CHAPTER 83

105 16 0
                                    

"Saya tahu, Tuan. Saya tak mungkin berlaku kurang ajar terhadap istri Anda dan membuat Anda marah. Saya berjanji akan melindungi istri Anda dan akan segera menyusul. Nyonya Veronica pasti sudah menunggu Tuan Pavel sekarang ini. Dan tak hanya nyonya besar. Tapi juga tuan besar."

"Ayah?"

"Benar, Tuan."

Sebenarnya ada apa? Untuk yang pertama kalinya ayah kembali dan tak memberinya kabar.

Biasanya Aroon akan menghubunginya sehari sebelum terbang ke Enschede, atau jika ayahnya sudah berada di mansion. Namun, mengapa kali ini ia tak tahu apa pun?

"Tin, apa yang di katakan pria itu benar, sebaiknya kau lekas pergi. Dia tak akan macam-macam denganku," balas Pavel yang akhirnya buka mulut setelah terdiam sejak tadi, menyimak perdebatan di antara mereka. Dengan Tin yang terus mengeluarkan ancaman kepada Celio.

"Tapi, Pew. Kau tak bisa mempercayai pria ini begitu saja. Dia tangan kanan ibuku, dan tak mungkin menyukaimu sedang ibu ...." Kalimat Tin terhenti.

"Aku tahu, jika nyonya Veronica tak menyukaiku."

"I'am so sorry, Dear."

"Kau tak perlu meminta maaf, Tin. Aku menyadri itu, dan hal itu bukanlah kesalahanmu."

Tin kembali mengecup pucuk kepala istrinya. "Baiklah. Aku akan mempercayaimu kali ini, Celio. Aku akan memeriksa keadaan di dalam. Sebaiknya kau lekas menyusul."

"Baik, Tuan muda," angguk Celio.

Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Mengapa ibu menyuruh Pew untuk datang sedang rumah di penuhi wartawan.

Tin terus berpikir sepanjang perjalanan mengintari halaman dengan wartawan yang mulai menyorotnya. Meski ia tak merasa asing dengan situasi seperti ini, berada di tengah-tengah wartawan adalah hal yang sudah biasa. Namun, entah mengapa kali ini ia tiba-tiba merasakan gugup?

Apa karena Pew bersamaku? Atau mungkin media sudah tahu atas pernikahanku?"

Rentetan pertanyaan memenuhi otak Tin. Merasa aneh sebab tak ada pertanyaan sedikit pun dari wartanyaan, dan hanya kilatan cahaya yang saling sambar menyambar hingga membuatnya pening. Sedang mobil yang di sopiri Celio langsung memutari kompleks menuju kegerbang belakang untuk membawa Pavel sebelum ketahuan oleh wartawan yang bermata tajam.

"Selamat datang putraku, ibu sudah sangat lama menunggumu," sambut Aroon dan Veronica menghampiri putra mereka, dan langsung di sambut ramai tepuk tangan oleh semua tamu yang ada di dalam ruangan tersebut. Bahkan hampir semua di isi oleh pada kolega dan rekan kerja, dan juga karyawan di kantornya.

"Ayah, ibu, ada apa ini?" tanya Tin tampak semakin kebingungan, menoleh kesegala penjuru ruang tamu yang sudah di penuhi oleh banyak orang yang terlihat penuh sukacita, seolah sedang merayakan sesuatu. Semakin gelisah ketika sang ibu menggiringnya ketengah ruangan yang suasananya berbeda.

"Selamat Krittin, masa lajangmu akan berakhir," ucap seorang rekan bisnis ayahnya yang berasal dari New York.

Bersamaan dengan ucapan dari beberapa orang lainnya yang langsung menjabat tangan Tin dengan ucapan yang sama.

"Selamat atas pertunangan Anda, Tuan muda."

"Selamat, Krittin. Tak lama lagi kau akan menikah."

"What?"

Tin pegangi dada ketika jantungnya mulai berdenyut nyeri, bersamaan dengan napas yang tercekik di tenggorokan ketika melihat Zein dalam balutan jas putih dan tatanan rambut yang rapi. Omega itu juga terlihat sangat cantik dengan make up sederhananya, tampak tersenyum ketika mendapatinya yang masih berdiri menatap tak percaya.

INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang