"Tuan Pavel?" sapa seseorang, saat Pavel baru saja keluar dari ruang kepala sekolah.
"Tuan Catdweel ...."
"Aku pikir Anda tak akan menghadiri pertemuan penting ini."
"Rane akan merajuk jika aku tak menghadirinya."
"Oh, yah," angguk Catdwell.
Pria Alpha dengan tinggi tubuh yang mencapai dua meter, berwajah tampan untuk ukuran dewasa, terlihat seperti pria kutu buku. Dan menurut apa yang Pavel dengar, pria yang sedang berdiri di hadapannya saat ini, adalah pria idaman bagi ibu-ibu di tempat ini yang mengingkannya menjadi menantu mereka.
"Anda akan pulang sekarang?"
Pavel melirik arloji di lengannya. Ia masih memiliki cukup banyak waktu untuk menunggu Ranesmee pulang sekolah, tetapi ia tak mungkin menunggu di sekolah.
"Mungkin tidak."
"Bagaimana jika makan siang bersama?" tawar Catdwell, mengingat waktu sekarang sudah menunjukkan pukul dua belas siang, dan ia rasa sudah waktunya untuk makan siang.
"Makan siang?"
"Bukankah Anda juga harus menunggu Ranesmee sampai jam sekolah usai? Anda bisa menunggu di Restauran, sekaligus makan siang."
"Baiklah," angguk Pavel melangkah pergi, menyusul Catdwell.
Menjejeri langkah Pavel mengintari koridor sekolah. Hingga beberapa menit berlalu ketika mereka sudah sampai di sebuah Restauran ikonik lembah ini yang letaknya tak jauh dari sekolah tersebut. Melangkah menuju kursi yang terletak di pinggiran kaca dan duduk di sana, tak sadari jika ada sepasang pupil mata yang di penuhi kesepian dan rasa cemburu tengah mengamatinya dari balik kaca mata gelap, topi juga masker. Mengerang menahan sakit juga darah yang berdesir nyeri ketika melihat senyum manis Pavel yang ia tujukan pada pria Alpha di hadapannya.
Apa mereka berkencan?
Pikir pria di sana yang tak lain adalah Tin. Tak luput mengawasi Pavel yang tak jauh darinya saat ini.
"Apa Anda akan terus menunggu di sini? Bagaimana jika menyapanya di sana?" tanya Celio, pahami perasaan sakit yang di rasakan Tin saat ini.
"Aku rasa tidak, Celio," balas Tin, memilih untuk diam dan tak melakukan apa pun, "kita keluar dari sini," sambungnya.
"Tapi, kenapa?"
"Aku tak ingin putriku melihat ini, ia pasti tak menyukai pemandangan ini. Dan bukankah Mark akan membawa beberapa berkas yang harus aku tanda-tangani? Aku tak mungkin bertemu Mark di sini," balas Tin beranajak dari duduknya, sedikit berdebat sebab jalan satu-satunya untuk keluar dari sana adalah dengan melewati kursi Pavel.
Dan seakan terhipnotis, Pavel terus menatapnya, bersamaan dengan hati keduanya yang kini campur aduk, terlebih ketika Tin mulai berjalan mendekat. Pavel bisa jelas melihat sebuah cincin yang melingkar di jari pria yang sedang menurunkan topi untuk menutupi separuh wajahnya, sedang ia juga masih menyimpan cincin yang sama, bahkan masih ia pakai hingga sekarang dan tak pernah melepaskannya sekalipun.
Meski terbungkus mantel hangat. Namun, Pavel sangat mengenali postur tubuh itu, mengenali cara melangkah si pria, hingga aroma maskulin yang membuat hatinya tiba-tiba berdenyut nyeri oleh kecewa, rindu, dan cinta. Apa yang di katakan oleh Mayron benar, sejauh apa pun ia pergi dan bersembunyi, pria itu akan menemukannya, dan mungkin sudah sejak lama pria itu mengawasinya dan juga putrinya.
"Pavel?!"
Cukup terkejut saat Catdwell meletakkan dua cangkir cofe di atas meja, begitu juga dengan bayangan Tin yang menghilang dari pandangannya, bersamaan dengan hadirnya perasaan sakit dan rindu yang kini menyiksa. Ia tak akan salah mengenali orang, dan pria itu adalah Krittin Feith. Tetapi mengapa tak menghampirinya? Apa karena ada Catdwell di sampingnya? Hatinya kini nelangsah. Tak perlu bertanya lagi, mengapa ia menjadi seperti ini sekarang. Sudah jelas karena ia masih sangat mencintai suaminya, meskipun waktu sudah sangat lama berlalu. Namun, sangat jelas jika cinta Pavel tak lekang oleh waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE
Romance"INSIDE" Menceritakan tentang mereka yang mencari kebahagiaan, menghadapi dilema, rasa sakit dan penyesalasan.