"Tidak lama lagi, Tuan. Bersabarlah," jawab Luiz, sang asisten yang masih dengan sabar berdiri di sisi pria itu untuk menenangkan perasaan gugupnya yang sudah ia rasakan sejak semalam.
"Oh baiklah, aku akan berusaha untuk menghilangkan rasa gugupku. Luiz, di mana headset-ku?" tanya Hadley kembali menghembuskan napas panjang.
"Ini, Tuan. Silahkan," balas Luiz memberikan sepasang headset kepada Hadley yang langsung di pakainya, berusaha rilex sambil mendengarkan beberapa lagu.
"Anna, menikahla denganku. Aku mohon, jangan menolakku lagi kali ini."
Satu kalimat yang keluar dari mulut Hadley saat itu, saat meminta Delania untuk menjadi istrinya. Bahkan masih teringat hingga saat ini, di mana wanita itu masih dengan luka hatinya yang berdarah, ketika kedua matanya masih sangat sembab karena terus menangis.
"Aku akan menikah denganmu, Ley. But, will you promise me?"
"Tentu saja."
"Berjanjilah kau tidak akan menambah luka hatiku, berjanjilah kau akan lebih menyayangi putraku, berjanjilah ... kau akan menerima putraku. Menjaganya, dan tak membuatnya menangis. Berjanjilah, kau akan membuatnya bahagia di seumur hidupnya."
"Aku berjanji, Anna. Aku akan menyanyangi kalian di seumur hidupku."
Hingga di menit berikutnya, Hadley melangkah masuk ke dalam capela, bersamaan dengan suara tepuk tangan riuh dari kerabatnya, meski kedua orang tua Hadley tak sempat hadir di karenakan kesibukan dan jadwal yang benar-benar padat. Namun, pria itu tak sendiri, sebab ia memiliki cukup banyak kerabat, memiliki Carolina yang selalu mendukung dan juga Luis, sang asisten pribadi yang selalu setia.
Di atas altar, Padre Pio dengan jubah biarawan sudah terlihat menunggu dengan senyum hangat, menemani Hadley untuk menunggu sang mempelai wanita, hingga dalam hitungan detik. Pintu kapela terbuka, bersamaan dengan Delania yang tampak anggun dengan balutan gaun pengantinnya. Hingga membuat Hadley semakin gugup menatap wajah cantik Delania yang kini tengah berjalan menuju ke arahnya sambil menggandeng putranya Pavel, sebab ia tak memiliki siapa pun atau kelurga lain untuk menjadi walinya.
Hingga janji suci terucap di antara mereka berdua yang membuat air mata Delania menetes. Bahkan di saat seperti ini pun, bayangan Jeff masih terlintas di pikirannya. Teringat jika pria itu juga pernah mengucapkan janji suci untuknya. Tanpa ia sadari jika di hari pernikahannya ada seseorang yang juga menantikan momen tersebut bersama suaminya. Delania pun berharap jika ini kali terakhir ia mengucapkan janji suci, berharap pula jika ini pernikahannya yang terakhir.
Berharap Hdley adalah pria terakhir di dalam hidupnya, berharap pria itu akan tulus mencintainya juga putranya hingga maut memisahkan mereka. Satu kecupan mesra di bibir, di sertai alunan piano yang mengiring acara sakral mereka. Delania memasrakan semua kehidupan, hati, dan dirinya kepada Hadley yang kini sudah menjadi suaminya. Berniat untuk melupakan semua masa lalu bersama Jeff.
Acara prosesi pernikahan berjalan dengan lancar, Hadley dan Delania tampak bahagia di sana. Begitu juga dengan Pavel, yang sejak tadi terus berdiri di samping Hadley yang terus menggenggam tangannya.
"Tuan ...." Kalimat Pavel menggantung.
"Apa Tuan muda lupa dengan kesepakatan kita?" tanya Hadley kembali mengingatkan, dan langsung di balas senyum lebar oleh Pavel yang terlihat menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
"I'am sorry, Daddy," ucap Pavel.
"Bagaimana dengan kesepakatan lainnya?"
"Hmm," angguk Pavel.
"Dua hari lagi Ayah dan Ibu akan menjemputmu," balas Hadley.
"Dua hari? Apa Ayah dan Ibu tak akan berbulan madu?" tanya Pavel yang di sambut tawa ringan oleh Hadley.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE
Romance"INSIDE" Menceritakan tentang mereka yang mencari kebahagiaan, menghadapi dilema, rasa sakit dan penyesalasan.