CHAPTER 125

102 13 1
                                    

CAFFE AND RESTO

Sean duduk termenung di kursinya, dengan pandangan yang teralihkan ke luar caffe. Masih ragu dengan keputusan yang sudah ia ambil saat ini, tapi ia tak punya pilihan lain, ia harus mencobanya, dan tak mungkin terus diam, melihat penderitaan Pavel saat ini.

"Selamat siang, Sean," sapa seseorang membuyarkan lamunan Sean.

"Selamat siang, paman Jeff," sahut Sean beranjak dari duduknya, sedikit membungkuk sebelum menyambut uluran tangan Jeff Eleazar untuk di jabatnya.

Meski ia masih belum mengerti, mengapa sampai menghubungi pria ini. Sebab sebelumnya ia sempat membenci Jeff karena sudah membaut Delania dan Pavel menderita. Namun, untuk saat ini. Ia benar-benar membutuhkan Jeff.

"Silahkan duduk, Sean. Maaf jika membuatmu menunggu lama."

"Tak masalah, Paman. Aku mengerti dengan kesibukan Anda," balas Sean.

"Sejujurnya, aku cukup terkejut ketika mendapat telpon darimu, merasa jika ada hal penting yang ingin kau sampaikan, apa itu benar?" tanya Jeff tak berbasa-basi.

"Paman benar," angguk Sean.

"Ada apa, Sean?"

"Ini menyangkut ... Pavel," balas Sean yang membuat Jeff terlihat cukup terkejut. Bahkan pria itu semakin cemas ketika medapati wajah muram Sean yang terlihat begitu serius.

"Ada apa dengan putraku?" tanya Jeff tak bisa menutupi kekhawatiran.

"Pavel, menderita gagal ginjal kronis."

Ekspresi Jeff seketika berubah, refleks memegangi dada yang berdenyut nyeri saat mendengar jawaban Sean yang bagaikan tikaman belati bertubi-tubi menusuk jantungnya.

"Apa yang sedang yang kau bicarakan?"

"Seperti yang paman dengar, Pavel mengalami gagal ginjal kronis, hingga ia tak memiliki pilihan lain untuk hidup selain mendapatkan donor ginjal yang pas untuknya, dan aku pikir itu Anda," balas Sean yang benar-benar tak ingin membuang waktu lagi. 

Merasa jika sudah saatnya Jeff bertanggung jawab atas putranya. Dan Sean yakin, jika memang pria itu menyayangi putranya, ia pasti akan mendonorkan ginjalnya dengan sukarela, tanpa berpikir panjang. Bahkan Sean tak perduli jika pada akhirnya Pavel akan menolak jika tahu ayahnyalah yang sudah memberikan ginjal padanya. Ia hanya ingin melihat Pavel sehat saat ini.

"Paman ... aku juga sudah memikirkan ini jauh sebelum aku menghubungi Anda. Aku hanya tak punya pilihan lain. Meski pada akhirnya Pavel akan marah jika tahu masalah ini, tapi aku benar-benar tak peduli. Aku hanya ingin kesembuhan Pavel dan tak ingin melihatnya menderita dengan terus menahan rasa sakit lagi."

Tubuh Jeff kaku di tempat. Hatinya semakin sakit hingga tak sadar, jika air mata kini menitik dari pelupuk mata.

"Mekipun kau tak memintanya, Sean. Aku pasti akan memberikan ginjalku pada putraku. Dan apa pun yang di butuhkan, aku akan memberikan semuanya," balas Jeff tak terduga.

"Apa Paman benar-benar akan melakukannya?"

"Tentu saja, apa pun itu," balas Jeff tak berikir panjang.

Sebab yang ada di dalam kepalanya saat ini hanyalah ingin membayar semua kesalahan yang sudah ia lakukan kepada putranya, meski satu ginjalnya tak akan cukup untuk mengobati rasa sakit yang sudah ia ciptakan untuk puntranya sendiri. Begitu juga dengan mendiang Delania, yang bahkan tak sempat mendengar kata maafnya.

"Baiklah, aku lega mendengarnya," balas Sean, "meski aku tak yakin, jika Pavel akan menerimanya."

"Apa dia masih marah padaku?"

INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang