Mayron beranjak, menuju lemari pendingin dan mengambil air mineral di sana, meneguknya hingga habis. Sebelum menarik napas panjang dan melepaskannya secara perlahan.
Albern menatap wanita itu tak berkedip. Baru kali ini ia mendapati Mayron yang tampak cemas.
"Ada apa?"
Mayron berbalik, menyandarkan tubuh di pinggiran counter. Menatap Albern tak mejawab apa pun.
"Kau baik-baik saja?" tanya Albern sekali lagi, duduk di sebuah kursi, masih menatap wanita di hadapannya yang masih terdiam, seolah sedang memilah kata apa saja yang akan ia keluarkan padanya.
"Entahlah." Mayron mengendikkan bahu.
Albern menyenderkan tubuh di sandaran kursi, melipat kening.
"Apa kau menginginkan jawaban yang jujur dariku?" tanya Mayron masih dengan posisinya. Menopang kedua tangan di pinggiran counter, berdiri menatap pria di hadapannya.
"Tentu saja."
"Aku tak berhenti memikirkanmu sejak malam itu."
Hening.
Angin musim semi berhembus, masuk lewat jendela dan menyapa mereka berdua.
Mayron berharap akan ada jawaban yang sama dari Albern, berharap jika malam di mana mereka berciuman bisa menjadi moment tak terlupakan juga bagi Albern yang baru merasakan ciuman pertamanya.
Namun, sepertinya ia salah, pria itu hanya diam tak berekspresi, wajahnya tampak datar seolah tak merasakan sesuatu padanya. Sangat jelas terlihat jika apa yang sudah terjadi bukanlah hal yang penting, dan terlihat jika pria itu sudah melupakannya.
"Apa yang harus aku lakukan untukmu?" tanya Albern yang membuat Mayron gugup, susah payah menelan air liur. Ia tak pernah mengharapkan ada pertanyaan seperti dari Albern.
"Memikirkanku."
"Apa harus terus memikirkanmu?"
"Tak setiap saat, tapi pikirkan aku di saat kau sedang memiliki waktu, di saat kau tak berbuat apa pun, atau di saat kau sedang berbahagia, mungkin juga di saat kau sedang bersedih dan lelah. Aku ingin kau memikirkanku," balas Mayron.
Hening.
Albern terlihat menarik napas panjang, dengan anggukan kecil sebelum beranjak dari duduknya.
"Aku selalu memikirkanmu setiap saat," ucap Albern yang lekas membuat hati Mayron berbunga, "aku pun selalu memikirkan Tin, Pavel, dan semua yang dekat denganku. Bahkan sekarang pun aku selalu memikirkan Oskan, Zein, Enz, nyonya Veronica dan tuan Aroon."
Mayron menekuk wajah, kedua bahunya turun. Tampak kecewa dengan jawaban Albern. Sungguh polos dan menyebalkan hingga membuat Mayron kesal sendiri. Sebenarnya apa yang ada di dalam otak pria itu?
"Bisa aku bertanya sesuatu padamu?" tanya Mayron masih berusaha sabar menghadapi pria itu.
"Ada apa?" Albern kembali duduk dikursinya.
"Apa kau pernah memikirkan seorang wanita hingga membuat jantungmu berdebar dengan kencang?"
"Tidak!" jawab Albern cepat dan singkat.
Mayron kembali menarik napas panjang. Bahkan setelah kejadian malam itu, Albern tak merasakan debaran apa pun. Sangat berbeda dengan dirinya yang selalu gugup ketika berada di samping Albern, terlebih ketika menatap dan berbicara kepada pria itu. Biar bagaimanapun mereka sudah berciuman, Albern membalas ciumannnya dan itu sangat intim. Tapi bagaimana bisa pria itu terlihat baik-baik saja dan tak merasakan apa pun.
Apa karena dia memang benar-benar tak menyukaiku, meski selalu perhatian padaku?
Mayron mulai memikirkan banyak hal, kesal sendiri karena masih tak berhasil mencairkan hati Albern yang benar-benar membatu dan sedingin es. Padahal mereka sudah lama bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE
Romance"INSIDE" Menceritakan tentang mereka yang mencari kebahagiaan, menghadapi dilema, rasa sakit dan penyesalasan.