"Lalu bisakah kau memerintahkan salah satu dari pengawal kita untuk mengawasi anak itu? Aku khawatir jika terjadi sesuatu padanya."
"Baiklah, aku akan memerintahkan Luan untuk mengawasinya. Apa itu cukup membuat hatimu tenang, Tuan muda?" tanya Albern menatap ke arah kaca spion untuk melihat ekspresi Tin yang masih sangat khawatir.
"Yah, aku rasa itu cukup. Luan bisa di percaya," angguk Tin, menyandarkan tubuh di jok mobil, memejam, dan kembali memasang headphone untuk menenangkan perasaanya.
Terlalu banyak kejutan di hidup ini. Namun, mengapa tak satu pun dari semua kejutan itu yang membahagiakan.
Albern mengusap alis sebelum kembali fokus dengan kemudinya. Dengan Tin yang masih memejam. Namun, pikiran dan ingatannya jelas tertujuh kepada Pavel, dan entah mengapa Omega itu yang menangis tetapi ia yang merasakan kesedihan. Ia juga tak akan merasa keberatan sedikit pun, jika saja Pavel memberinya kesempatan untuk tetap berada di sampingnya untuk menemani.
"Apa ia akan baik-baik saja?" gumam Tin yang masih memejam dengan suara berat dan ekspresi yang penuh dengan kekhawatiran.
"Dia akan baik-baik saja, Luan sudah di sana mengamatinya, Luan juga membawa beberapa makanan."
"Aku takut, dia tak akan menerima pemberian Luan."
"Yah, Luan hanya perlu mencoba dan membujuknya dengan cara apa pun."
"Semoga Tuan Hadley dan ibunya benar-benar di sana," balas Tin bersidekap untuk menghalau rasa dingin, mengingat mantel yang sejak tadi menghangatkan tubuhnya sudah di berikan kepada Pavel.
__
__
KEDIAMAN HAMILTON
"Dari mana saja kamu?" tanya seseorang yang langsung menghentikan langkah kaki Tin yang lekas membalikkan badan oleh rasa terkejut ketika mendapati ibunya yang sudah berdiri di sana.
Wanita berparas cantik, anggun, dan tampak sempurna dalam segala hal. Ia adalah Veronica Feith Hamilton, istri dari Aroon Feith Hamilton, pemilik perusahaan WORLD LINE CORPORATIAN terbesar di lima negara, salah satunya di Belanda, dan semua orang mengetahui itu, bagaimana tidak jika keluarga Hamilton memiliki kekayaan dan kekuasan besar nomor satu di negaranya.
"Ibu?"
"Zein mencarimu sejak tadi, bukankah seharusnya kau menemaninya yang tengah berduka?" tanya Veronica menghampiri Tin yang masih berdiri di tempatnya, dengan pandangan yang kini tertujuh ke arah sebuah kamar yang masih tertutup rapat.
"Yah, aku tahu. Tapi aku rasa Amaya bisa menemaninya, 'kan? Why me, Mom?" tanya Tin kembali menatap ibunya.
"Karena Zein membutuhkanmu, bukan Amya," balas Veronica.
"Baiklah, aku tahu. Lalu di mana Zein?" tanya Tin memilih untuk mengalah, enggan untuk melanjutkan perdebatan dengan ibunya, sebab ia tahu, jika hal tersebut tak akan ada ujungnya.
"Di kamarnya."
"Aku akan melihatnya. Maaf, jika membuat Ibu cemas," ucap Tin bersiap pergi.
"Tunggu, Nak."
"Yah, Ibu. Ada apa?"
"Bisakah kau bersikap baik kepada Zein? Kasian dia."
"Yes Mom," angguk Tin.
"Dan, apa yang kau lakukan di Giethroon?" tanya Veronica mengejutkan Tin. Ibunya bahkan tahu jika ia baru saja mengunjungi Giethroon siang ini.
"Ibu menyuruh Ceilo untuk menguntitku lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE
Romance"INSIDE" Menceritakan tentang mereka yang mencari kebahagiaan, menghadapi dilema, rasa sakit dan penyesalasan.