"Aku tahu itu tak muda, tapi kau harus mengambil satu keputusan. Jika Enz terus melakukan hal nekat tersebut, tak hanya nyawanya, tapi juga nyawa bayinya yang akan terancam. Kecuali kau tak keberatan jika harus kehilangan mereka berdua."
Rocco memijat tengkuk lehernya yang mulai menegangkan. Tak sukai ide Fienes yang memaksanya harus meninggalkan Enz. Namun, ia tak punya pilihan lain, sebab mulai mempertimbangkan perkataan wanita itu. Ia tak bisa jika harus kehilangan mereka berdua hingga selamanya.
"Baiklah, aku akan memikirkan perkataanmu, Fien. Tapi, bisakah kau memberikanku waktu?" balas Rocco setelah berpikir cukup lama.
"Tentu. Tapi kau tak punya banyak waktu, Ken akan lekas menemukanmu. Kau cukup berani menginjakkan kaki di sini, sedang pria itu berkeliaran di luar sana."
"Aku tahu, aku hanya ingin melakukan sesuatu hal sebelum aku pergi," balas Rocco terlihat tak begitu peduli, sebab sepertinya ia sudah menyiapkan sesuatu yang ia anggap spesial untuk Kayne.
"Lagi pula aku masih tak mengerti padamu, mengapa kau tak meminta tolong kepada paman Miller untuk melindungimu?"
"Aku tak mungkin melakukan itu."
"Kenapa? Apa kau lebih menyukai tidur di balik jeruji dengan lantai dingin dan bau?"
"Aku tak ingin melibatkan keluarga Gagliano dalam masalah ini. Sebab apa yang sudah aku lakukan tak ada sangkut pautnya dengan mereka. Ini adalah misiku sendiri, dan aku yang akan mempertanggung jawabkan semunya tanpa melibatkan ayah," jelas Rocco yang lekas dipahami oleh Fienes.
Rocco Gagliano adalah pria yang sangat bertanggung jawab, dan ia tak mungkin lepaskan tanggung begitu saja, terlebih untuk membuat ayahnya terlibat dalam masalah besar.
"Baiklah, aku mengerti dengan alasanmu kali ini, tapi kau tak mungkin terus menyembunyikan masalah ini kepada paman Miller."
"Kau akan membantuku, Fienes."
"Oh Tuhan, kau akan kembali menghadapatkanku dalam situasi yang rumit?"
"Hanya untuk kali ini saja, aku mohon. Aku tak ingin Enz jadi terlibat dalam masalah ini," pinta Rocco terlihat memohon.
"Bukankah semua ini berawal dari idenya?"
"Aku mohon, Fien. Enz sedang hamil saat ini, dan aku tak mungkin rela membiarkannya mendekam di balik jeruji yang dingin."
"Aarghh ...! Aku bisa gila!" keluh Fienes kehabisan kata, "semoga omega itu menyadari pengorbananmu padanya," sambungnya sebelum meninggalkan tempat tersebut.
Tinggalkan Rocco yang masih berdiri. Dengan pandangan yang kembali tertujuh kepada Enz. Sekarang pun ia sudah enggan mendekati omega itu lagi, sebab takut jika kehadirannya akan membuat omega itu marah, dan berpikir untuk mengakhiri hidup lagi.
"Aku selalu mengharapkan kebahagiaanmu, Enz. Aku sungguh mencintaimu. Dan aku rasa kau tahu itu," ucap Rocco berdiri di ambang pintu beranda, "Tapi mengapa kau tak pernah tepati janjimu padaku meski hanya sekali? Kau katakan akan menjaga bayi kita dan tak meyakitinya, Tapu apa yang kau lakukan dengan obat-obattan itu?"
Rocco kembali mengusap wajahnya. Semakin terlihat prustasi.
"Aku melepaskanmu sekarang. Kau bisa pergi, maafkan aku jika selama ini sudah menyakitimu."
Tak tahan untuk tidak mendekati omega itu, Rocco akhirnya memutuskan untuk berjalan menghampiri. Ini yang terakhir kalinya, ia sangat ingin menyentuh Enz dan berpamitan pada bayinya yang kini semakin tumbuh besar di dalam rahim papanya.
"Maaf ... jika aku kembali menyentuhmu. Aku hanya ingin berpamitan dengan bayiku," ucap Rocco melipat lutut di atas rerumputan.
Puas menatap wajah Enz, ia akhirnya meraih telapak tangan omega itu dengan perlahan sebelum mengecupnya lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE
Romance"INSIDE" Menceritakan tentang mereka yang mencari kebahagiaan, menghadapi dilema, rasa sakit dan penyesalasan.