CHAPTER 26

142 24 2
                                    

"Tak hanya menjadi pengawal pribadinya, kau juga adalah pamannya. Jadi aku harap kau bisa berprilaku seperti seorang paman yang layak bagi Tin. Dan Omega itu, tak seharusnya berada di sisi Tin yang sebentar lagi akan menikah!"

"Iya, Nyonya."

"Jika kau mengerti maksudku, maka jangan pernah membiarkan Lucas bertemu Omega itu lagi, ini peringatan terakhir dariku!" sambung Veronica sebelum melangkah pergi, masuk ke dalam mobil meninggalkan mansion Tin.

Bersamaan dengan parkirnya satu mobil lainnya yang tak lain adalah Zein yang terlihat khawatir. Keluar dari mobil tanpa mematikan mesinnya.

"Albern, di mana Tin? Apa sesuatu terjadi padanya?" tanya Zein dengan pandangan yang masih tertujuh kerah mobil milik Veronica yang perlahan menghilang dari pandangan mereka.

"Tidak terjadi apa pun, Tuan. Semua baik-baik saja. Mungkin," balas Albern merasa tak yakin.

"Lalu ada apa dengan ibu? Mengapa ibu pergi begitu saja?"

"Aku tidak begitu mengerti, Tuan. Kau bisa menemuinya di dalam, dan menanyakannya langsung kepada Tin," jawab Albern memasukkan ponsel ke dalam saku celana saat Zein berlari masuk ke dalam rumah

Zein Oberon. Sosok yang memiliki visual nyaris sempurna. Namun, memiliki sikap manja, dan keras kepala, itulah sebabnya pertemuan mereka selalu di akhiri oleh satu perdebatan dan pertengkaran. Bahkan sampai saat ini pun Albern sudah bisa menebak apa yang akan terjadi pada akhirnya.

Seperti saat ini, terlihat Zein yang tengah mengikuti langkah lebar Tin yang terus berjalan, jelas tak ingin membahas apa pun karena perasaannya yang sedang memburuk. Hatinya masih dirasakan tak karuan usai berdebat dengan sang ibu yang membuatnya harus benar-benar menjauhi Tin agar Omeg itu baik-baik saja.

"Tin, bisakah kau menungguku?" tanya Zein yang masih mengikuti langkah Tin masuk ke dalam kamarnya, "oh Tuhan, ada apa denganmu?" Cukup terkejut saat mendapati memar di sudut bibir Tin akibat tamparan keras yang di berikan oleh ibunya.

"Aku tidak apa-apa, Zein."

"Tapi memar itu ...."

"Aku berhak mendapatkan ini," balas Tin kembali melangkah, meninggalkan Zein yang masih terus mengikutinya.

"Tunggu, Tin!"

"Aku cukup lelah Zein, bisakah kau pergi sekarang? Aku akan menghubungimu nanti."

"Aku tidak akan ke mana pun sebelum kau menjelaskannya padaku, apa yang sudah terjadi sebenarnya? Kau tak menjawab telponku malam itu, bahkan tak membalas pesan dariku, sebenarnya apa yang sudah kau lakuakan, Tin?" tanya Zein, meraih lengan Tin yang hendak membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.

"Sudah aku katakan, aku akan menjelaskannya nanti, biarkan aku beristirahat sebentar saja. Aku mohon."

Tin berusaha bersikap setenang mungkin. Dan seperti biasa juga, ia akan selalu bersikap demikian ketika sedang menghadapi Zein. Semarah apa pun dirinya, ia tak akan pernah meninggikan suaranya sekalipun dan kepada siapa pun itu.

"Kau membuatku khawatir semalaman, Tin. Aku tak tidur karena menunggu panggilan darimu, dan saat bertemu kau pun tak mengucapkan kata maaf atas kesalahan yang sudah kau perbuat padaku, sebentar lagi kita akan menikah Tin, bisakah kau bersikap manis padaku sekali saja dan tak mengabaikanku?"

"Sekalipun aku tak pernah mengabaikanmu Zein, jika memang selama ini kau merasa jika sikapku masihlah kurang, kau bisa mengatakannya. Apa lagi yang harus aku lakukan untukmu?" tanya Tin, berdiri di samping tempat tidur dengan kedua lengan bertengger di kedua sisi pinggangnya. Tampak lelah, tetapi Omega itu tak membiarkannya beristirahat meski hanya sebentar.

INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang