"Yah, aku lupa jika baru saja memeluk seorang pria malam ini, pria asing yang tak aku kenal, tapi ... cukup membuatku nyaman. Mungkin aku sudah tak waras ... aku memeluknya tanpa izin."
Beall memejam erat, berharap bisa melupakan moment tersebut.
"Ia pun tak menolaknya, ia mengusap punggungmu lembut, apa itu artinya ia tak keberatan?" sambungnya yang entah berbicara kepada siapa.
Dan setelah bosan memikirkan semua moment yang sudah ia lewati malam ini, Beall memutuskan untuk mandi. Mungkin ibunya sudah menunggu lama, ia juga sudah sangat kelaparan, nyaris kehilangan energi karena terus menangis. Ia harap ibunya tak terus mengkhawatirkannya. Hingga beberapa menit berlalu, ketika Beall usai dengan semuanya. Ia memilih untuk makan malam terlebih dulu, menghampiri ibunya yang sedang membuatkan susu hangat untuknya.
"Makanlah, Nak," ucap Clare meletakkan segelas susu hangat di atas meja sebelum duduk di hadapan putrinya dan mulai makan.
Tak ada obrolan yang serius di antara mereka, selama makan, mereka hanya membahas masalah masakan, juga kebun blueberi, dan bukit dendalion, juga masa kecil di antara dirinya, Sean dan Pavel. Hingga beberpa menit berlalu, ketika Beall beranjak dari duduknya usai menghabiskan makanan di atas meja, dan berniat untuk mencuci semua piring kotor di wastafel yang di bantu oleh ibunya.
"Sayang."
"Yah, bu?" sahut Beall menyalakan keran air untuk membilas mangkuk, piring, dan gelasnya.
"Matamu terlihat sangat sembab, apa kau sedang bersedih akhir-akhir ini?" tanya Clare yang masih menata pring bersih di atas rak.
"Yah," angguk Beall menghentikan aktifitasnya, tetapi masih membiarkan air mengalir dari keran.
"Ada apa, Nak? Kau bisa menceritakannya kepada ibu?"
Beall masih terdiam, memegangi pinggiran wash bak, dengan satu tarikan napas panjang, sebelum ia keluarkan dengan perlahan.
"Ibu ... sebenarnya aku tak cuti seperti apa yang aku katakan, aku ... sudah memutuskan untuk berhenti kuliah."
Clare terlihat menarik napas kuat dan dalam, menatap putrinya yang masih tertunduk dengan air mata yang kembali menitik. Ia tahu jika saat ini putrinya sangat bersedih, ia juga tahu, jika untuk mengatakan hal ini padanya, pasti putrinya membutuhkan keberanian dan pertimbangan yang panjang. Putrinya pasti selalu menangis sepanjang malam karena memikirkannya, ia tahu jika putrinya tak ingin melihatnya kecewa. Dan apa pun alasannya sehingga putrinya memutuskan untuk berhenti berkuliah, itu pasti sangatlah sulit. Putrinya tak akan memutuskan sesuatu jika tak memiliki alasan yang jelas, terlebih ini masalah kehidupan dan impiannya sendiri.
Clare melangkah mendekati putrinya untuk di peluknya erat. "Tidak apa-apa, Nak," ucapnya mengusap punggung putrinya yang bergetar karena menahan tangis.
"Aku kehilangan beasiswaku, dan aku pikir tak akan bisa melanjutkan kuliah lagi di sana."
"Yah, ibu mengerti," angguk Clare yang meskipun terkejut ketika mendengar alasan putrinya.
Namun, ia enggan untuk menayakannya lagi, mengapa putrinya sampai kehilangan beasiswa tersebut. Sedang yang ia tahu, putrinya selalu mendapatkan nilai tinggi di atas rata-rata. Putrinya seorang yang cerdas dan berprestasi, bahkan sejak kecil ia sudah bisa melihat, jika putrinya, Pavel, dan Sean adalah anak-anak yang cerdas. Mereka bahkan selalu bersaing untuk mendapatkan nilai tinggi dan itu selalu berhasil. Hingga saat ini pun, tak ada yang berubah dari putrinya, tetapi mengapa pihak kampus sampai memutuskan untuk mengeluarkan putrinya.
"Aku takut mengecewakanmu, Ibu ...."
"Tentu saja tidak. Ibu tak merasa kecewa padamu sedikit pun, karena ibu tahu. Kau sudah bekerja keras, berusaha semaksimal mungkin untuk sampai ke tahap ini, dan meski kau harus kehilangan semuanya di tengah perjalanmu, tapi itu bukanlah akhir dari segalanya, kau masih memiliki kesempatan untuk meneruskan impianmu, dan jangan berpikir, jika hanya di tempat itu saja kau bisa berhasil menggapai impian dan cita-citamu, tapi masih banyak tempat lainnya. Dan ibu akan selalu berjalan di belakangmu, menemanimu, dan akan selalu mendukungmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE
Romance"INSIDE" Menceritakan tentang mereka yang mencari kebahagiaan, menghadapi dilema, rasa sakit dan penyesalasan.