"Aku mohon, Pavel. Aku tidak bisa meninggalkanmu setelah apa yang sudah aku lakukan padamu."
"Kenapa tidak? Aku adalah salah satu karyawan di tempat ini, dan sudah tugasku untuk melayani tamu VVIP-ku, jadi kau tak perlu merasa harus bertanggung jawab atas apa yang sudah kau lakukan padaku. Kau juga membayar mahal ketika masuk ke tempat ini. Jadi sebaiknya lupakan semua dan pergilah!"
"Tidak. Aku tidak bisa, Pavel. Sungguh aku tidak bisa. Aku mohon, ikut denganku. Sebenarnya apa yang sudah terjadi denganmu?"
"Kau pikir akan membawaku ke mana, Tuan? Ini adalah tempatku, dan aku menyukainya. Sebenarnya apa yang kau pikirkan? Aku menderita? Terpuruk karena Ayah dan Ibu meninggalkanku saat itu? Tidak, kau salah. Aku tidak apa apa, aku hidup dengan sangat baik selama ini, dan berhenti mengkhawatirkan aku!"
"Kenapa kau selalu menolakku?"
"Karena sikapmu selalu membuatku tak nyaman!" balas Pavel yang membuat Tin kembali terdiam, "aku tak bisa terus menyusahkanmu dengan segala masalahku, aku juga tak mungkin mengikutimu. Kita tak saling kenal awalnya sebelum aku yang tak sengaja menemukan mobilmu malam itu. Jujur aku sudah tak ingin lagi berurusan denganmu. Dan ...." Kalimat Pavel kembali terhenti, terlihat menarik napas panjang sebelum mengeluarkannya secara perlahan. "Terima kasih karena sudah membantuku saat itu, sungguh aku berterima kasih padamu, Krittin," sambungnya.
"Apa kau tidak tahu jika selama ini aku mencarimu ke mana-mana?"
"Seharusnya kau tidak melakukan itu, Tuan muda. Aku bukan orang yang harus kau cari. Pergilah!"
"Pavel ...."
"Jangan membuatku mengusirmu hingga berulang kali, Tuan Krittin. Aku mohon," balas Pavel yang lagi-lagi hanya di balas diam oleh Tin yang masih terpaku di tempatnya dengan perasaan hancur. Merasa jika apa yang sudah ia lakukan tak mampu untuk membuat Pavel tetap berdiri di sampingnya.
"Baiklah, aku akan pergi," ucap Tin setelah terdiam beberapa saat, "tapi sebelumnya aku minta padamu, tolong. Jangan pernah melakukan dengan meminta hal seperti ini kepada Alpha mana pun. Cukup aku saja yang pernah menyentuh tubuhmu, Pavel. Dan aku harap kau bisa menjaga dirimu dengan baik," sambungnya yang langsung melangkah pergi dengan berat hati. Meninggalkan Pavel yang masih terpaku di tempatnya.
"Seharusnya aku tak bertemu dengannya," gumam Pavel menunduk dalam sambil memeluk tubuhnya erat. Hingga air mata seketika luruh ketika bayangan ibunya tiba-tiba terlintas begitu saja.
Bayangan yang selama ini terus menghantui hingga terkadang membuatnya sesak napas. Bahkan ia bisa menagis tanpa sebab hingga meraung jika merasakan kerinduan yang seolah tak berujung, hatinya hampa. Namun, tak tahu harus berbuat apa untuk mengobati lukanya di masa lalu yang masih terasa sakit hingga saat ini.
"Lihat aku sekarang, Mom. Tubuhku sudah hancur. Maafkan aku karena tak bisa menjaga diriku lagi," ucapnya dengan perasaan sakit. Namun, sedikit pun tak ada penyesalan di hatinya.
Merasa tak ada yang peduli, sehancur dan sekacau apa pun hidupnya. Senyum sersungging di bibirnya yang sedikit bergetar, meraih sebungkus rokok di atas nakas, dan mengambil sebatang untuk di selipkan kebibirnya, sebelum menyalakan pemantik untuk menyulut dan mengisapnya dalam, hingga asap mengepul di ruangan remang, bersamaan dengan air mata yang kembali menitik.
