CHAPTER 20

217 25 1
                                    

"Ibu ...! Ayah ...! Ini Pavel."

Pavel melangkahkan kaki hendak menuju sebuah ruangan yang pintunya masih terlihat tertutup, hingga langkah kakinya terhenti pada satu bingkai foto berukuran besar yang terpampang di sebuah dinding.

"Anak itu? K-enapa foto anak itu?" 

Pavel melangkah perlahan mendekati dinding kokoh di depannya, mendongak ke sebuah bingkai untuk memastikan penglihatannya. Dan memang benar, di sana terlihat Krittin Feith Hamilton yang tengah di apit oleh kedua orang tuanya, Aroon Feith Hamilton dan Veronica Feith Hamilton.

Jantung Pavel tiba-tiba berdetak dengan begitu kencang, ketika mengingat terakhir kali sebelum ia tak sadarkan diri, jika ada Tin di sana, menghampiri dan mengajaknya untuk pergi. Dan sekarang pun ia sudah bisa menebak jika saat ini ia tengah berada di rumah Tin, bukan rumah Hadley. Tetapi di mana anak itu? Pikir Pavel memundurkan langkahnya dengan perlahan.

"Sejak kapan aku di sini? Bagaimana jika ibu sudah kembali dan aku tak di sana?" 

Pavel mulai panik, mengalihkan pandangan kesekeliling ruangan dengan perasaan gelisah dan takut yang beracampur aduk.

"Oh tidak ... Ibu ... Ibu pasti mencariku, aku harus pulang ...."

Tanpa berpikir panjang, Pavel langsung berlari keluar dari Panthouse dengan piyama yang masih di kenakannya, setelah tersesat di beberapa ruangan ketika hendak mencari pintu keluar, mengabaikan suasana sunyi dan gelap di jalanan setapak yang di penuhi bebatuan dan rimbunnya pepohonan pinus hitam yang tumbuh di kedua sisi jalan. Namun, setidaknya ia masih beruntung, sebab hujan sudah meredah, dan kondisinya pun sudah tak separah beberapa jam lalu, meski terkadang ia masih merasakan pusing di kepala juga pegal di seluruh tubuh.

Menelusuri jalan sepi di pinggiran kota, Pavel mengayungkan langkahnya sambil terus mengikuti jalan besar, berharap bisa menemukan kediaman Hadley dengan cepat dan tak tersesat. Berharap jika ayah dan ibunya sudah menunggu disana, meski harapannya tak sesuai dengan keinginan, sebab ia harus kembali berjalan kaki dan menempuh jarak yang cukup jauh hingga membutuhkan waktu berjam jam untuk sampai ke tempat tujuan, bahkan tak hanya itu, Pavel kembali merasakan kekecewaan sebab masih tak melihat ayah dan ibunya di sana. Rumah masih terlihat gelap dan tak berpenghuni.

"IBUUU ...! AYAAAHH ...!" teriak Pavel putus asa, berdiri kaku di depan pagar seperti orang bodoh.

Mengabaikan air mata yang kembali mengalir, mulai berpikir untuk kembali, dan tak ingin menunggu lagi. Hatinya sudah benar-benar sakit dan hancur sekarang. Kekecewaan tertanam dan tumbuh subur di dalam hati, hingga membuatnya tak bisa untuk menangis lagi. Ia merasa sangat lelah sekarang, dan air mata tak akan membuat ayah dan ibunya kembali. Itulah yang tertanam di dalam pikiran Pavel sekarang, masih berdiri kaku menatap pagar yang menjulang tinggi di hadapannya. Mungkin ini terakhir kali ia melihat rumah itu setelah berjanji jika tak akan kembali lagi.

__

__

Mobil Mayron berhenti tepat di garasi samping panthouse, keluar bergegas dengan beberapa camilan dan bahan makanan di tangannya usai mengunjungi supermarket dua puluh empat jam. Mayron terpaksa keluar saat hendak menyiapkan makanan dan tak melihat apa pun di pantri, sedang ia harus memasak untuk Pavel yang memang harus makan jika sudah terbangun dari tidurnya.

"Apa aku lupa menutup pintu saat pergi tadi?"

Sedikit terkejut saat melihat pintu panthouse yang terbuka lebar, dan mulai panik saat masuk ke dalam dan melihat pintu kamar Pavel yang juga terbuka lebar, seluruh lampu ruangan juga menyala, sedang yang ia ingat, ia segaja mematikan lampu sebelum pergi tiga puluh menit lalu, begitu juga dengan semua pintu kamar yang ia tutup rapat, termasuk kamar Pavel. Sebab tak ingin Omega itu merasa terganggu. But what happened now? Pikir Mayron semakin panik dan cemas.

INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang