CHAPTER 72

109 16 0
                                    

"Sudah aku katakan, aku tak akan pergi dari sini," ucap Oskan mengusap darah di pipinya, mengabaikan rasa perih.

"Kau ...."

Pavel kehabisan kata. Kembali memalingkan tubuhnya, memilih untuk diam, tak ingin meladeni Oskan yang ia rasa tak waras.

"Tidurlah, aku hanya akan menemanimu di sini dan tak akan mengganggumu," ucap Oskan yang tak lagi mendapatkan respon dari Pavel. Mungkin Omega itu tertidur, entahlah.

Oskan memunguti semua buah yang berhamburan di atas lantai dan kembali meletakannya di atas nakas sebelum kembali duduk di kursinya, mengamati Pavel dengan perasaan khawatir.

Pavel adalah satu-satunya Omega yang bisa membuatnya menjadi seorang yang bodoh, Omega yang pertama kali menolaknya, dan mungkin juga menjadi satu-satunya Omega yang akan membuatnya patah hati untuk yang pertama kali.

Entah apa yang sudah di lakukan Pavel pada hatinya. Yang ia tahu Pavel hanya terus memakinya dan tak pernah menggodanya seperti omega lain. Pavel terus mengeluarkan umpatan, bukannya kata-kata manis dan manja seperti yang lainnya. Namun, entah mengapa makian dan umpatan itulah yang justru membuatnya jatuh hati hingga tak mampu menahan perasaannya sendiri.

Sedang Pavel tampak termenung, menatap tembok ber cat putih di hadapannya. Tak pernah terlintas dalam pikirannya, jika ia harus berakhir seperti sekarang ini. Menghabiskan waktu dialisis sambil menunggu untuk transplantasi ginjal demi bertahan hidup. Sungguh takdir benar-benar mempermainkan dirinya. Setelah mengambil semua orang yang di sayangi kini Tuhan akan mencabut nyawanya juga. Mungkin itu akan jauh lebih baik, pikirnya memejam erat ketika bayangan Delania dan Hadley kembali memenuhi ingatannya.

Entah apa yang mereka lakukan sekarang?

Apa mereka baik-baik saja sekarang?

Apa mereka masih mengingatku?

Apa mereka tahu jika aku akan mati?

Pikiran Pavel menjadi tak karuan. Campur aduk, hingga membuatnya pening sendiri. Benar-benar tak ingin takdir mempermainkannya. Jika memang jalan sudah seperti ini. ia hanya perlu untuk menjalaninya dengan hati bahagia dan belajar untuk menerima.

Tak ingin terlarut dalam kesedihan. Bukankah ia harus bisa menjalani hidup seperti biasa? Ia selalu sendiri selama ini, dan ia baik-baik saja. Ia tak ingin penyakit yang di derita membuatnya menjadi tergantung kepada orang lain. Bahkan tak ingin memikirkannya. Ia hanya perlu diam jika merasakan sakit, tak perlu seisi semesta tahu jika ia sedang sekarat. Ia cukup menghilang saja, dan cepat atau lambat. Semua orang-orang akan melupakannya.

"Bisakah ... kau melupakan apa yang kau dengar?" ucap Pavel dengan nada pelan, tanpa membalikkan tubuhnya.

"Apa maksudmu?"

"Anggap kau tak pernah tahu tentang penyakitku."

Hening.

Oskan terdiam, tak bisa mengatakan apa pun. Menatap punggung Pavel dengan sorot mata yang di penuhi kesedihan.

"Bukankah tak seharusnya kau melakukan itu?"

"Aku harus melakukannya. Aku hidup seorang diri di dunia ini."

"Kau tak sendiri."

"Aku tahu jika kau mengetahui semua tentangku. Tapi satu hal yang harus kau pahami. Tak semua kisah dari kau ketahui."

Hening.

"Kau bisa memilikiku."

"Aku tak ingin memiliki siapa pun, karena aku tak ingin di miliki oleh siapa pun," balas Pavel yang membuat Oskan terdiam tak mengatakan apa pun. benar-benar tak da tempat untuknya, "aku mohon padamu," sambungnya setelah Oskan terdiam beberapa saat.

INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang