CHAPTER 103

119 16 0
                                    

Dan benar saja, gadis yang masih melayani beberapa pelanggan di sana terlihat cukup terkejut ketika melihat Sean yang baru saja masuk dengan pergelangan kaki yang dibungkus gips lengkap dengan bantuan tongkat.

Sean melangkah dan duduk di balik meja kasir dengan di ikuti ekor mata Marya yang masih mengawasinya dengan perasaan khawatir. Entah ada apa lagi dengan pria itu, pikir Marya hingga tak fokus dengan pekerjaannya. Merasa jika sesuatu yang buruk telah terjadi dan semoga saja itu tak ada hubungannya dengan Armorel, sebab jika memang itu benar, mungkin ia benar-benar akan turun tangan dan menghajar gadis itu habis-habisan jika berani menampakkan wajahnya lagi di tempat ini.

"Sorry, i didn't order black Coffee."

Komplain seorang pelanggan di meja 6 ketika Marya menyajikan black Coffee padanya.

"Oh, i am so sorry, lalu apa yang anda pesan?"

"Americano."

"Baiklah, maaf ...."

"Nona, black Coffee itu milikku," sahut seorang pelanggan di meja 9.

"Yah, Anda akan mendapatkan black coffee Anda dengan segera. Maaf."

"Tidak masalah, Nona," sahut sang pelanggan yang bisa mengerti.

Sean tersenyum di balik meja kasir, baru kali ini ia melihat Marya kelabakan. Dan itulah mengapa ia membutuhkan Axel di sampingnya, sebab pria itu akan selalu sigap membantunya jika sedang kesulitan seperti sekarang. Meski demikian, ia selalu bisa mengandalkan Marya, sebab gadis tomboy itu selalu bisa menghandel semuanya dengan baik dan penuh kesabaran.

"Kau membuat banyak kesalahan siang ini."

"Yah, dan itu karena dirimu. Sekarang ceritakan. Apa yang sudah terjadi denganmu? Apa ini ada hubungannya dengan gadis itu lagi?" tanya Marya tak bisa menyembunyikan kekhawatiran ketika melihat kondisi Sean saat ini.

"Tidak. Aku hanya terjatuh ketika sedang terburu-buru."

"Oh Tuhan, sudah aku katakan. Kau kelelahan dan butuh istirahat."

"Yah, kau benar. Aku cukup kelelahan. Tapi aku baik-baik saja. Kau tak perlu sekhawatir itu," bujuk Sean mengulas senyum.

"Kau semakin tampan saja dengan luka di dahi. Tak bisakah Anda berhati-hati, Tuan? Apa tak cukup bekas luka di wajah itu?" tanya Marya mulai mengomel seperti kebiasaannya, dan Sean akan mendengarkan agar gadis itu tenang dan tak khawatir lagi. Seandainya ada Axel, pria itu yang paling sabar menghadapi kekesalan kekasihnya.

"Baiklah, sepertinya kau butuh Axel untuk menenangkan perasaanmu saat ini, aku akan kerumah sakit sebentar lagi untuk menggantikan Axel."

"Dalam keadaan seperti itu?"

"Yah, tak ada yang salah, 'kan?"

"Kau bahkan memakai tongkat untuk berjalan. Yah Tuhan, bukankah seharusnya kau beristirahat saja di rumah dan tak berkeliaran kemana pun, aku dan Axel bisa bergantian untuk menjaga paman Robert, selain itu Ken juga selalu di sana."

"Aku masih bisa berjalan, Marya. Belum lumpuh."

"Oh ayolah, aku mencemaskanmu. Kau bisa lihat, konsentrasiku terpecah karena melihat kondisimu saat ini."

"Baiklah, aku minta maaf jika sudah mencemaskanmu."

"Tak hanya mencemaskan kami, kau juga membuat kami ...."

Triing

Suara bel di pintu berbunyi, bersamaan dengan pandangan Marya yang langsung tertujuh ke arah pintu. Alih-alih melanjutkan kalimatnya. Lekas terpesonah dengan pelanggan yang datang siang ini.

INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang