"Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganjal pikrianmu?" tanya Tin ketika melihat Ranesmee yang terus diam sejak tadi.
Anak itu tak mengatakan apa pun sejak mereka meninggalkan sekolah beberapa menit lalu, dan hal itu cukup membuat Tin cemas, dan khawatir. Yang ia tahu, putrinya adalah seorang anak yang selalu bercerita banyak, dan akan membicarakan apa saja yang ada di dalam pikirannya. Namun, berbeda dengan saat ini.
"Tidak ada apa pun, Paman."
"Oh ayolah, Rane, Aku mengenalmu. Kau tak mungkin terus diam jika tak sedang memikirkan apa pun," balas Tin mengusap kepala putrinya yang kembali diam tak mengatakan apa pun, "apa kau khawatir jika papamu akan tahu kau pulang bersamaku?"
Ranesmee menggeleng pelan. "Tidak, Paman," jawabnya.
"Lalu?"
Tak menjawab apa pun, Ranesmee sepertinya enggan berbicara.
"Apa kau memikirkan perkataan tuan Damier barusan?"
Ranesmee masih terdiam, hingga Tin bisa menebak, jika apa yang ia katakan memang benar.
"Sepertinya aku benar."
"Seharusnya Anda tak meladeninya," ucap Ranesmee akhirnya bersuara, "Papa tak seperti itu."
"Yah, aku tahu. Dan orang itu hanya membual."
"Kasian papa," balas Ranesmee tertunduk dengan wajah murung, hingga membuat Tin ikut merasakan luka.
Tak menyukai putrinya yang selalu mendengar kata-kata tak menyenangkan dari orang-orang di sekitar yang memang pada dasarnya tak mengetahui apa pun tentang keluarga mereka.
"Papamu seorang yang kuat, kau tak perlu memikirkannya, toh itu semua tak benar."
"Aku sempat khawatir, paman akan mempercayai semuanya."
"Tentu saja tidak," balas Tin, bersamaan dengan mobil yang berhenti tepat di halte bus.
Terpaku, ketika melihat bayangan Pavel yang sedang berdiri di sana.
"Papa ...?"
"Sepertinya papamu sedang menunggu, aku akan mengantarmu padanya," balas Tin hendak turun dari mobil tersebut, sebelum Ranesmee menahannya.
"Tak perlu, Paman."
"Ada apa?" tanya Tin terheran.
"Aku takut, papa akan marah dan ...."
"Kau tak perlu khawatir. Aku memang harus menemui papamu."
"Apakah ini waktu yang tepat?" tanya Ranesmee menatap Tin yang membalasnya dengan anggukan dan sebuah senyum yang cukup menenangkannya.
"Baikalh," balas Ranesmee memberanikan diri untuk turun dari mobil, bersamaan dengan pandangan Pavel yang langsung tertujuh padanya. Bahkan tanpa aba-aba, Pavel langsung melangkah mendekatinya.
"Rane, bukankah seharusnya kau naik bus jemputan? Mengapa naik mobil orang asing lagi? Aku sudah memperingatimu," ucap Pavel pegangi kedua bahu putranya.
"Selamat siang, Pew. Maaf jika membuatmu cemas," sapa Tin yang baru saja keluar dari mobil. Bersamaan dengan pandangan Pavel yang langsung tertujuh padanya.
Tidak ada yang baru, fikiranku masih tentangmu.
Pavel menatap wajah yang hampir tujuh tahun ini tak pernah di lihatnya dengan perasaan campur aduk. Ternyata tak ada yang berubah darinya, ia masih saja menyukai wajah itu, menyukai sorot mata teduh yang penuh dengan kasih sayang, dan menyukai pria itu ketika mengejakan namanya.
"Pah, maafkan aku jika tak memenuhi janjiku untuk tak bertemu paman Grape," ucap Ranesmee yang tak membuat Pavel palingkan pandangan dari Tin yang juga melakukan hal yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE
Romance"INSIDE" Menceritakan tentang mereka yang mencari kebahagiaan, menghadapi dilema, rasa sakit dan penyesalasan.