"Bisakah Anda tidak menghancurkan semua barang-barang itu? Aku akan kembali untuk mengambilnya," ucap Pavel sebelum melangkahkan kaki keluar dari rumah tersebut.
Menyeret langkahnya di atas trotoar jalan. Masih tak habis pikir dengan masalah yang terjadi hari ini, perasaannnya pun semakin cemas, campur aduk ketika tak bisa menghubungi nomor ponsel Abella untuk menanyakan perihal rumah yang tiba-tiba jadi berpindah kepemilikan. Dan yang buruknya, bukti tersebut begitu akurat dan tak bisa di bantah olehnya.
"Oh Tuhan, ada apa lagi sekarang?" keluh Pavel menghentikan langkah kakinya ketika merasa tubuhnya akan limbung, ia pun kembali muntah di pinggiran trotoar dengan kepala yang semakin terasa berat ketika angin malam menembus tubuhnya yang hanya mengenakan jaket denim.
"Ahk, Sean ... kau di mana? Aku rasa benar-benar sakit sekarang," keluh Pavel.
Pandangannya semakin kabur, hingga tiba-tiba menggelap. Namun, masih bisa melihat sesosok bayangan yang saat ini tengah berlari ke arahnya.
"Sean ... apa itu kau?"
Pavel merasa tubuhnya tengah di peluk erat oleh seseorang, sebelum ia benar-benar hilang kesadaran dan pingsang. Sedang di tempat lain tampak Sean terlihat berlari dengan wajah yang penuh kepanikan, ketika tak sengaja melihat tubuh Pavel di bawah oleh seseorang masuk ke dalam mobil.
"PAVEL ...!" teriak Sean yang terus berlari, mesti tahu jika mustahil akan bisa mengejar mobil tersebut.
__
__
PORQUEROLLES
Pagi dalam sebuah villa terpencil di antara rerimbunan pepohonan pinus kering, dengan pasir putih yang indah, juga air laut pantai yang sangat jernih, hingga suara deburan ombak yang samar terdengar. Tampak satu sosok yang masih meringkuk di balik selimut hangat berbulu. Pavel menggeliat di atas pembaringannya, terbangun oleh rasa nyeri di kedua matanya ketika cahaya matahari menerobos dari balik tirai. Udara cukup dingin pagi ini, mungkin 14 derajat celcius, mungkin 13 derajat. Entahlah, meski matahari musim panas bersinar cerah jauh di atas bumi. Namun, tetap saja, udara dingin seolah menikam kulit.
"Kau sudah bangun? Bagaimana perasaanmu?" tanya seseorang, dengan suara yang tak asing di pendengaran Pavel yang lekas mempertajam pandangan, hingga wajah tampan Krittin Feith terpampang jelas di hadapannya.
"Jadi itu, kau?"
"Yah, aku yang menemukanmu di pinggiran trotoar semalam."
"Bagaimana bisa?"
"Sebaiknya kau sarapan dulu, wajahmu begitu pucat dan kelelahan, aku takut kau jatuh sakit," balas Tin.
Pavel masih terdiam, bersamaan dengan pikiran kalut juga serangan pening yang membuatnya lekas beranjak, menghempaskan selimut, dan sedikit berlari menuju toilet untuk memuntahkan semua isi perutnya hingga lemas.
"Oh sial, ada apa denganku, tubuhku juga berubah aneh, tidak ... jangan konyol," keluh Pavel mengusap wajahnya kasar usai membilas wajahnya dengan air, berjalan sempoyongan menuju pintu, hendak keluar dari kamar mandi, cukup terkejut ketika mendapati Tin yang tampak berdiri cemas di depan pintu.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Tin dengan nada yang terdengar khawatir.
Pavel melangkah mundur dengan perlahan. Ketika mulai sadar dengan keadaannya sekarang, meski ia masih belum yakin akan kondisinya saat ini.
"Aku ingin pulang."
"Tapi kau masih sakit, Pavel."
"Aku tidak sakit!"
"Pavel, kau bahkan sangat pucat. Tubuhmu lemah, kau butuh istirahat yang cukup," balas Tin yang sepenuhnya benar.
Ia memang merasa sangat lemas sekarang, terus mual dan pening, lagi pula ia juga sudah tak memiliki rumah. Dan dengan kondisi sekarang, ia tak akan kuat jika tinggal di jalanan. Kelab adalah pilihan alternatif baginya. Namun, entah mengapa ia jadi membenci aroma alkohol dan rokok. Ia juga tak mungkin kembali ke rumah Abella. Dan mengapa ia menjadi tak punya pilihan lain selain tinggal bersama Tin di villa mewah dengan spot yang begitu indah. Ia bahkan tak tahu sedang berada di pulau mana saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE
Romance"INSIDE" Menceritakan tentang mereka yang mencari kebahagiaan, menghadapi dilema, rasa sakit dan penyesalasan.