[1] Ranesmee Feith Kenneth

209 24 1
                                    

7 Tahun berlalu

Morcote/Swiss

"Tumbuhlah, perlahan. Seolah waktu sedang berjalan lambat, berikan pada dirimu sendiri waktu untuk menikmati setiap langkah, karena terkadang berlari sekuat tenaga hanya akan membuatmu lelah, cukup menikmati perjalanan dan berusaha dengan kemampuanmu yang ada."

Pavel pejamkan mata, oleh rasa lelah yang menderanya seharian ini. Ia benar-benar butuh waktu untuk tidur usai memasukkan puluhan domba di dalam kandang, juga mengumpulkan buah anggur untuk di bawah ke beberapa toko buah yang ada di kota.

Tujuh tahun berlalu, setelah Pavel memutuskan untuk tinggalkan Enschede dan semua kenangan yang pernah terjadi di sana, baik kenangan indah ataupun kenangan buruk yang menyakitkan, tanpa meninggalkan jejak apa pun untuk mereka agar menemukannya.

Setelah menjalani operasi transpalasi ginjal yang sampai saat ini tak ia ketahui siapa pendonor yang sudah sangat berbaik hati untuk memberikan ginjal itu padanya, dan melahirkan seorang bayi perempuan yang kini sudah berusia tujuh tahun. Pavel memilih untuk tinggal di sebuah desa terpencil di kota Morcote. Meminta izin kepada Airella dan Aiden untuk membiarkannya hidup mandiri bersama sang putri, dan beruntung mereka sangat pengertian dan tak melarangnya untuk melakukan apa pun yang di inginkan. Termasuk meninggalkan semua harta kekayaan mendiang ayahnya Hadley kenneth yang sudah di wariskan untuknya.

"Pah, apa aku membuatmu sedih?!"

Ranesmee duduk di atas ranjang, menyentuh wajah Pavel yang menatapnya kalut. Amati wajah putrinya dengan hati yang penuh sesal, dan hanya bisa menarik napas panjang, untuk menghilangkan rasa itu.

"No," jawab Pavel menggeleng pelan.

"Lalu, mengapa Anda selalu menangis ketika aku sedang tidur?!"

Menarik napas berat, bahkan sejak dulu ia selalu gagal menyembunyikan kesedihannya, terlebih gadis kecilnya terlalu pekah dan pandai, hingga bisa menebak jika ia sedang bersedih.

"Aku menyayangimu, hingga membuat dadaku terasa sesak."

"Aku tak ingin melihatmu selalu menangis, apa karena aku selalu berbuat ulah di sekolah hingga membuatmu malu? Mungkin kau merasa gagal mendidikku?"

Pavel lagi-lagi menarik napas berat. Bagaimana mungkin, putrinya yang masih berusia tujuh tahun tetapi memiliki pemikiran demikian?

"No, Rane. Sekalipun aku tak pernah merasa malu, meski kau melakukan kesalahan di sekolah. Sebab ada hal yang paling aku takutkan di dunia ini, dimana Tuhan mencabut nyawaku lebih cepat, dan kamu tumbuh tanpa kasih sayang dariku."

"Tuhan tak akan sekejam itu padamu, Pah. Tuhan tak akan membuatku bersedih dengan cara mengambilmu dariku. Aku minta maaf jika selalu membuat kesalahan."

Pavel terisak, sebab apa yang di katakan putrinya saat ini begitu sama dengan apa yang pernah Tin ucapkan padanya dulu, ketika ia hendak menggunggurkan bayi pertama mereka. Ia terus mengingat, bagaimana pria itu memohon dan meminta maaf padanya. Tak tahu tepatnya, kapan ia mulai jatuh cinta kepada pria itu. Hingga di hari-hari berikutnya, akhirnya ia bisa merasakan betapa ia sangat mencintai pria itu, sebelum satu kesalahan yang di lakukan pria itu padanya. Pavel membenamkan separuh wajah di bantal ketika kenangan indah kembali hadir di ingatan.

"Apakah aku mengingatkanmu padanya?"

"Apa maksudmu? Apa yang sedang kau biacarakan? Aku tak memikirkan siapa pun," balas Pavel dengan suara bergetar.

"Anda berbohong, aku tahu. Jika saat ini kau sedang bersedih karenanya, my Dad."

"Aku rasa kau masih kecil untuk mengerti semuanya, Rane."

INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang