Motor melaju dengan kecepatan tinggi, melintasi jalanan kota Brintanny, melewati jalur Renmes sebagai jalan alternatif agar lekas sampai ketujuan. Bahkan konsentrasi Sean mulai terpecah, ketika kembali memikirkan Beall yang memilih untuk sendiri, juga Pavel yang sampai saat ini masih belum bisa ia temukan, dirinya yang akan kehilangan caffe-nya sebentar lagi, juga sang ayah dengan kondisi yang semakin memburuk, begitu juga biaya yang harus ia keluarkan untuk perawatan ayahnya. Dan tak hanya itu, ia juga bahkan memikirkan nasib Marya dan Axel yang sudah menemaninya sejak lama. Entah akan bagaimana nasib mereka setelah ia tak memiliki caffe itu lagi, sedang Sean tak ingin kehilangan mereka. Namun, tak bisa menahan mereka untuk pergi.
Hingga dua jam berlalu. Motor Sean berhenti tepat di depan caffe-nya. Tanpa mematikan mesin motor, Sean melompat turun, membiarkan motor itu terjatuh, dan berlari ke arah Caffe, berdiri di depan caffe yang pintunya sudah tergembok. Sean benar-benar merasa hancur, saat melihat hasil jeri payah dan upanya selama ini lenyap begitu saja, hingga tak mampu menahan kesedihan ketika melihat sebagian barang miliknya yang sudah tergeletak di luar.
"Sean ...?"
"Akhirnya aku kehilangan semuanya Marya, caffe ini, rumah ibuku, semuanya hilang."
"Apa kita tak bisa bernegosiasi lagi untuk mendaptkan caffe ini kembali?"
"Pemilik lahan ini sudah menjual tanahnya kepada pihak lain dengan harga yang sangat tinggi. Dan mengembalikan sisa uang yang pernah aku berikan sebagai bayaran untuk lima tahun kedepan."
"Oh Tuhan ... sebenarnya apa yang sudah terjadi? Bukankah sudah ada kesepakatan di antara kalian jika di lima tahun kemudian ketika masa kontrak ini berkahir. Tuan Abner akan menjual lahan ini padamu?"
"Yah, itu adalah kesepakatan awal. Tapi aku rasa tuan Abner berubah pikiran, karena mendapatkan tawaran yang lebih tinggi untuk lahan ini," balas Sean dengan tubuh yang seketika luruh di atas tanah.
Kedua lutut dan lengan yang bertumpuh di atas tanah. Bersimpuh, tak mampu menahan kesedihan. Sedang Marya masih berdiri tak berucap apa pun, dan hanya air mata yang menitik, ikut merasakan kesedihan pria itu.
__
__
NEW YORK
"Selamat siang tuan Albern?" sapa Enz yang cukup mengejutkan Albern.
"Enz? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Albern dengan kening mengernyit ketika mendapati Enz yang sedang berdiri tak jauh dari depan pintu kamar ruang inap Tin yang di jaga dua orang pengawal Hamilton atas permintaan Aroon.
Sebab saat tahu jika kecelakaan yang di alami sang putra adalah murni kesengajaan, Aroon memutuskan untuk menjaga ketat sang putra, sambil menunggu pihak berwajib mendapatkan bukti untuk menemukan pelaku yang sebenarnya. Bahkan Albern merasa jika cukup kesulitan untuk mencari pelaku penabrakan tersebut, sadar jika yang melakukan hal tersebut adalah seseorang yang sangat profesional. Pihak berwajib pun belum bisa menemukan petunjuk atas kasus tersebut.
"Apa kau sudah membaik?" tanya Albern, tahu jika Enz sedang sakit atas laporan HRD di perusahaan, setelah ia tak melihat omega itu selama beberapa hari di perusahaan.
"Iya, Tuan. Aku kesini untuk melihat keadaan tuan Krittin, maaf," balas Enz yang akhirnya memutuskan untuk menemui Tin, meski kondisinya masih belum pulih sepenuhnya, sebab tak mampu menahan rindu kepada pria itu.
"Maaf jika membuatmu kecewa, Enz. Tapi untuk saat ini tuan Krittin masih belum bisa di kunjungi oleh siapa pun," balas Albern.
"Tapi aku .... "
"Maaf. Ini perintah dari tuan Aroon langsung!" potong Albern kembali menegaskan.
Enz menarik napas kuat dan dalam, berusaha menahan kecewa dan kesal di hatinya. Ia bahkan sudah sejauh ini. Melakukan apa pun untuk Tin, hingga rela mengorbankan tubuhnya sendiri, demi untuk mendapatkan simpati pria itu, meski apa yang di harapkan tak sesuai dengan keinginannya. Dan meski hal tersebut membuatnya cukup marah. Namun, ia tak bisa berbuat apa pun. Ia hanya perlu bersabar demi mendapatkan apa yang ia inginkan. Hal itulah yang di katakan Rocco Gagliano padanya, dan itu memang benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE
Romance"INSIDE" Menceritakan tentang mereka yang mencari kebahagiaan, menghadapi dilema, rasa sakit dan penyesalasan.