Sedang di tempat yang berbeda, tampak Tin yang masih berjalan dengan langkah pelan menyelusuri trotoar jalan. Pikirannya tak berhenti memikirkan Pavel dengan segala macam pertanyaan, sebenarnya apa yang sudah terjadi pada Omega kecil itu di masa lalu, mengapa ia bisa sangat berubah menjadi sosok yang dingin dan keras, dan yang lebih membuat perasaanya terluka dan sakit adalah, mengapa Pavel bisa berakhir di tempat buruk seperti itu.
Langkah kaki Tin kembali terhenti, entah mengapa ia merasa berat meninggalkan tempat tersebut, pandangannya pun kembali tertuju ke arah Bar yang ia kunjungi beberpa jam lalu, sangat ingin kembali dan membawa Pavel keluar dari sana. Namun, jika kembali mengingat sikap Pavel yang terus saja menolak membuatnya semakin prustrasi. Hingga di menit berikutnya, saat sebuah mobil dengan type Rolls Royce Sweptail berhenti tepat di hadapannya yang masih duduk di pinggiran trotoar sambil mencengkran rambut dengan kedua tangannya.
"Aku mencarimu sejak tadi, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Albern tampak cemas saat sudah berdiri di hadapan Tin yang masih menunduk.
"Albern, akhirnya aku menemukannya," balas Tin dengan suara yang nyaris tak terdengar. Namun, terdengar jelas di pendengaran Albern yang tampak mengernyit.
"Siapa?"
"Pavel, aku menemukannya," ucap Tin yang cukup membuat Albern terkejut, dan langsung duduk di samping Tin.
"Di mana kau menemukannya? Di tempat ini?"
"Di Bar itu, dia ... salah satu karyawan di tempat itu, Albern."
"A-apa?" Albern nyaris tak percaya, pandangannya pun langsung tertujuh ke arah Bar, sebelum kembali menatap wajah Tin yang tampak muram dengan kedua mata memerah. Sangat jelas jika pria itu sedang berusaha menahan air matanya sekarang.
"Lalu?"
"Aku menidurinya."
"A-pa? Kau ... tidur bersamanya? K-alian tidur bersama?" tanya Albern yang lagi-lagi di kejutkan oleh pengakuan Tin.
Dan hal yang mustahil jika Albern tak terkejut ketika mendengar pengakuan tersebut, sebab yang ia tahu, Tin adalah pria yang tak mungkin menyentuh Omega mana pun dengan seenaknya. Di usianya yang sudah menginjak dua puluh lima tahun pun, Pavel tak pernah dekat pada Omega mana pun, selain Zein, Omega yang sudah menjadi tunangannya, dan satu-satunya pilihan Veronica Feith, ibunya sendiri.
Namun, apa yang terjadi sekarang? Dengan gamblang Tin mengakui jika ia sudah meniduri seorang Omega yang tak lain adalah Pavel Kenneth, Omega yang sudah lama menjadi penghuni hatinya, sejak ia masih berusia sepuluh tahun pada saat itu. Omega yang tak lain adalah cinta pertamanya. Namun, yang menjadi masalahnya adalah, Pavel tak termasuk dalam daftar yang akan masuk dalam keluarga Hamilton.
"Aku bisa gila. Sebenarnya apa yang sudah terjadi. Selama dua jam aku mencarimu, dan kau ... sedang bersama Pavel? Kau tak bercanda, 'kan?"
"Apa aku terlihat sedang bercanda Albern?" tanya Tin, mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk, menatap Albern sang sekretaris sekaligus wali dan pengasuhnya bahkan sejak ia berusia dua tahun hingga sekarang.
"Kau serius?"
"Aku membawanya di atas ranjang, aku menidurinya dan kami mendesah bersama. Apa kau tahu jika aku sangat bahagia karena itu?"
"Lalu mengapa kau menagis?" tanya Albern ketika melihat kedua mataTin yang berkaca. Terlihat jika apa yang ia katakan saat ini tak sesuai dengan apa yang di rasakan oleh hatinya. "bukankah kau sendiri yang mengatakan jika kau bahagia?"
"Pavel ... dia tak ingin bertemu denganku lagi."
"Tapi kenapa? Apa kau menyakiti hatinya?"
"Dia tak mengatakan alasannya, ia hanya mengatakan jika tak ingin melihatku lagi."
---
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE
Romance"INSIDE" Menceritakan tentang mereka yang mencari kebahagiaan, menghadapi dilema, rasa sakit dan penyesalasan.