PORQUEROLLES
Dua hari berlalu berlalu setelah Tin berhasil membawa Pavel ke Porquerolles, dan dua hari itu pula saat Sean membiarkannya pergi begitu saja, Pavel terus mengurung diri di dalam kamarnya tanpa melakukan apa pun selain berbaring, memikirkan apa yang akan terjadi dengan nasibnya kelak. Merasa jika akan kembali menjalani masa depan suram, dengan dirinya yang kini mengandung, ia pun masih belum bisa menerima kenyataan itu.
"Apa yang kau lakukan padaku?"
Pavel bertanya, saat menyadari jika saat ini tubuhnya tengah di peluk oleh seseorang, ia pun bisa merasakan jika kedua lengan pria itu secara posesif melingarinya. Tubuhnya di dekap dengan erat, ketika mulai mengginggil kedinginan.
"Kau sudah bangun?" tanya Tin tanpa melepaskan pelukannya.
"Mengapa kau di sini? Dan tidur denganku," balas Pavel dengan satu pertanyaan.
Entah mengapa ia masih merasa tak nyaman dengan perlakuan Tin padanya, kendatipun pria itu adalah ayah dari bayi yang ia kandung sekarang. Terlebih ia sudah memilih untuk meraih tangan pria itu dua hari lalu dan kembali ikut bersama, karena tak ingin membuat Sean mengkhawatirkannya terus.
"Suhu tubuhmu meningkat semalam, kau demam, Pavel," balas Tin dengan suara yang masih terdengar serak oleh rasa ngantuk di pukul enam pagi.
"Seharusnya kau abaikan saja aku, aku bisa mengatasinya sendiri."
"Aku tak bisa melakukan itu, Pavel. Kau sedang mengandung, dan kalian berdua adalah tanggung jawabku sekarang," balas Tin hingga membuat Pavel tak bisa berkata apa pun lagi, selain kembali memejam ketika lengan-lengan Tin semakin erat melingkar di tubuhnya.
"Terima kasih," ucap Pavel tak berdaya.
Suasana menjelang pagi di tempat tersebut sangat tak menyenangkan bagi Pavel. Namun, lengannya yang terus diusap oleh tangan lembut di balik selimut lekas membuat Pavel sedikit nyaman. Apa karena janin di dalam rahimnya yang menginginkan aroma atau sentuhan dari ayahnya? Entahlah, Pavel bahkan tak bisa menolak sentuhan hangat dari Tin. Meski saat ini pikirannya masih tertujuh ke pada Sean. Mengingat terakhir kali mereka bersama dan Sean yang tengah memeluknya untuk meredahkan sakitnya, tetapi di detik kemudian pria itu justru memintanya untuk pergi . Ia yakin, saat ini pria itu pasti sedang bersedih karena memikirkannya. Ia tahu jika Sean menyayanginya.
"Apa kau ingin makan sesuatu?" tanya Tin membuyarkan lamunan Pavel.
"Tidak."
"Bagaimana dengan minuman hangat dan manis, seperti susu atau coklat panas?"
Pavel mendesah, mengapa sikap manis dan perhatian pria ini tak bisa membuat hatinya luluh, bahkan semua sikap itu tak bisa membuat perasaannya tersentuh sedikit pun, ia juga tak merasakan getaran apa pun, sungguh jauh berbeda ketika ia berada di samping Sean. Pria itu selalu berhasil membuatnya tersentuh dan bahagia, meski hanya melakukan hal yang sederhana untuknya.
"Entahlah ...."
"Aku akan membuatkan susu hangat untukmu, bangunlah."
Pavel mengangguk, merasa membutuhkan sesuatu yang hangat untuk tubuhnya yang terus merasakan kedinginan, ia juga tak menolak saat Tin kembali menggendong tubuhnya dan melangkah keluar kamar. Mendudukkan tubuhnya di atas sofa dengan hati-hati sebelum kembali membungkusnya dengan selimut berbulu yang tebal.
"Apa kau susah tidur semalam?" tanya Tin yang bisa melihat Pavel gelisah sepanjang malam.
"Yah," sahut Pavel.
"Apa yang membuatmu susah tidur?"
"Aku tak begitu menyukai jarum pinus yang di terpa angin kencang. Sungguh tak nyaman dan membuatku gelisah," balas Pavel dengan pandangan yang kini tertuju ke arah jendela, merasakan udara sejuk yang masuk, hingga aroma batang pinus yang khas juga aroma pantai yang menyegarkan terhirup oleh paru-parunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE
Romance"INSIDE" Menceritakan tentang mereka yang mencari kebahagiaan, menghadapi dilema, rasa sakit dan penyesalasan.