CHAPTER 17

171 29 6
                                    

"Tolong berhenti di sini, Sir," pinta Pavel menghentikan kalimat Tin, saat merasa jika sudah memasuki kota Enschede, sebab yang ia ingat, kediaman keluarga Hadley, tak jauh dari perbatasan kota, dan ia hanya perlu menggunakan taksi untuk menuju ke distrik.

"Apa kau yakin akan berhenti di sini?" tanya Tin mengernyit, tak bisa menyembunyikan kecemasan hatinya, mengingat malam semakin larut dan hujan yang tak berhenti sejak tadi, di tambah kondisi Pavel yang terlihat tak baik-baik saja.

"Yah, rumah Ayah tak jauh lagi dari sini, aku hanya perlu menggunakan taksi untuk sampai ke sana," angguk Pavel terlihat yakin, sambil berusaha melepaskan mantel yang sejak tadi ia pakai.

"Taksi? Apa kau punya uang?" tanya Tin, mengamati Pavel. Menatapnya dari atas hingga ujung kaki. Pavel telihat seperti seseorang yang tak memiliki selembar Euro di sakunya.

"Tidak," geleng Pavel dengan perlan. Membenarkan tebakkan Tin yang langsung menghela napas panjang.

"Lalu kenapa kau ingin menggunakan taksi?" tanya Tin merasa gemas dengan kepolosan Pavel.

"Aku ... tidak ingin merepotkanmu dan ...."

"Albern, kau bisa mengantarkannya ketempat tujuan, 'kan?" tanya Tin kepada Albern.

"Tentu saja," angguk Albern.

"Tapi ...."

"Ini sudah cukup larut, Tuan muda. Kau tak seharusnya berada di tengah jalan seorang diri, apa kau tak merasa takut?" tanya Tin, berharap Pavel akan menurut.

"Tidak," jawab Pavel yang membuat Tin kembali menarik napas dalam, sungguh jawaban yang tak pernah terlintas di pikiran Tin. Sadar jika ia sedang berhadapan dengan seorang anak kecil tangguh yang keras kepala.

"Bagaimana jika terjadi sesuatu denganmu?"

"Memang apa yang akan terjadi denganku? Aku tak punya harta apa pun untuk mereka rampok, kecuali mantel mahal ini. Mantel milikmu," balas Pavel. Kening Tin mengernyit, bersamaan dengan sudut bibir Albern yang tersungging ke atas, membentuk sebuah senyum.

"Jangan salah, anak sepertinya berharga milyaran rupiah. Kau memiliki ginjal, jantung, hati, liver, sepasang mata, dan organ lainnya," sambung Albern yang membuat Pavel melongo tak mengerti. Sedang Tin terlihat menatap Albern kesal.

"Jangan menakutinya, Albern."

"Dia juga terlihat tak takut, bahkan tak mengerti," balas Albern.

"Biarkan aku mengantarmu," sambung Tin.

"Baiklah," angguk Pavel yang tak bisa mengatakan jika ia juga merasa takut, di tambah lagi berada di tempat asing seorang diri, tempat yang tak pernah ia kunjungi sebelumnya. Dan beruntung Hadley sempat menyimpan kartu nama dan ia bisa tahu dengan jelas alamat rumah ayah sambungnya.

"Ini mantelmu." Pavel memberikan mantel tersebut.

"Mantel itu milikmu sekarang," balas Tin tersenyum, saat mengambil mantel tersebut dan kembali memakaikannya ke tubuh Pavel.

"Tapi ... Ini sangat mahal, aku tidak bisa memilikinya."

"Tidak masalah, aku memberikannya untukmu, pakailah. Kau lebih membutuhkannya untuk menghangatkan tubuhmu," tolak Tin.

"Apa kau seorang yang memiliki banyak uang?" tanya Pavel yang membuat Tin kembali tersenyum. Begitu juga dengan Albern yang merasa lucu sekaligus gemas dengan tingkah polos Pavel.

"Tidak, aku tak memiliki uang sepeser pun."

"Lalu mengapa kau tak membutuhkan barang semahal ini?"

"Aku kebetulan memiliki banyak di rumah, dan kau bisa memilikinya satu."

INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang