CHAPTER 104

198 26 9
                                    

"Aku sudah kerumah sakit. Terima kasih atas perhatianmu, Tuan Zein."

"Oh syukurlah," angguk Zein menarik napas lega.

"Zein, kau terlihat sangat perhatian pada Sean," sambung Tin yang sejak tadi mengamati gerak gerik Omega itu.

"Hah?"

"Kau," balas Tin mengangguk pada Zein.

"Aku?" Zein menunjuk dirinya sendiri.

"Yah," angguk Tin sekali lagi.

"Emm, apa aku terlihat seperti perhatian padanya?" balas Zein balik bertanya.

"Yah, Tuan muda," jawab Tin.

Zein mengusap tengkuk lehernya hingga berulang kali. Sebelum mengalihkan pandangan ke arah Sean yang masih terdiam. Dan Zein bisa merasakan, jika Sean adalah Alpha yang berbeda, bahkan ia sendiri tak mengerti, mengapa ia merasa jika Sean bisa mengalihkan perhatiannya saat itu juga. Mereka pun baru bertemu dua kali usai kecelakaan tersebut, tapi Alpha itu sudah membuatnya tertarik.

Kembali menatap pria itu untuk memastikan perhatiannya, dan memang benar. Perasaannya mengatakan jika Sean adalah Alpha yang berbeda. Wajah tampan, bertanggung jawab, lembut, perhatian.

Apa Tin benar, jika aku perhatian pada pria ini?

"Berhenti menatapnya, Tuan," tegur Tin menyadarkan Zein dari lamunannya.

"Baiklah, kau bisa makan siang di sini, dan Marya akan menemanimu. Aku harus pergi," ucap Sean menatap ke arah Marya yang langsung melebarkan senyum ketika Axel yang baru saja datang sudah berdiri di sampingnya.

"Kau akan ke mana?"

"Rumah sakit."

"Aku akan ikut denganmu," putus Zein.

Sudah beranjak terlebih dulu dari duduknya, sedang Sean baru akan bersiap untuk berdiri, ia pun masih memegangi tongkatnya untuk mengatur posisi tangannya. Tampak, mendongak ke arah Zein yang terlihat bersemangat di hadapannya.

"Jangan salah faham dulu, aku hanya ingin memastikan jika tulang keringnya yang retak tidak begitu parah," sambung Zein ketika menyadari jika tatapan mata Tin, dan Pavel tertujuh padanya.

"Kau tak perlu repot, Tuan. Aku kerumah sakit bukan untuk berobat, tapi akan menemui ayah. Bukankah kau ingin makan siang di sini? Marya sudah menyiapkannya untukmu," balas Sean ketika Marya membawa beberapa jenis menu dan menatanya di atas meja.

"Terima kasih, Marya, itu namamu, 'kan?" tanya Pavel tersenyum ke arah Marya.

"Yah, benar," angguk Marya tersenyum lebar, menyembunyikan kedua tangan yang masih memegang nampan di balik punggungnya.

"Salam kenal, Marya. Aku teman Sean."

"Iya, Pavel. Sean dan Beall selalu banyak bercerita tentangmu."

"Beall? Kau sudah bertemu dengannya?" tanya Pavel tampak antusias.

"Tentu, ia pernah sekali kemari," angguk Marya.

"Baiklah. Apa kalian akan langsung pulang?" tanya Sean memotong percakapan. Was-was jika Marya sampai mengatakan hal-hal aneh tentang perasaannya kepada Pavel, sebab terkadang Marya selalu berbicara terang-terangan, entah sengaja ataupun tidak.

"Yah, kita tak bisa lama di sini," angguk Pavel.

"Apa akan pulang sekarang?" tanya Zein mengalihkan pandangan ke arah Tin dan Pavel yang juga ikut beranjak dari duduknya.

"Iya, Zein. Maaf, tak bisa lama bersamamu," balas Pavel.

"Tak masalah, Pavel. Kita bisa bertemu lain waktu." Zein tersenyum lebar.

INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang