"Kenapa kau nampak terburu-buru? Kau tak membiarkanku menyapa Omega itu terlebih dulu?"
"Ayolah, Ibu. Aku tak ingin ada keributan di sini. Ini bukan kesalahan Pavel, aku yang memaksa untuk menemuinya, jadi semua ini tak ada hubungannya dengangnya," sambar Tin menahan banyak emosional di dalam hatinya.
"Kau begitu membela Omega itu hingga lupa jika sedang berbicara kepada siapa. Omega itu benar-benar merubah sikap dan sopan santunmu, hingga kau jadi tak tahu bagaimana harus bersikap di depan ibumu!" serang Veronica yang juga merasakan perasaan yang sama. Amarah yang menggebu.
"Tidak ada yang merubah siapa pun, Ibu. Jika memang ibu merasa aku berubah. Itu bukan karena Pavel, tapi karena keadaan yang selalu tak pernah berpihak padaku. Dan satu hal lagi, Pavel masih istriku. Sebaiknya ibu tak melupakan itu!"
"Lalu bagaimana dengan kesepakan kita?"
"Kesepakatan? Apa ibu yakin tak melanggar kesepakan kita?"
Amarah Tin mulai menguap. Mengalihkan padangan ke arah Celio. Menatap asisten ibunya penuh amarah, seolah ingin mengancurkan kepala pria itu sekarang juga.
"Apa maksudmu? Kau sedang mencurigaiku sekarang?"
"Tidak! Aku tak mencurigai ibu, karena itu sudah terbukti. ibu berbuat curang!"
"Omong kosong seperti apa ini, Tin?!"
Veronica menatap tajam putranya.
"Ibu memerintahkan seseorang untuk menyekap Pavel, apa itu benar?"
Veronica menutup mulut rapat dengan rahang yang saling mengunyah di dalam mulut. Tak menyangkah jika putranya bisa mengetahui semuanya, meski demikian. Wanita itu tak menunjukkan ekspresi apa pun. Tetap terlihat angkuh, dingin, seolah putranya sedang berbicara omong kosong sekarang. Wanita itu tetap bisa bersikap tenang meski hatinya sedang berkecamuk. Murka sebab putranya dengan terang-terangan membela Omega yang sungguh ia benci di depan wajahnya.
"Katakan jika itu benar, Ibu?" tanya Tin sekali lagi.
"Yah, itu benar!" aku Veronica dengan wajah yang masih terlihat angkuh. Bersamaan dengan satu sudut bibir yang terangkat ke atas.
Tin mengusap wajahnya kasar sebelum berkecak pinggang, menatap ibunya tak percaya. Hingga berulang kali menarik napas berat. Tak mampu melakukan apa pun untuk meluapkan kemarahan dan kekecewaannya.
BRUGH!
Tin menghantam tembok menggunakan kepalan tangannya dengan sekuat tenaga. Hingga membuat tembok bercat putih tersebut kotor oleh bercak darah yang keluar dari buku-buku jarinya. Sedang Veronica masih berdiri terpaku, tampak shock melihat putranya menyakiti diri sendiri.
"Kenapa ibu tega melakukan itu padaku?" tanya Tin masih mengepalkan tangan kuat, mengabaikan darah segar yang menitik dari lukanya, "Pavel adalah menantu ibu, dia istriku, seseorang yang begitu aku sayangi dan aku lindungi, mengapa ibu tega menyuruh Alpha lain untuk menyentuhnya bahkan menyakitinya?"
Kedua mata Tin tampak berembun, bahkan air mata menitik dari sudut mata tanpa ia sadari. Kekecewaan terhadap sang ibu tak mampu membuatnya bernapas dengan normal sekarang. Merasa sesak dengan jantung yang berdenyut nyeri. Sulit baginya untuk menerima semuanya. Ia tak bisa membenci wanita yang melahirkannya, hal itulah yang membuat air matanya menetes begitu saja untuk meluapkan kesakitan dan kekecewaan hatinya. Ia menyayangi ibunya, tetapi mengapa ibunya tak terlihat seperti menyayanginya dan selalu memaksakan kehendak, dan melakukan sesuka hati, hingga mengabaikan perasaan dan hatinya yang bisa saja terluka.
"Ia sudah kehilangan kedua orang tuanya, kehilangan bayinya, apa ibu akan membuatnya kehilangan nyawanya juga?"
"Cukup Tin! Kita harus mengobati lukamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE
Romance"INSIDE" Menceritakan tentang mereka yang mencari kebahagiaan, menghadapi dilema, rasa sakit dan penyesalasan.