CHAPTER 74

152 20 0
                                    

GIETHROON

Aroma Risotto yang lezat menyeruak di dalam pantri sore itu. Terlihat juga Sean yang tengah sibuk di pantri sejak tadi, menyelesaikan masakan juga membersihkan seluruh ruangan yang penuh debu di dalam rumah sejak mereka sampai beberapa jam lalu. Sean sudah menyibukkan diri agar sang pemilik rumah merasa lebih nyaman.

Belum ada percakapan yang serius di antara mereka sejak malam itu. Sean pun tak ingin menanyakan apa pun lagi, dan hanya membiarkan Pavel terus melamun sepanjang hari, duduk di sebuah kursi beranda dengan memeluk kedua lutut, menghisap rokok secara terus-terusan tanpa mengucapkan kata satu pun, terdiam dan tak melakukan apa pun.

Membiarkan angin menerpa tubuhnya yang bergeming sejak tadi. Entah apa yang ada di pikirkan Omega itu saat ini, yang jelas sejak tibanya mereka di rumah tersebut, suara Pavel tak pernah terdengar hingga sampai saat ini. Dan meski khawatir, Sean tak bisa melakukan apa pun, selain ikut diam dan memperhatikan. Pria itu hanya terus berdiri di depan jendela yang terbuka untuk mengawasi Pavel dari pantri, dan memandangi Omega itu di sana. Menatap dan mengagumi keindahan yang mampu membuat debaran jantungnya terus berdegup dengan kencang.

Sean jatuh cinta kepada Pavel, dan perasaan itu sudah ia sadari sejak pertama kali mereka bertemu waktu itu. Di tempat ini, dengan suasana yang berbeda. Namun, tak ingin Pavel mengetahai perasaannya. Memutuskan untuk tetap mencintai sahabatnya itu dalam diam.

Sean melangkah menghampiri. "Makanlah dulu." 

Duduk di samping Pavel yang masih menatap matahari yang mulai terbenam. Tak ada yang bisa menebak apa isi pikiran Omega itu saat ini, termasuk Sean sekalipun.

"Sebentar lagi ... matahari akan terbenam," balas Pavel tak mengalihkan pandangan.

"Yah, sangat indah," angguk Sean.

"Aku ingin ... ikut terbenam bersama matahari."

Sean menatap Pavel gusar.

"Mungkin akan sangat menyenangkan," sambungnya

"Yah, dan kau akan kembali setelah matahari terbit. Kau akan kembali cerah seperti matahari terbit," balas Sean tersenyum. Ikut menatap matahari yang mulai terbenam dengan sinar berwarna orange yang menghiasi sekeliling bola raksasa tersebut.

"Tapi ... aku tak ingin kembali ...."

Hening.

Sean menarik napas berat, menatap dalam wajah Pavel. Merasakan ada kesedihan di mata Omega itu, ia juga menangkap nada putus asa yang keluar dari mulut Pavel. Bisa tersenyum dengan kedua mata berembun.

"Pavel, aku tak pernah tahu. Apa yang sudah terjadi dengamu selama beberapa hari ini. Entah itu kesedihan, kekecewaan, dan amarah yang membuatmu seperti sekarang ini. Tapi ... bisakah aku minta satu hal padamu?"

Pavel terdiam, semakin erat memeluk lututnya.

"Jangan pernah mengatakan padaku jika kau ingin pergi. Dan jika memang keadaan membuatmu harus melakukan itu, bisakah kau memberiku isyarat agar aku tahu dan tak sampai kehilanganmu lagi?"

Pavel memalingkan wajah. Menatap wajah Sean dengan setumpuk kesedihan di dalam hatinya. Membayangkan betapa pria ini akan bersedih jika kehilangan dirinya. Lalu bagaimana dengan Tin? Apa pria itu juga akan menangisinya?

Perasaan Pavel tercabik-cabik, betapa takdir telah mempermainkannya dengan sangat kejam. Ia bahkan di paksa untuk pergi meninggalkan orang-orang yang tak ingin ia tinggalkan. Mungkin ia harus menerima jika itu memang adil.

"Pavel, kau tak akan pergi tanpa sepengetahuanku lagi, karena ke mana pun kau akan pergi. Aku akan ikut deganmu."

Aku tak akan mungkin membawamu pergi bersamaku. Dan mungkin, kau tak akan pernah tahu. Kapan aku akan pergi.

INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang