itu, rasa bersalah kembali dia rasakan.

"People come and go, begitu juga kenangan. Udah saat nya gue move on kan? Gue gak bakal ngelupain lo Janesh, tapi gue harus kasih adek lo ruang. Udah saat nya Danish dapat hak nya disini, sama kayak permintaan lo dulu ke gue kan?" Savian memejamkan matanya sejenak sebelum keluar dari kamarnya.

Dia akan mengambil kardus yang sebelumnya sempat dia minta dari Erhan, dia akan membereskan barang milik Janesh, meskipun nantinya dia akan membiarkan pakaian, sepatu dan barang-narang milik Janesh yang bisa di gunakan oleh Danish.

"Bang Sav." Savian langsung menoleh saat mendengar suara Kenzo.

"Kenapa Ken?" Alis Kenzo menukik, dia bingung kenapa Savian harus membawa beberapa kardus.

"Kardus buat apa bang?" Savian menatap ke arah tangannya.

"Mau beresin kamar." Kenzo menatap lekat pada Savian.

"Gue mau beresin barang Janesh, jadi kalau Danish balik dia udah bisa dapat hak nya di kamar itu." Ucapan Savian membuat Kenzo tersenyum, pemuda berlesung pipi itu lega karena akhirnya Savian mau membereskan barang milik Janesh.

"Gue bantu ya bang?" Savian tersenyum dan mengangguk, sepertinya keputusannya benar, meskipun dia belum tau Danish akan kembali ke asrama kapan.

"Ayo, tapi jangan berantakin barang yang lain!"
.
.
.
.
.
Jeffrey memutuskan menghabiskan waktunya di studio asrama, tidak sendiri tentu saja, tapi bertiga dengan duo tiang, Yuvan dan Mada, tenang sudah atas izin Danish.

"Danish kapan balik ya Jeff?" Jeffrey yang sedang duduk di sofa mengedikan bahunya, karena kursi kerja milik Danish sudah di kuasai Mada.

Pemuda tinggi itu sedang mengecek komputer Danish, mencari tau apa ada musik baru yang di kerjakan Danish atau gak.

"Gak tau bang, Danish juga jarang ngabarin akhir-akhir ini." Jeffrey menjawab seadanya, karena memang Danish jarang mau membalas pesan atau menjawab telpon nya.

"Loh, sejak kapan lacinya di kunci?" Mada dan Jeffrey menoleh saat Yuvan mengatakan itu.

"Bukannya emang dari dulu di kunci ya?" Yuvan menggeleng, dia sangat ingat jika dulu Janesh tidak pernah mengunci laci itu.

"Coba buka aja bang, kunci nya pasti ada di laci yang atas, Danish selalu naruh kunci disana." Yuvan menurut, dia membuka laci pertama dan benar saja dia menemukan beberapa kunci yang menggantung menjadi satu.

Klik

Apa yang Yuvan lihat di laci itu membuat pemuda itu mematung, bahkan hal itu membuat Mada dan Jeffrey kebingungan.

"Kenapa bang?" Yuvan membuka laci itu lebih lebar.

"I-ini, sejak kapan Danish konsumsi ini?" Pertanyaan Yuvan membuat Mada dan Jeffrey mendekat.

Deg

"Obat tidur?" Mada mengenali obat itu, karena dulu saat dia hiatus dia juga mengkonsumsi obat itu, tapi atas resep dokter.

"Dari lama." Jawaban pelan Jeffrey membuat Mada dan Yuvan menoleh.

"Lo tau?" Jeffrey mengangguk.

"Gue tau beberapa bulan lalu, waktu Danish mulai terbuka sama gue. Dia konsumsi itu dari sebelum jadi anggota Akrala, karena tanpa itu dia gak bisa tidur." Yuvan dan Mada rasanya lemas mendengar penjelasan Jeffrey.

"Orang tuanya pasti gak tau soal ini?" Jeffrey tersenyum sendu.

"Mereka baru tau sebulan lalu, saat Danish di temukan gak sadar di kamar nya. Sampai akhirnya anak itu di bawa ke rumah sakit, mereka baru tau kalau selama ini anak bungsu mereka tersiksa." Mada mendengus mendengar jawaban Jeffrey.

"Mereka sih harusnya di sleding dulu biar sadar, ngeselin banget jadi orang tua!" Yuvan tersenyum saat Mada menggerutu.

"Kita harus kasih tau anak-anak, mereka harus tau, biar kalau Danish balik kita semua udah gak bingung apa yang harus di lakuin." Jeffrey hanya mengangguk, dia tidak tau apa tanggapan anggota Akrala lainnya. Apa mereka akan semakin merasa bersalah atau bagaimana.

"Nanti aja, sekarang bang Savian lagi beresin kamar. Bisa habis kita kalau ganggu dia." Mada dan Jeffrey mengangguk, karena Savian akan memarahi siapapun yang mengganggunya bersih-bersih.

"Kangen Danish, pingin ketemu!" Mada tiba-tiba saja mengatakan hal itu.

"Kita semua kangen sama Danish Da, tapi Danish masih perlu waktu buat ngatasin traumanya."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat pagi
Akrala up kembali nih...
Ada yang kangen gak?
Maaf ya aku baru bisa up sekarang, soalnya aku lagi sibuk ngurus book sebelah...
Tapi sekarang udah selesai...
Aku rencana nya mau double up nih...
Buat obat kangen...

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya...

–Moon–

Akrala (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang