CHAPTER 88

107 17 2
                                    

"Marya, kau bisa masuk sekarang," sambung Sean kepada Marya yang langsung mengangguk. Tanpa menunggu lama, gadis itu langsung melangkah masuk, enggan menyaksikan drama yang akan dibuat oleh Armorel lagi.

"Semoga Sean tak luluh. Ahh, dasar iblis, menyebalkan sekali Anda," keluh Marya yang terus berjalan tetapi sambil memalingkan pandangan ke arah Armorel dan Sean sesaat sebelum masuk ke dalam Caffe dan mulai membersihkan kekacauan yang di buat Armorel sebelum para pengunjung Caffe berdatangan.

Sedang di luar.

"Kakak, kau tak bisa mengusirku begitu saja!"

"Pergilah! Aku mohon, jangan membuatku semakin pening," balas Sean memutar leher berlawanan arah ketika merasa mulai menegang.

"Siapa Omega yang sering bersama kakak?" tanya Armorel.

Sean kembali menarik napas panjang. Siapa lagi kali ini?

"Aku tahu kakak sering bersama seorang Omega. Aku bahkan tahu jika beberapa hari ini kakak terus bersamanya," sambung Armorel terlihat cemburu dengan napas naik-turun.

"Kau mulai menguntitku sekarang?" tanya Sean dengan sisa kesabaran yang mulai menipis.

Menatap wajah Armorel lekat, meski membuatnya sungguh muak. Gadis itu selalu mengingatkannya pada peristiwa buruk yang pernah ia lalui di dalam sel tahanan, hingga kembali mersakan murka, ketika kembali mengingat kehidupannya yang hancur berantakan karena ulahnya.

"Jadi benar. Selama satu minggu ini kakak bersama Omega itu?"

Sean menarik napas kuat-kuat. "Itu bukan urusanmu!"

Armorel mengunyah gigi di dalam mulut menahan amarah dan kecemburuan. Ia sempat melihat Sean bersama Pavel beberapa hari lalu. Dan hal itu cukup membuatnya uring-uringan, dan sangat menderita oleh rasa sakit di hatinya. Di tambah lagi ia yang tak bisa menghubungi ponsel Sean. Pria itu benar-benar menguji kesabarannya hingga akhir.

"Itu sudah menjadi urusanku! Ingat, kakak adalah milikku. Dan tak ada seorang pun yang boleh dekat dengan kakak!"

"Kau sakit Armorel. Aku bukanlah milik siapa pun!" balas Sean, melangkah meninggalkan Armorel yang masih berdiri dengan amarah yang kini memuncak.

"Kakak akan lihat, apa yang bisa aku lakukan kepada orang-orang yang kakak sayangi!" seru Armorel dengan amcaman yang selalu sama.

Langkah kaki Sean terhenti. Membalikkan badan dengan tatapan tajam. "Kau tak akan menyentuh mereka sedikitpun! Karena jika kau sampai melakukan itu. Lihat apa yang akan aku lakukan padamu!"

"Aku tak pernah takut dengan ancamanmu, Kak. Aku bahkan rela mati di tanganmu," balas Armorel dengan napas naik-turun menahan emosi dan sakit hati. Air mata pun kini menitik dari pelupuk mata tanpa di sadari, dan dengan cepat di seka oleh Armorel yang tak ingin terlihat cengeng di depan kakaknya.

Terjebak di dalam perasaan yang tak biasa dan berakhir mencintai dan ingin memiliki kakaknya membuat Armorel tersiksa sendiri karena jelas mendapatkan penolakan. Hatinya sakit bercampur kecewa yang sudah ia rasakan selama beberapa tahun. Tak mampu menghilangkannya meski ia sudah mencoba dengan beberapa pria.

Tak ada yang membuat hatinya jauh lebih nyaman selain kepada Sean, kebencian pria itu padanya tak lantas membuatnya berhenti untuk berharap. Meski akal sehatnya selalu mengingatkan jika ia akan tersiksa pada akhirnya jika terus berharap. Namun, tetap saja.

Ia sudah tak bisa menghindarinya, tak ingin mengakhiri, sebab terlanjut percaya. Jika Sean adalah miliknya. Ia sudah merasakan itu sejak ia dan ibunya menginjakkan kaki di rumah keluarga Squire, ketika ibunya di nikahi Roberto, terlebih ketika Sean bersikap baik padanya, bahkan selalu melindunginya, melakukan apa pun yang ia inginkan, dan membawanya kemana pun pria itu pergi.

INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang