CHAPTER 40

225 24 3
                                    

"Sifku berakhir sore tadi, dan aku kesini hendak bertemu seseorang, maaf."

"Tidak apa-apa, sepertinya kau terluka," ucap Tin dengan pandangan yang kini tertujuh pada pergelangan kaki Enz yang terlihat memerah bahkan mulai membiru.

"Ini hanya luka kecil, aku rasa ... aku hanya terkilir. Maaf," balas Enz yang lekas melepaskan tangannya dari pundak Tin, hendak berdiri sendiri, tetapi luka di pergelangan kakinya yang cukup parah tak mampu menahan beban tubuhnya, hingga membuat ia nyaris terjatuh, jika saja Tin tak meraih pinggannya dan kembali di bawah ke dalam pelukannya.

"Berhati-hatilah, lukamu akan semakin parah," ucap Tin sebelum pandangannya tertuju ke arah Pavel yang sudah berdiri tak jauh dari mereka dengan wajah datar seperti biasa. 

Sungguh satu hal yang membuat Tin panik. Ketika menyadari jika posisinya yang tengah merangkul pinggang Enz bisa membuat Pavel akan salah paham padanya, meski kenyataannya, sedikit pun Omega itu tak peduli dan langsung melangkah pergi melewati mereka tanpa mengucapkan satu kata pun. Sungguh satu hal yang lekas membuat Tin sadar jika memang hanya ia yang memiliki perasaan demikian. Bahkan mungkin ia akan sangat terkejut jika Pavel merasa cemburu dan marah padanya atas kejadian barusan. Sedang mereka memang tak memiliki hubungan atau ikatan apa pun selain pernah berbagi ranjang besama di malam itu. Pavel juga jelas tak menyukainya. Namun, meski demikian. Ia tak ingin di cap sebagai pria yang hobi menebar pesona pada setiap Omega yang di temui.

"Pavel!" panggil Tin, berharap Pavel akan menghentikan langkah kaki dan menghampirinya. Namun, sepertinya itu hal yang tak mungkin. Hingga ia hanya bisa menarik napas dalam, dengan wajah yang kembali muram.

"Maaf, apa dia ...." Kalimat Enz tertahan di tenggorokan, merasa jika Pavel tak asing. Ia juga mengingat jika pernah melihat Omega itu di satu tempat. Tanpa ia sadari satu hal, jika mereka memiliki hubungan yang begitu dekat.

"Ada apa?" tanya Tin merenggangkan lingkaran tangannya. Tak ingin membahas lebih banyak lagi perihal Pavel pada orang lain, termasuk Enz. Sebab ia sudah bisa menebak dengan apa yang akan di tanyakan Omega itu padanya.

"T-idak apa-apa," geleng Enz sedikit gagap, dengan jantung yang masih berirama sangat cepat. 

Melepaskan pegangannya dari bahu Tin. Sadar jika posisinya telah membuat Tin tidak nyaman, ia pun bisa melihat jika pria itu sesekali menahan napas dengan pandangan yang di alihkan ke tempat lain.

"Aku akan menyuruh Albern untuk mengantarmu kerumah sakit," ucap Tin melangkah perlahan dan mendudukkan tubuh Enz pada salah satu jejeran kursi di sana. Sebelum terlihat jongkok dengan satu lutut terlipat ke atas lantai untuk memeriksa kondisi luka di pergelangan kaki Enz yang mulai membengkak.

"Tuan muda, Anda tak perlu melakukan itu," ucap Enz dengan berakhir gelisah sendiri, pontang-panting mencari kata, agar tak terlihat gugup oleh Alpha itu.

"Jangan salah faham, aku harus memastikan jika karyawanku baik-baik saja, lagi pula kau menjadi seperti ini karenaku," balas Tin terlihat memeriksa luka tersebut tanpa memalingkan pandangan. 

Hingga membuat Enz semakin berdebar dengan tubuh yang seketika kaku, dan mulai berkeringat. Ketika tatapan matanya tak luput dari wajah pria yang saat ini masih berjongkok di hadapannya, sambil menyentuh pergelangan kakinya. Hingga rasa sakit kini tak terasa lagi, sebab sudah di kalahkan oleh rasa bahagia.

"Kau butuh dokter," ucap Tin, beranjak dari duduknya dan langsung mengambil ponsel dari dalam saku celananya, terlihat menghubungi seseorang. Hingga hanya dalam waktu beberapa menit saja, Albern sudah terlihat, melangkah menghampiri mereka.

"Ada apa?" tanya Albern sebelum melihat sosok Enz yang masih duduk meringis menahan sakit.

"Aku tak sengaja menabrak dan membuat pergelangan kakinya terluka," jawab Tin tampak panik. Namun, perasaan panik itu tak ditujukan oleh Enz, tetapi pada sosok Pavel yang beberapa menit lalu meninggalkan mereka.

INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang